Senin, 19 November 2018

Sidang Ke-11 Terdakwa Bupati Non Aktif Mojokerto, JPU KPK Hadirkan Mantan Wabub Malang Dan 2 Saksi Lainnya

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang ke-11 terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto MKP,  saat saksi Achmad Suhawi yang juga berstatus Tersangka dalam perkara ini menjawab pertanyaan JPU KPK Joko Hermawan, Senin 19 Nopember 2018, di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, jalan Juanda Kab. Sidoarjo – Jawa Timur.


Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Sidang lanjutan atau ke-11 (sebelas) perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 dengan dengan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP), kembali di gelar hari ini, Senin 19 Nopember 2018, di Pengadilan Tipikor (tindak pidana korupsi) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur.

Pada sidang yang beragendakan 'Mendengarkan Keterangan (Para) Saksi' kali ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Djoko Hermawan, Eva Yustisiana, Ni Nengah Gina Saraswati, Mufti Nur Irawan dan Nur Haris Arhadi, menghadirkan Terdakwa dengan didampingi Tim Penasehat Hukum Terdakwa dari kantor hukum 'MARIYAM FATIMAH & PARTNER' yang beranggotakan Mariyam Fatimah, SH., MH.; Huhajir, SH., MH.; Akhmad Leksono, SH.; Husen Pelu, SH. dan Ramdansyah, SH.

Sedangkan saksi yang dihadirkan Tim JPU KPK pada persidangan kali ini, yakni Sugondo PNS Pemkab Mojokerto yang saat kejadian selaku Kepala Seksie (Kasie) Pengembangan dan Penanaman Modal pada Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto, Achmad Suhawi selaku Direktur PT. Sumawijaya Citra Abadi dan mantan Bupati Malang Ahmad Subhan selaku pihak swasta lain.

Dihadapan Majelis Hakim yang di Ketuai I Wayan Sosisawan, SH., MH. dengan dibantu 2 (dua) Hakim Anggota (Hakim Ad Hoc) yaitu Dr. Andriano dan John Dista, SH., ketiga Saksi dalam perkara  tersebut di cecar pertanyaan oleh Tim JPUK KPK hadir kali ini, yakni Joko Hermawan dan Ni Nengah Gina Saraswati, juga oleh Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan ini sendiri.


Salah-satu suasana sidang ke-11 terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto MKP,  saat saksi Ahmad Subhan yang juga berstatus Tersangka dalam perkara ini, menjawab pertanyaan JPU KPK Joko Hermawan, Senin 19 Nopember 2018, di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, jalan Juanda Kab. Sidoarjo – Jawa Timur.

Dalam persidangan, saksi Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan, diberondong pertanyaan baik oleh Tim JPU KPK maupun oleh Majelis Hakim terkait keterlibatan kedua Saksi dalam proses pengurusan IPPR dan IMB 11 (sebelas) Tower BTS atau Menara Telekomunikasi yang di bangun PT. Protelindo di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, yang sementara ini menjerat terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto, tersangka Onggo Wijaya selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) serta menjerat saksi Achmad Suhawi (ASW) selaku Direktur PT. Sumanjaya Citra Abadi dan saksi Ahmad Subhan selaku pihak swasta lainnya yang dalam perkara ini juga sudah berstatus tersangka.

Sementara saksi Sugondo dicecar Tim JPU KPK tentang dugaan pemberian uang sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)  kepada Terdakwa melalui Nano Santoso Hudiarto alias NONO, diduga terkait suap jual-beli jabatan, dari jabatan Kepala Seksie (Kasie) pada BPTPM Kabupaten Mojokerto ke jabatan barunya sebagai Kepala Bidang (Kabid) pada instansi yang sama.

Menjawab pertanyaan JPU KPK Joko Hermawan, saksi Achmad Suhawi menerangkan, bahwa memang benar dirinya selaku Direktur PT. Sumanjaya Citra Abadi, yang bergerak dalam berbagai bidang jasa, termasuk bidang jasa pengurusan perijinan berbagai hal. Saksi Achmad Suhawi pun membenarkan, jika dirinya membantu pengurusan IPPR dan IMB 11 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi yang sudah di bangun PT. Protelindo dan sudah beroperasi 2 (dua) tahun sebelumnya.

"Setelah penyegelan 11 tower itu (Red: 11 Tower BTS milik PT. Protelindo), saya dihubungi pak Indra (Red: Indra Mardani) dan bu Suci (Red: Suciatin ), minta bantuan untuk mengurus tower Protelindo yang di segel itu. Waktu itu bu Suci (Red: Suciatin , 'Pak... Tower kita di Mojokerto ada masalah, bisa bantu nggak? Saya jawab bisa", terang saksi Achmad Suhawi menjawab pertanyaan JPU KPK Joko Hermawan.

Atas permintaan bantuan Indra Mardani dan Suciatin dimaksud, saksi Achmad Suhawi yang saat ini juga sudah berstatus tersangka menyanggupinya, asal disediakan biaya, termasuk fee untuk Terdakwa. Yang pada akhirnya, disepakati biaya pengurusan IPPR dan IMB 11 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Pritelindo termasuk  termasuk fee untuk Terdakwa yang seluruhnya sebesar Rp. 3.030.612.247,00 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus empat puluh tujuh rupiah)

Masih terang saksi Achmad Suhawi menjawab pertanyaan JPU KPK Joko Hermawan, setelah ada kesepakatan, selanjutnya, pada awal bulan Juni 2015, saksi Achmad Suhawi didampingi Ketua KPUD Kabupaten Mojokerto Ayuhan menemui Terdakwa di sebuah villa di kawasan Trawas Kabupaten Mojokerto milik Terdakwa, untuk minta bantuan terkait penyegelan tower telekomunikasi milik PT. Protelindo.

