Senin, 04 Juni 2018

Bolehkah Musafir Tetap Berpuasa Ramadhan

Baca Juga

Oleh :  H. Machfud Machradji.

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Assalamu’alaiku Warahmatullahi Wabarakatuh
Audzubillahiminasy Syaithanirrajim
Bismillahirrahmanirrahim.


وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” [Al-Baqoroh: 185].

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ الله كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” [An-Nisa’: 29]
Dan firman Allah ta’ala,

وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” [Al-Baqoroh: 195].


Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ليس من البر الصيام في السفر

“Puasa di waktu bepergian bukanlah termasuk kebaikan”.


Diriwayatkan oleh Bukhari: Kitab Shaum/ Bab Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang pingsan karena sangat panas, tidaklah termasuk kebaikan bahwa seseorang berpuasa kala bepergian (1946). Muslim : Kitab Shiyam/Bab Bolehnya berpuasa dan berbuka di kala bulan Ramadhan bagi musafir untuk tujuan selain maksiat (1115).

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ الْمَجِيدِ حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَامَ الْفَتْحِ إِلَى مَكَّةَ فِي رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ كُرَاعَ الْغَمِيمِ فَصَامَ النَّاسُ ثُمَّ دَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ فَرَفَعَهُ حَتَّى نَظَرَ النَّاسُ إِلَيْهِ ثُمَّ شَرِبَ فَقِيلَ لَهُ بَعْدَ ذَلِكَ إِنَّ بَعْضَ النَّاسِ قَدْ صَامَ فَقَالَ أُولَئِكَ الْعُصَاةُ أُولَئِكَ الْعُصَاةُ و حَدَّثَنَاه قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ جَعْفَرٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَزَادَ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ شَقَّ عَلَيْهِمْ الصِّيَامُ وَإِنَّمَا يَنْظُرُونَ فِيمَا فَعَلْتَ فَدَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab yakni Ibnu Abdul Majid, telah menceritakan kepada kami Ja'far dari bapaknya dari Jabir bin Abdullah radliallahu 'anhuma, bahwa pada tahun Fathu Makkah (pembebasan kota Mekkah) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar menuju Makkah, yakni tepatnya pada bulan Ramadhan.

Saat itu, beliau berpuasa hingga sampai di Kura' Al Ghamim, dan para sahabat pun ikut berpuasa. Kemudian beliau meminta segayung air, lalu beliau mengangkatnya hingga terlihat oleh para sahabat kemudian beliau meminumnya. Setelah itu dikatakanlah kepada beliau, "Sesungguhnya sebahagian sahabat ada yang terus berpuasa". Maka beliau bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang bermaksiat (kepadaku), mereka adalah orang-orang yang bermaksiat (kepadaku)".

Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz yakni Ad Darawardi, dari Ja'far dengan isnad ini, dan ia menambahkan; Lalu dikatakan kepada beliau; "Sebenarnya orang-orang merasa berat untuk melaksanakan puasa, tapi berhubung mereka melihat Tuan melaksanakannya maka merekapun berpuasa", akhirnya beliau meminta segayung air setelah shalat 'Ashar.( HSR.Muslim ).

سافرنا مع النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في حر شديد وما منا صائم إلا رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وعبد الله بن رواحة

“Kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan di panas terik yang menyengat, tiada seorangpun dari kami yang berpuasa kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abdullah bin Rawahah. (Diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Shaum/Bab 35 (1945). Muslim : Kitab Shiyam/ Bab Memilih antara berpuasa dan berbuka di waktu bepergian (1122).

Dalam riwayat An-Nasaai,

إِنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ أَنْ تَصُومُوا فِي السَّفَرِ، وَعَلَيْكُمْ بِرُخْصَةِ اللهِ الَّتِي رَخَّصَ لَكُمْ فَاقْبَلُوهَا

“Sesungguhnya tidak termasuk kebaikan, kalian berpuasa ketika safar, hendaklah terhadap keringanan dari Allah yang Dia berikan kepada kalian, terimalah.” [HR. An-Nasaai dalam As-Sunan Al-Kubro dari Jabir radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 1054].

Dan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ

“Sesungguhnya Allah mencintai keringanan-keringanan dari-Nya diambil, sebagaimana Allah membenci kemaksiatan kepada-Nya dilakukan.” [HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihul Jaami’: 1886].

Membaca dalil-dalil diatas terkait puasa Ramadan bagi seorang Musafir dapat diambil pelajaran bahwa bagi Musafir boleh tidak berpuasa dan boleh juga tetap berpuasa. Ini bagi Musafir yang dalam perjalanannya tidak mengalami kesulitan, kepayahan atau keberatan-keberatan. Dan bagi Musafir yang tetap berpuasa dibolehkan, ini lebih afdhol atau lebih baik karena mencontoh Rasulllah Saw.

Bagi Musafir yang dalam perjalannya merasa berat, kepayahan dan menyulitkan maka baginya lebih baik atau lebih afdhol untuk berbuka puasa alias tidak berpuasa atau membatalkan puasanya. Karena bagi mereka ini Rasulullah memberi contoh, untuk berbuka saja dan mencela mereka yang tetap berpuasa.
Semoga bermanfaat saudaraku. Wassalam. *(M2/DI/Red)*