Selasa, 12 Juni 2018

Wartawan Tewas Dalam Tahanan, Dewan Pers Cuci Tangan

Baca Juga

Ketum PPWI (berpeci) bersama Ketum DPP SPRI (map kuning) dan Kuasa Hukumnya (tengah) saat sedang melakukan salam komando.

Kota JAKARTA - (harianbuana.com).
Sesaat setelah heboh pemberitaan tentang tewasnya wartawan online M. Yusuf di Lapas Kotabaru, Kalimantan Selatan, berbagai respon dan tanggapan bermunculan. Bahkan, Wakapolri Syafruddin dan pihak Komnas HAM memberikan pernyataan yang cukup keras atas kejadian memilukan tersebut.

Wakapolri Komjen Pol Syafruddin tidak setuju atas langkah yang diambil Polres Kotabaru Polda Kalimantan Selatan dalam menangani perkara pemberitaan yang menjerat M. Yusuf wartawan media siber Kemajuan Rakyat dengan Pasal 45 a U No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Nanti kita cek lagi ya. Wartawan nggak boleh di anu (langsung pidana karena produk pemberitaan). Janganlah...!”, tutur Wakapolri Komjen Pol Syafruddin saat meninjau arus mudik di stasiun Gambir - Jakarta Pusat, Senin (11/06/2018).

Komjen Pol Syafruddin menegaskan, pihaknya akan mengecek kembali peristiwa yang menimpa almarhum M.Yusuf hingga wartawan ini meninggal dalam tahanan. “Nanti kita cek, meninggalnya karena apa", cetus Wakapolri Komjen Pol Syafruddin.

Demikian pernyataan singkat Komjenpol Syafruddin kepada para awak media yang meminta komentarnya, Senin, 11 Juni 2018, soal kriminalisasi wartawan M. Yusuf yang diduga menyebabkannya meninggal dunia dalam tahanan dengan status tersangka.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hairansyah, bahkan dengan tegas meminta Lapas dan Kejari Kotabaru memberikan penjelasan resmi dan bertanggung-jawab atas kematian wartawan M. Yusuf, mulai dari proses awal kasus kriminalisasi terhadap yang bersangkutan yang dianggap Komnas HAM penuh kejanggalan.

Anca, sapaan akrab Hairansyah, menyesalkan tewasnya M. Yusuf, yang dipidana lantaran menjalankan profesinya sebagai wartawan. “Pihak Kejari Kotabaru dan Lapas Kotabaru harus menjelaskan secara resmi dengan benar serta bertanggung-jawab", kata Hairansyah di Jakarta, Senin (11/06/2018).

Anca menilai, kasus tewasnya M. Yusuf dalam Lapas Kotabaru ini, berawal dari hal yang janggal. “Yang bersangkutan menuliskan berita menyangkut perusahaan sawit PT. Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM). Oleh perusahaan dilaporkan ke polisi. Dengan sigap polisi menangkap Yusuf dan menjeratnya dengan UU ITE", ujar Hairansyah dengan nada heran.

Sebaliknya, adalah sangat disayangkan, lembaga kesayangan para wartawan, yang menyandang nama keren "pers", Dewan Pers justru memberikan respon yang bertolak-belakang dengan institusi Polri dan Komnas HAM. Dalam siaran persnya di hari yang sama, Senin (11/06/2018) kemarin, lembaga yang seharusnya menjadi pelindung, pengayom bahkan seharusnya  pembela pekerja pers tersebut, terkesan mengelak berbagai tudingan kelalaiannya yang telah memberikan rekomendasi agar M. Yusuf diproses secara hukum saja.

Sementara itu pula, Wilson Lalengke, Ketua Umum DPN PPWI menilai, pernyataan Dewan Pers sangat jelas dan terang-benderang merupakan pembenaran diri sendiri alias cuci tangan. Ketum DPN PPWI yang turut menerima kiriman pernyataan pers dari Dewan Pers ini merespon keras dengan menyatakan bahwa tindakan cuci tangan lembaga itu mencerminkan sifat pecundang. "Itu sifat para pecundang, tidak bertanggung-jawab. Percuma lembaga itu dibiayai negara, uangnya dari rakyat, tapi tanggung-jawab terhadap rakyat pers nol besar", ujar alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.

Lebih lanjut, Wilson mengatakan bahwa jika di Jepang, pimpinan lembaga yang gagal menjalankan tugas dan fungsinya, apalagi hingga ada korban rakyat meninggal, mereka mengundurkan diri segera. "Kalau di Jepang, bukan hanya mundur itu pengurus Dewan Pers-nya. Mereka bunuh diri karena tidak sanggup menanggung malu. Di kita, masih jauhlah. Mental pecundang karatan, sulit diharapkan bisa tanggung jawab", pungkas alumni Program Persahabatan Indonesia Jepang Abad-21 yang disponsori oleh JICA tahun 2000 itu. *(Ys/DI/Red)*