"Waktu itu, saya bersama pak Ayuhan Ketua KPU (Red: Ketua KPUD Kabupaten Mojokerto Ayuhan) menemui pak Mustofa (Red: Bupati Mojokerto Mustofa  Kamal Pasa) di villanya di Trawas, beliu (Red: Bupati Mojokerto Mustofa  Kamal Pasa) menyampaikan agar di urus melalui BPTPM (Red: Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Moda Kabupaten Mojokerto). Besoknya saya ke BPTPM, menemui pak Bambang (Red: Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi). Di situ, pak Bambang menyampaikan, jika tower telekomunikasi di segel karena perijinannya belum lengkap, untuk itu agar dilengkapi dan di bayar dendanya serta perijinan tidak bisa di proses sebelum ada disposisi dari Bupati", terang saksi Achmad Suhawi pula.


Ahmad Subhan terbidik kamera KPK saat membawa tas berisi uang tunai ratusan juta yang beberapa saat sebelumnya dicairkannya dari bank BRI Mojokerto Cabang Mojopahit dan yang selanjutnya bersama dengan Bambang Wahyuadi menyetorkan uang tersebut kepada Nano Satoso Hudiarto alias NONO.

Karena merasa kesulitan, saksi Achmad Suhawi meminta bantuan pengurusan IPPR dan IMB 11 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi milik PT. Protelindo tersebut kepada saksi Ahmad Subhan yang saat itu menjabat Wakil Bupati Malang (periode 2010–2015) yang dalam persidangan kali ini dihadirkan sebagai Saksi dan dalam perkara ini juga sudah  berstatus Tersangka.

Bergeser kepada saksi mantan Wakil Bupati Malang Ahmad Subhan. Setelah mengonfirmasi kebenaran keterangan yang telah disampaikan saksi Achmad Suhawi kepada saksi Ahmad Subhan dan saksi Ahmad Subhan mengiyakannya, JPU KPK Joko Hermawan pun menggeser  arah bidikan pertanyaannya kepada saksi Ahmad Subhan.

"Jadi benar ya apa yang disampaikan saudara Ahmad Suhawi, bahwa saudara Achmad Suhawi minta bantuan saudara saksi Ahmad Subhan untuk mengurus perijinan menara telekomunikasi yang dikatakan ada masalah itu. Lalu, apa yang saudara saksi (Red: Ahmad Subhan) lakukan setelah pertemuan dengan saksi Achmad Suhawi? Kan saudara Ahmad Subhan pertemuan dengan saudara Achmad Suhawi, lalu saudara menyanggupi saudara Suhawi bisa mengurus perijinan 11 tower, lalu langkah-langkah apa yang saudara saksi lalukan setelah pertemuan dengan saudara Suhawi itu?", tanya JPU KPK Joko Hermawan kepada saksi Ahmad Subhan.

Atas pertanyaan JPU KPK tersebut, Ahmad Subhan menjawab, bahwa setelah pertemuannya dengan Achmad Suhawi tersebut, saksi Ahmad Subhan kemudian menemui Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi. Dalam pertemuan ini, Ahmad Subhan meminta kepada Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi agar dibantu proses pengurusan ijin tower milik PT. Protelindo dimaksud.

"Waktu itu pak Bambang (Red: Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi) menyampaikan, untuk pengurusan ijin tersebut agar disediakan fee untuk Terdakwa sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya, sehingga untuk 11 tower fee yang harus disediakan sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah)", jawab Ahmad Subhan.

"Jadi benar ya, sebelum saudara Saksi (Red: Ahmad Subhan) menerima uang dari saudara Achmad Suhawi, yakni pada tanggal 20 Mei 2015, suadara Saksi (Red: Ahmad Subhan) menemui Bambang Wahyuadi, menyampaikan bahwa PT. Protelindo sanggup memberikan uang untuk biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Terdakwa, seluruhnya sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus jutarupiah) atau sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya. Lalu saudara Saksi (Red: Ahmad Subhan) akan memberikan uang muka terlebih dahulu sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) untuk Terdakwa?", desak JPU KPK Joko Hermawan, minta penegasan keterangan yang telah disampaikan saksi Ahmad Subhan.

Atas desakan JPU KPK Joko Hermawan tersebut, saksi Ahmad Subhan mengiyakannya. Bahkan, saksi Ahmad Subhan menegaskan, sejatinya uang yang ia setorkan bersama Bambang Wahyuadi ke Nano Santoso Hudiarto alias NONO saat itu sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Namun, besok harinya, uang yang ia setorkan tersebut di akui hanya sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah).

"Iya pak. Tapi, waktu itu, uang yang setor sebenarnya Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), ambil dari bank BRI jalan Mojopahit (Red: bank BRI Mojokerto Cabang Mojopahit). Tapi, besok harinya, saya dikabari pak Bambang (Red: Kepala BPTPM Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyuadi), kalau uang yang saya serahkan kemarinnya itu hanya Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah). Ya mungkin pak Bambang dapat kabar dari pak NONO (Red: Nano Santoso Hudiarto) kalau uangnya Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah), lalu pak Bambang memberitahu saya, tapi itu besoknya lho pak. Jadi begini, misalkan sekarang ini saya setor Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), baru kemudian besok harinya saya dikabari pak Bambang, menurut pak NONO kalau uang yang saya setorkan kemarin itu hanya Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah)", tegas Ahmad Subhan.

"Kok bisa begitu, apa uang yang saudara Saksi setor itu tidak saudara hitung terlebih dulu? Saudara setor uang sejumlah itu (Red: Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) ada saksinya enggak? Atau, waktu saudara setor uang itu bersama siapa?", sela Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan, SH., MH.

Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan, SH., MH., saksi Ahmad Subhan menjelaskan, jika uang yang saksi Ahmad Subhan cairkan dari bank BRI Mojokerto Cabang Mojopahit sebesar Rp. 850.000.000,00 (delapan ratus lima puluh juta rupiah) itu diambil Saksi sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), selanjutnya saksi Ahmad Subhan setorkan bersama Bambang Wahyuadi ke Nano Santoso Hudiarto alias NONO tersebut tidak dihitungnya lagi. Alasannya, sudah di hitung waktu mencairkannya di bank BRI Mojokerto Cabang Mojopahit.

"Tidak saya hitung lagi pak Hakim, kan ambilnya di bank BRI (Red: bank BRI Mojokerto Cabang Mojopahit) sudah di hitung. Jadi, setelah ambil di bank BRI Mojopahit (Red: bank BRI Mojokerto Cabang Mojopahit) Rp. 850.000.000,00 (delapan ratus lima puluh juta rupiah), saya ambil Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sisanya, saya setorkan bersama pak Bambang ke pak NONO (Red: Nano Santoso Hudiarto). Baru kemudian besok harinya saya dikabari pak Bambang kalau uang yang saya setor kemarinya itu hanya di akui pak NONO Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah)", jelas Subhan.


Salah-satu suasana sidang ke-11 terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto MKP,  saat saksi Sugondo menjawab pertanyaan JPU KPK Joko Hermawan, Senin 19 Nopember 2018, di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, jalan Juanda Kab. Sidoarjo – Jawa Timur.

Sementara itu, terhadap saksi Sugondo, Tim JPU KPK meminta penegasan terkait pemberian uang sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) di duga kepada Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa melalui Nano Santoso Hudiarto alias NONO saat saksi Sugondo masih menjabat sebagai Kepala Seksie (Kasie) Pengembangan Penanaman Modal pada Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto. Dimana, selang beberapa waktu setelah pemberian uang itu, jabatan Sugondo naik dari Kasie menjadi Kepala Bidang (Kabid) pada instansi yang sama dan yang selang beberapa waktu berikutnya lagi menjabat sebagai Sekretaris Camat (Sekcam) Dlanggu Kabupaten Mojokerto hingga saat ini.

"Jadi benar ya, saudara Sugondo pernah memberi uang Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada Terdakwa melalui saudara Nano Santoso Hudiarto alias NONO? Lalu apa yang membuat saudara Saksi (Red: Sugondo) sehingga mau memenuhi permintaan uang itu? Apakah saudara Saksi dijanjikan sesuatu atau jabatan tertentu?. Dan, sebagai Kasie di BPTPM, apakah saat itu saudara tahu ada permasalahan tower di Kabupaten Mojokerto?", cecar JPU KPK Joko Hermawan kepada saksi Sugondo.

Menjawab cecaran pertanyaan penegasan JPU KPK tersebut, saksi Sugondo mengaku, jika dirinya tidak tahu-menahu soal tower. Namun, soal pemberian uang sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada Nano Santoso Hudiarto alias NONO, saksi Sugondo mengaku terpaksa memenuhi permintaan Nano Santoso Hudiarto alias NONO dimaksud, lantaran takut atas perkataan yang dilontarkan Nano Santoso Hudiarto alias NONO yang terkenal sebagai orang dekat Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa.

"Waktu itu saya masih (Red: menjabat) Kasie Pengembangan Penanaman Modal di BPTPM (Red: Kabupaten Mojokerto) pak ya. Jadi, saya ndak tahu apa-apa soal tower itu. Waktu itu, saya di suruh pak Noerhono untuk menemui pak NONO (Red: Nano Santoso Hudiarto alias NONO). Saat menemui pak NONO, saya di minta untuk menyiapkan uang Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Waktu saya tanya: 'Untuk apa uang itu?', pak NONO bilang: 'Ojok kakéhan cocot, kêpingin aman opo gak? Njaluk mbalilk dadi staf manéh tah, opo njaluk non-job? (Red: Bhs. Jawa= 'Jangan banyak bicara/tanya, ingin ama apa tidak? Minta kembali jadi staf lagi kah, apa minta non-job?)", aku saksi Sugondo menjawab pertanyaan JPU KPK Joko Hermawan.

Tak berhenti di situ, JPU KPK Joko Hermawan terus mendesak saksi Sugondo dengan pertanyaan penegasan terkait maksud saksi Sugondo memberikan uang kepada Nano Santoso Hudiarto alias NONO.

"Lalu apa yang saudara lakukan setelah mendegar omongan saudara Nano Santoso Hudiarto alias NONO itu? Apakah saudara memberikan uang melalui saudara NONO itu karena saudara supaya saudara Saksi dijanjikan mendapat jabatan yang lebih tinggi dari Terdakwa?

Menjawab desakan JPU KPK tersebut, saksi Sugondo menyatakan dirinya tidak tahu-menahu tentang kedekatan Nano Santoso Hudiarto alias NONO dengan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa.

"Saya ndak tahu hubungannya pak NONO (Red: Nano Santoso Hudiarto) dengan beliau (Red: Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa). Waktu itu pak NONO bilangnya hanya seperti itu saja pak", jawab saksi Sugondo.

Tak berhenti di sini, JPU KPK Joko Hermawan kembali minta penegasan saksi Sugondo terkait uang sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang diberikan kepada Nano Santoso Hudiarto alias NONO itu.

"Saudara Saksi, uang sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) itu besar lho..., kenapa sudara Saksi mau disuruh setor uang oleh saudara Nano Santoso Hudiarto alias NONO uang sebesar itu?  Dari mana saudara mendapat uang itu yang selanjutnya saudara berikan kepada suadara Nano Santoso Hudiarto alias NONO ini? Apakah saudara Saksi tahu, uang yang saudara Saksi berikan kepada Nano Santoso Hudiarto alias NONO itu ada kaitannya dengan Terdakwa?", desak JPU KPK Joko Hermawan.

Kembali pula saksi Sugondo mengaku jika dirinya tidak tahu tentang hubungan Nano Santoso Hudiarto alias NONO dengan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa, meski untuk memenuhi permintaan uang Nano Santoso Hudiarto alias NONO tersebut saksi Sugondo sampai harus berhutang.

"Saya ndak tahu soal hubungannya pak NONO dengan beliau (Red: Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa) pak. Ya namanya bawahan pak, orang kecil pak, sebagai orang bawahan ndak bisa apa-apa pak. Saya takut pak, ya terpaksa saya carikan dengan pinjam-pinjam, selanjutnya saya berikan ke pak NONO", aku saksi Sugondo yang saat kejadian menjabat sebagai Kasie Pengembangan dan Penanaman Modal pada BPTPM Kabupaten Mojokerto dan selang beberapa waktu setelahnya jabatannya naik dari Kasie menjadi Kabid pada instansi yang sama dan yang selang beberapa waktu berikutnya lagi menjabat sebagai Sekretaris Camat (Sekcam) pada kantor Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto hingga saat ini.

Dipenghujung persidangan, ketika Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa untuk menanggapi keterangan yang diberikan oleh ketiga saksi tersebut, terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa secara singkat menyatakan yang intinya keberatan atas kerangan ketiga saksi.

"Atas keterangan saksi Sugondo, saya keberatan yang mulia (Red: Majelis Hakim), saya tidak pernah menyuruh atau memerintah saudara Nano Santoso Hudiarto atau saudara NONO melakukan itu. Atas keterangan saksi Achmad Suhawi saya keberatan yang mulia, saya bertemu dengan saudara saksi Suhawi (Red: Achmad Suhawi) hanya sekali di Trawas, itu pun saya arahkan agar di urus di kantor BPTPM (Red: kantor BPTPM Kabupaten Mojokerto). Atas keterangan saksi Ahmad Subhan saya keberatan yang mulia, saya tidak pernah bertemu atau pertemuan langsung dengan saudara Subhan, kecuali hanya pada saat ada kegiatan resmi terkait pemerintahan", ujar Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa.

"Jadi, intinya saudara Terdakwa menolak keterangan para Saksi", tegas Ketua Mejelis Hakim I Wayan Sosisawan, SH., MH.

Bupati non-aktif Mojokerto MKP pun menyongsongnya dengan penegasan penolakannya atas keterangan yang telah disampaikan oleh ketiga saksi tersebut selama berlangsungnya persidangan kali ini. "Kami menolak yang mulia", tegas Terdakwa.

"Baik. Lalu, bagaimana dengan saudara Jaksa Penuntut Umum, apakah saudara akan mengubah dakwaan saudara atau tetap pada dakwaan semula?", lontar Ketua Mejelis Hakim I Wayan Sosisawan, SH., MH. kepada Tim JPU KPK, usai menanggapi keberatan Terdakwa.

Atas lontaran pertanyaaan Ketua Mejelis Hakim I Wayan Sosisawan, SH., MH. tersebut, Tim JPU KPK menyatakan, jika pihaknya tetap pada dakwaannya semula. "Kami tetap pada dakwaan semula yang mulai", tandas JPU KPK Joko Hermawan.

Akhirnya, Ketua Mejelis Hakim I Wayan Sosisawan, SH., MH. menyatakan menutup sementara jalannya persidangan dan akan dilajutkan pada pekan depan. "Sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi", pungkas Ketua Majelis Hakim sembari menggetokkan palu tiga kali.

Sementara itu pula, dalam Surat Dakwaan Nomor Perkara: 139/Pid.Sus-TPK/2018/PN Sby; Tanggal Surat Pelimpahan: Senin, 03 September 2018 dan Nomor Surat Pelimpahan: 82/TUT/01.03/24/09/2018, yang dibacakan Tim JPU KPK dalam persidangan beragendakan Pembacaan Dakwaan JPU terhadap Terdakwa yang di gelar pada Jum'at 14 September 2018, di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur,  Tim JPU KPK mendakwa, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto diduga telah menerima uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), yakni dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin.

Dalam Pembacaan Surat Dakwaan yang dibacakan Tim JPU KPK secara bergantian itu, Tim JPU KPK pun mendakwa, bahwa Terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yakni sebagai Bupati Mojokerto periode tahun 2010-2015 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.35-620 Tahun 2010 tanggal 27 Agustus 2010 tentang Pengangkatan Mustofa Kamal Pasa sebagai Bupati Mojokerto, bersama dengan Bambang Wahyuadi dan Nano Santoso Hudiarto alias NONO, pada bulan Juni 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2015 bertempat di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dlanggu - Mojokerto, di jalan Maret A-07 BSP Regency - Mojokerto (Red: Kabupaten Mojokerto) dan di Perumahan Griya Permata Meri - Mojokerto (Red: Kota Mojokerto) atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini, yang melakukan atau yang turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus di pandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji, yaitu menerima uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), yakni dari Okckyanto selaku Permit and regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya selaku Direktur Operasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannyayaitu Terdakwa mengetahui atau patut dapat menduga bahwa uang sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua milir tujuh ratus lima puluh juta rupiah) tersebut diberikan supaya Terdakwa selaku Bupati Mojokerto memberikan rekomendasi Izin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) yang ada di wilayah kabupaten Mojokerto, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Bupati Mojokerto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme juncto Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut", tegas JPU KPK Eva Yustisiana, dalam sidang beragenda Pembacaan Dakwaan yang di gelar di ruang Cakra, kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, jalan Juanda Sidorlarjo – Jawa Timur, Jum'at (14/09/2018) silam.

Selanjutnya, dalam persidangan tersebut, secara bergantian Tim JPU KPK membeberkan kronologi terjadinya perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan IPPR dana IMB 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, yang dituangkan dalam Surat Dakwaan Nomor Perkara: 139/Pid.Sus-TPK/2018/PN Sby; Tanggal Surat Pelimpahan: Senin, 03 September 2018 dan Nomor Surat Pelimpahan: 82/TUT/01.03/24/09/2018, dan yang dibacakan secara bergantian dalam persidangan beragendakan Pembacaan Dakwaan JPU KPK terhadap Terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto yang di gelar pada Jum'at Jum'at 14 September 2018, di ruang Cakra, kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur.

Bermula pada awal tahun 2015, terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Mupati Mojokerto mendapat laporan dari Suharsono selaku Kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto, bahwa di wilayah Kabupaten Mojokerto banyak ditemukan Tower BTS atau Menara Telekomunikasi yang telah beroperasi tetapi belum meiliki Izin Prinsip dan Penataan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Atas laporan itu, Terdakwa memerintahkan dilakukan pemetaan dan pendataan jumlah Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto yang belum memiliki ijin.

Menindak-lanjuti perintah Terdakwa, Suharsono melakukan pemetaan dan menemukan 22 Tower BTS yang telah beroperasi tetapi belum memiliki IPPR dan IMB. Yakni 11 (sebelas) tower atas nama perusahaan PT. Tower Bersama Infrastruktur / Tower Bersama Goup (PT TBG) dan 11 (sebelas) tower lainnya atas nama PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT. Protelindo). Atas temuan tersebut, Suharaono melaporkan kepada Terdakwa, dimana Terdakwa kemudian memerintahkan agar dilakukan penyegelan atas tower-tower tersebut sampai ada IPPR dan IMB-nya.

Setelah dilakukan penyegelan atas tower-tower tersebut, Terdakwa memerintahkan Bambang Wahyuadi selaku Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM), bahwa terkait perijinan dari tower dimaksud harus ada fee untuk Terdakwa sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya dan fee tersebut agar diserahkan melalui orang kepercayaan Terdakwa yakni Nano Santoso Hudiarto alias NONO.

Beberapa hari setelah dilakukan penyegelan 11 tower telekomunikasi milik PT. Tower Bersama Infrastructure/ Tower Bersama Grup (TBG), sekitar awal tahun 2015 Ockyanto meminta bantuan Nabiel Titawano untuk mengurus perijinan atas 11 tower yang di segel tersebut. Dimana dalam perjalanannya, pengurusan perijinan dibantu oleh Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro.

Sekitar bulan April 2015, Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro melakukan pertemuan dengan Bambang Wahyuadi. Dalam pertemuan itu, Bambang Wahyuadi menyampaikan, untuk mendapatkan IPPR dan IMB harus disediakan fee Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah) per-tower dengan rincian Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk Terdakwa dan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) untuk UKL dan UKP, sehingga untuk 11 tower fee yang harus disiapkan sebesar Rp. 2.420.000.000,00 (dua miliar empat ratus dua puluh juta rupiah), permintaan mana disanggupi Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro dan akan disampaikan kepada Nabiel Titawano selaku pihak yang mewakili PT. TBG. Beberapa hari setelah pertemuan, Agus Suharyanto menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Nabiel Titawano dan disepakati oleh Nabiel Titawano.

Selanjutnya, Nabiel Titawano menemui Ockyanto untuk menyampaikan bahwa ia sanggup mengurus ijin tower, tetapi harus disiapkan fee untuk Terdakwa sekaligus biaya operasional seluruhnya sebesar Rp. 2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta rupiah) dengan perhitungan per-towernya sebesar Rp. 260.000.000,00 (dua ratus enam puluh juta rupiah) dan disepakati oleh Ockyanto setelah berbicara dengan Herman Setyabudi selaku Presiden Direktur PT Tower Bersama Infrastructure.

"Menindak-lanjuti kesepakatan itu, pada bulan Juni 2015 Ockyanto menyerahkan uang seluruhnya sebesar Rp. 2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta rupiah) kepada Nabiel Titawano melalui transfers bank BCA cabang Pondok Indah nomor rekening 04980347678 atas nama Nabiel Titawano dalam tiga tahap, yakni tanggal 10 Juni 2015 sebesar Rp. 780.000.000,00 (tujuh ratus delapan puluh juta rupiah); tanggal 17 Juni 2015 sebesar Rp. 780.000.000,00 (tujuh ratus delapan puluh juta rupiah) dan tanggal 30 Juni 2015 sebesar Rp. 1.040.000.000,00 (satu milyar empat puluh juta rupiah)", beber Tim JPU KPK.

Lebih lanjut, Tim JPU KPK mengungkapkan, bahwa dari total uang sebesar Rp. 2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta rupiah) yang di terima Nabiel Titawano tersebut, sebesar Rp. 2.410.000.000,00 (dua miliar empat ratus sepuluh juta rupiah) diserahkan kepada Agus Suharyanto secara bertahap dengan rincian sebagai berikut :
1. Sekitar awal bulan Juni 2015 diberikan secara tunai sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
2. Tanggal 11 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Moh. Ali Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah);
3. Tanggal 11 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Dian Setiyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);
4. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Moh. Ali Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
5. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Dian Setiyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
6. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Indung Beta Ria dengan nomor 8290529507 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
7. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Moh. Ali Kuncoro dengan nomor 6105090777 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
8. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Dian Setiyawan dengan nomor 0331614687 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
9. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Indung Beta Ria dengan nomor 8290529507 sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah);
10. Tanggal 17 Juni 2015 melalui transfer ke rekening atas nama Vici Dwi Indarta sebesar Rp. 220.000.000,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah).
Sedangkan sebesar Rp. 190.000.000,00 (seratus sembilan puluh juta rupiah) dinikmati Nabiel Titawano.

Diungkapkan Tim JPU KPK pula, dari total yang diterima Agus Suharyanto seluruhnya sebesar Rp. 2.410.000.000,00 (dua milyar empat ratus sepuluh juta rupiah) itu, sebesar Rp. 2.400.000.000,00 (dua milyar empat ratus juta rupiah) diserahkan kepada Moh. Ali Kuncoro secara bertahap, dengan rincian sebagai berikut:
1. Awal Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
2. Awal Juni 2015 di kantor BPTPM Kabupaten Mojokerto sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
3. Pertengahan Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
4. Tanggal 30 Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
Sedangkan sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dinikmati Agus Suharyanto.

Dari total uang yang diterima Ali Kuncoro sebesar Rp. 2.400.000.000,00 (dua milyar empat ratus juta rupiah), selajutnya sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) diserahkan kepada Bambang Wahyuadi secara bertahap, yaitu :
1. Tanggal 11 Juni 2015 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dlanggu, Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
2. Tanggal 17 Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
3. Tanggal 30 Juni 2015 di rumah Ali Kuncoro di jalan Maret A-07 BSP Regency Mojokerto sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);

"Sedangkan sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) diserahkan kepada Khoirul Munif selaku Kepala Bidang Pelayanan Perijinan Terpadu yang mengurusi masalah pembayaran retribusi IMB, dan sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dinikmati Ali Kuncoro", ungkap Tim JPU KPK dalam persidangan yang di gelar pada Jum'at 14 September 2018 lalu.

Lebih jauh, Tim JPU KPK menguraikan, berikutnya, sesuai perintah Terdakwa, Bambang Wahyuadi kemudian menyerahkan uang fee sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) kepada Nano Santoso Hudiarto alias NONO secara bertahap, yakni :
1. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di parkiran Indomart daerah Sanggrahan Kutorejo, pada bulan Juni 2015;
2. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di sekitar masjid di daerah Meri, Mojokerto pada bulan Juni 2015;
3. Sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) diserahkan di sekitar masjid Pacing, Mojokerto, pada tanggal 30 Juni 2015.

Selanjutnya, Nano Santoso Hudiarto alias NONO atas perintah Terdakwa menyerahkan fee itu kepada Lutfi Arif Muttaqin ajudan Terdakwa secara bertahap, yakni :
1. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di parkiran Indomart daerah Sanggrahan Kutorejo;
2. Sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) diserahkan di sekitar masjid di daerah Meri, Mojokerto;
3. Sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) diserahkan di sekitar masjid Pacing, Mojokerto.

"Setelah menerima fee tersebut, Lutfi Arif Muttaqin menyimpannya di rumah dinas Terdakwa dan setelah itu melaporknnya kepada Terdakwa. Setelah fee diterima Terdakwa, kemudian dikeluarkan Izin Prinsip  Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Tower Telekomunikasi PT. Tower Bersama Infrastructure/ Tower Bersama Grup (TBG), yakni Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang ( IPPR) atas nama Pemohon  Ir. Herman Setya Budi dengan Nama Badan Usaha  PT. Solusindo Kreasi Pratama", urai Tim JPU KPK.

Selain terkait soal uang suap, dalam Surat Dakwaan yang dibacakannya, Tim JPU KPK juga menyebutkan sejumlah lokasi terkait Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Menara Telekomunikasi atas Nama Pemohon Ir. Herman Setya Budi/ nama Badan Usaha Solusindo Kreasi Pratama, sebagai berikut :

Izin Prinsip  Pemanfaatan Ruang (IPPR)
1. Di Desa Tanjungan Kecamatan Kamlagi, No: 503/1757/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
2. Di Desa Canggu Kec. Jetis, No: 503/1758/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
3. Di Desa Mlirip Kec. Jetis, No: 503/1755/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
4. Di Desa Mojolebak Kec. Jetis, No: 503/1759/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
5. Di Desa Ngabar Kec. Jetis, No: 503/1763/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
6. Di Desa Jotangan Kec. Mojosari, No: 503/1761/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
7. Di Desa Balongmojo Kec. Puri, No: 503/1760/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
8. Di Desa Mojosulur Kec. Mojosari, No: 503/1765/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
9. Di Desa Lolawang Kec. Ngoro, No: 503/1756/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015;
10. Di Desa Penompo Kec. Mlirip, No: 503/1762/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015; dan
11. Di Desa Jetis Kecamatan Jetis, No: 503/1764/416-207.4/2015 , tanggal 19-06-2015.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
1. Di Desa Tanjungan Kec. Kemlagi, No: 188/2053/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
2. Di Desa Canggu Kec. Jetis,  No: 188/2051/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
3. Di Desa Mlirip Kec. Jetis,  No: 188/2052/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
4. Di Desa Mojolebak Kec. Jetis,  No: 188/2104/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
5. Di Desa Ngabar Kec. Jetis,  No: 188/2050/416-207.4/2015, tanggal 30-06-2015;
6. Di Desa Jotangan Kec. Mojosari, No: 188/2102/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
7. Di Desa Balongmojo Kec. Puri, No: 188/2103/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
8. Di Desa Mojosulur Kec. Mojosari, No: 188/2105/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015;
9. Di Desa Lolawang Kec. Ngoro, No: 188/2101/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015; dan
10. Di Desa Penompo, Kec. Jetis, No: 188/2100/416-207.4/2015, tanggal 3-07-2015.

Selain itu, dalam Surat Dakwaan Nomor Perkara: 139/Pid.Sus-TPK/2018/PN Sby; Tanggal Surat Pelimpahan: Senin, 03 September 2018 dan Nomor Surat Pelimpahan: 82/TUT/01.03/24/09/2018 ini, Tim JPU KPK juga menyebut dugaan pengeluaran uang suap sebesar Rp. 3.030.612.247,00 (tiga miliar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus empat puluh tujuh rupiah) yang dikeluarkan PT. Protelindo dalam proses pengurusan IPPR dan IMB 11 (sebelas) Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

"Atas penyegelan 11 tower telekomunikasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), Onggo Wijaya memerintahkan Indra Mardani dan Suciatin menyelesaikannya, kemudian Indra Mardani dan Suciatin meminta bantuan Achmad Suhawi, dimana Achmad Suhawi menyanggupinya asal disediakan biaya termasuk fee untuk Terdakwa. Akhirnya disepakati biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Terdakwa seluruhnya sebesar Rp. 3.030.612.247,00 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus empat puluh tujuh rupiah)", sebut Tim JPU KPK.

Lebih jauh lagi, Tim JPU KPK memaparkan, setelah ada kesepakatan, pada awal bulan Juni 2015 Achmad Suhawi menemui Terdakwa di vila milik Terdakwa, meminta bantuan terkait penyegelan tower telekomunikasi milik PT. Protelindo, dimana Terdakwa menyampaikan agar di urus melalui BPTPM Kabupaten Mojokerto. Setelah pertemuan, Achmad Suhawi menemui Bambang Wahyuadi, dimana Bambang menyampaikan bahwa tower telekomunikasi di segel karena perijinannya belum lengkap, untuk itu agar dilengkapi dan di bayar dendanya, serta perijinan tidak bisa di proses sebelum ada disposisi dari Terdakwa.

Karena merasa kesulitan, Achmad Suhawi kemudian meminta bantuan pengurusan ijin tower Protelindo tersebut kepada Subhan Wakil Bupati Malang  periode 2010 - 2015, dimana Ahmad Subhan menyanggupinya. Untuk itu, Subhan kemudian menemui Bambang Wahyuadi meminta agar dibantu proses pengurusan ijin tower PT. Protelindo dimaksud. Dimana Bambang Wahyuadi menyampaikan, untuk pengurusan ijin tersebut disediakan fee untuk Terdakwa sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya, sehingga untuk 11 (sebelas) tower fee yang harus disediakan sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah).

Selanjutnya, Ahmad Subhan lalu menyampaikan kepada Achmad Suhawi, bahwa untuk pengurusan tower telekomunikasi tersebut diperlukan biaya termasuk fee untuk Terdakwa seluruhnya sebesar Rp. 2.460.000.000,00 (dua milyar empat ratus enam puluh juta rupiah). Atas informasi itu, Achmad Suhawi kemudian menyampaikan kepada Onggo Wijaya bahwa biaya pengurusan ijin termasuk fee Terdakwa yang dibutuhkan sebesar Rp. 3.030.612.255,00 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah), lebih besar dari yang di minta Ahmad Subhan.

Atas permintaan Achmad Suhawi tersebut, Onggo Wijaya menyanggupinya, dan sebagai realisasinya, dalam rentan waktu bulan Mei sampai dengan Oktober 2015, Onggo Wijaya memberikan uang kepada Achmad Suhawi seluruhnya sebesar Rp. 3.030.612.255,00 (tiga miliar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah) secara bertahap melalui transfer ke rekening CV Sumanjaya Citra Abadi dengan rincian :
1. Tanggal 8 Mei 2015 sebesar Rp. 1.515.306.133,00 (satu milyar lima ratus lima belas tiga ratus enam ribu seratus tiga puluh tiga rupiah);
2. Tanggal 25 Juni 2015 sebesar Rp. 757.653.061,00 (tujuh ratus lima puluh tujuh juta enam ratus lima puluh tiga ribu enam puluh satu rupiah);
3. Tanggal 15 Oktober 2015 sebesar Rp. 482.142.857,00 (empat ratus delapan puluh dua juta seratus empat puluh dua ribu delapan ratus lima puluh tujuh rupiah);
4. Tanggal 22 Oktober 2015 sebesar Rp. 275.510.204,00 (dua ratus tujuh puluh lima juta lima ratus sepuluh ribu dua ratus empat rupiah);

Dari total uang yang diterima Achmad Suhawi sebesar Rp. 3.030.612.255,00 (tiga milyar tiga puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah), sebesar Rp. 2.460.000.000,00 (dua milyar empat ratus enam puluh juta rupiah) diberikan kepada Ahmad Subhan secara bertahap melalui cek dan transfer dengan rincian sebagai berikut :
1. tanggal 16 Juni 2015 sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) di hotel Utami Surabaya;
2. tanggal 17 Juni 2015 sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) di hotel Mercure Surabaya;
3. tanggal 23 Juni 2015 sebesar Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) di bank BRI cabang Jembatan Merah Surabaya;
4. tanggal 25 Juni 2015 secara tunai sebesar Rp. 850.000.000,00 (delapan ratus lima puluh juta rupiah) di bank BRI Mojokerto cabang Mojopahit;
5. tanggal 17 September 2015 melalui cek  sebesar Rp. 460.000.000,00 (empat ratus enam puluh juta rupiah) di gedung Bidakara;
Sedangkan sisanya sebesar Rp. 570.612.255,00 (lima ratus tujuh puluh juta enam ratus dua belas ribu dua ratus lima puluh lima rupiah) dinikmati Achmad Suhawi.

"Sebelum Subhan menerima uang dari Achmad Suhawi, yakni pada tanggal 20 Mei 2015, Subhan menemui Bambang Wahyuadi, menyampaikan bahwa PT Protelindo sanggup memberikan uang untuk biaya pengurusan ijin termasuk fee untuk Terdakwa, seluruhnya sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) atau sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per-towernya, dan ia akan memberikan uang muka terlebih dahulu sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) untuk Terdakwa", papar Tim JPU KPK.

Tim JPU KPK menegaskan, setelah pertemuan itu, Bambang Wahyuadi meminta Khoirul Munif untuk segera memfinalisasi berkas permohonan pengurusan ijin tower telekomunikasi milik PT. Protelindo yang berjumlah 11 tower.

"Pada tanggal 24 Juni 2015, Bambamg Wahyuadi menemui Terdakwa di ruang kerjanya mengajukan permohonan rekomendasi pendirian 11 menara (tower) telekomunikasi dari PT. Protelindo guna mendapatkan disposisi dari Terdakwa. Sebelum memberikan disposisi, Terdakwa menanyakan fee sebagaimana pernah disampaikan sebeumnya kepada Bambang Wahyuadi dan mendapat jawaban uang fee telah disanggupi pihak Protelindo tetapi belum diberikan, untuk itu Terdakwa meminta agar fee secepatnya diminta, lalu Terdakwa memberikan paraf dan disposisi untuk di tindak-lanjuti", tegas Tim JPU KPK

Ditandaskannya, pada tanggal 25 Juni 2015, tambah Tim JPU KPK, Ahmad Subhan SUBHAN dan Achmad Suhawi melakukan pertemuan dengan Bambang Wahyuadi di perumahan Griya Permata Meri – Kota Mojokerto, guna menyerahkan uang muka sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) sebagai fee untuk Terdakwa.

"Sebagaimana perintah Terdakwa sebelumnya, agar uang fee diserahkan melalui Nano Santoso Hudiarto alias NONO, maka Bambang Wahyuadi kemudian menghubungi Nano Santoso Hudiarto alias NONO meminta datang ke perumahan Griya Permata Meri - Mojokerto (Red: Kota Mojokerto) guna mengambil uang tersebut. Sesampainya, Nano Santoso Hudiarto alias NONO di tempat tersebut, Subhan kemudian menyerahkan uang sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) kepada Nano Santoso Hudiarto alias NONO", tandasnya.

Setelah menerima uang, tambah Tim JPU KPK, Nano Santoso Hudiarto alias NONO meminta Lutfi Arif Muttaqin menemuinya di daerah Mojosari Kabupaten Mojokerto.

"Dan, setelah Lutfi Arif Muttaqin datang, Nano Santoso Hudiarto alias NONO menyerahkan uang sebesar  Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) itu kepada Lutfi Arif Muttaqin. Yang mana, oleh Lutfi Arif Muttaqin kemudian di simpan di meja kerja ruang dinas Terdakwa dan melaporkannya kepada Terdakwa", tambahnya.

Lebih dalam, dalam pembacaan Surat Dakwaan terhadap terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mijokerto, Tim JPU KPK menguraikan, setelah uang fee di terima Terdakwa, Izin Prinsip Penataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas 11 Tower Telekomunikasi milik PT. Protelindo atas nama Pemohon Indra Mardhani / Prusahaan PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (PT. Protelindo) diterbitkan, seperti berikut :

Izin Prinsip Penataan Ruang (IPPR)
1. Lokasi Menara: di Desa Sooko Kec. Sooko; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2286/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
2. Lokasi Menara: di Desa Gembongan Kec. Gedeg; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2291/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
3. Lokasi Menara: di Desa Jetis Kec. Jetis; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2284/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
4. Lokasi Menara: di Desa Padusan Kec. Pacet; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2290/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
5. Lokasi Menara: di Desa Kepuhanyar Kec. Mojoanyar ; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2292/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
6. Lokasi Menara: di Desa Tambakagung Kec. Puri; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2285/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
7. Lokasi Menara: di Desa Pakis Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2294/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
8. Lokasi Menara: di Desa Peterongan Kec. Bangsal; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2287/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
9. Lokasi Menara: di Desa Temon Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2288/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
10. Lokasi Menara: di Desa Watesnegoro Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2289/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;
11. Lokasi Menara: di Desa Purwojati Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IPPR: 503/2293/416-207.5/2015, Tgl. 19-08-2015;

Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
1. Lokasi Menara: di Desa Sooko Kec. Sooko; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2757/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
2. Lokasi Menara: di Desa Gembongan Kec. Gedeg; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2767/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
3. Lokasi Menara: di Desa Jetis Kec. Jetis; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2758/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
4. Lokasi Menara: di Desa Padusan Kec. Pacet; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2759/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
5. Lokasi Menara: di Desa Kepuhanyar Kec. Mojoanyar; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2760/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
6. Lokasi Menara: di Desa Tambakagung Kec. Puri; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2761/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
7. Lokasi Menara: di Desa Pakis Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2762/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
8. Lokasi Menara: di Desa Peterongan Kec. Bangsal; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2763/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
9. Lokasi Menara: di Desa Temon Kec. Trowulan; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2764/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
10. Lokasi Menara: di Desa Watesnegoro Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2765/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015;
11. Lokasi Menara: di Desa Purwojati Kec. Ngoro; Nomor dan Tgl. IMB: 188/2766/416-207.4/2015, Tgl. 16-09-2015.

Diuraikannya pula, bahwa Terdakwa mengetahui atau patut dapat menduga bahwa uang seluruhnya sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) yang diterimanya dari Okyanto Rp. 2.200.000.000,00 (dua milyar dua ratus juta rupiah) dan dari Onggo Wijaya sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso Hudiarto alias NONO dan Lutfi Arif Muttaqin, diberikan supaya Terdakwa selaku Bupati Mojokerto memberikan rekomendasi terbitnya Izin Prinsip Penataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya Tower Telekomunikasi PT. Tower Bersama Infrastrcture/ Tower Bersama Grup (TBG) dan PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) di wilayah Kabupaten Mojokerto, padahal bertentangan dengan kewajiban Terdakwa sebagaimana dimasud dalam:

• Pasal 5 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Angka 4 yang menyatakan: " Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme".
Angka 6 yang menyatakan: "Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung-jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

•Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang menyatakan: "Setiap PNS dilarang: menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapa pun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya".

"Perbuatan Terdakwa memenuhi unsur sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junnto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana", tandas Tim JPU KPK.

Seperti diketahui, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan IPPR dan IMB Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, sebelumnya, KPK telah menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto bersama 2 (dua) orang lainnya sebagai tersangka.

MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Ockyanto selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (Tower Bersama Group)  dan Onggo Wijaya selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap.

KPK menduga, MKP selaku Bupati Mojokerto merima 'suap' bernilai sekitar Rp. 2,7 miliar dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure (Tower Bersama Group) dan Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB atas pembangunan 22 tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' yang diduga kuat diperbuat Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto, KPK menyangka, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sedangkan terhadahap Ockyanto dan Onggo Wijaya, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sementara itu, MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka atas 2 (dua) perkara dugaan tindak pidana korupsi. Yang pertama, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) puluhan tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Dalam perkara kedua, MKP selaku Bupati Mojokerto dan Zainal Abidin (ZAB) selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Mojokerto, ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'gratifikasi' berupa penerimaan fee proyek-proyek infrastruktur Pemkab Mojokerto. Yang dalam hal ini, keduanya diduga menerima fee proyek infrastruktur jalan tahun 2015 sebesar Rp. 3,7 miliar. *(DI/HB)*


BERITA TERKAIT :
> Sidang Ke-10 Terdakwa Bupati Non Aktif Mojokerto, JPU KPK Hadirkan Direktur PT Protelindo Dan 4 Saksi Swasta Lainnya
> KPK Tahan Lima Tersangka Terkait Perkara Dugaan Suap Bupati Mojokerto
> KPK Tetapkan Tiga Tersangka Baru Terkait Perkara Dugaan Suap Bupati Mojokerto MKP
> Sidang Ke-9 Dugaan Suap Bupati Non Aktif Mojokerto MKP, Pengurusan Perijinan 11 Tower BTS Hanya 1 Hari ?