Selasa, 11 Desember 2018

Dituntut 6 Bulan Penjara Masa Percobaan 1 Tahun, Kades Sampangagung Bandingkan Dengan Tuntutan Pembakar Bendera HTI

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang di ruang Cakra kantor Pengadilan Negeri Mojokerto saat  terdakwa Suhartono selaku Kades Sampangagung Kec. Jatirejo Kab. Mojokerto mendengarkan Dakwaan Tim JPU Kejari Mojokerto, Selasa (11/12/ 2018).

Kab. MOJOKERTO (harianbuana.com).
Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana pelanggaran Pemilu yang menjerat Kepala Desa Sampangagung Suhartono kembali digelar di ruang Cakra kantor Pengadilan Negeri Mojokerto hari ini, Selasa 11 Desembet 2018, dengan agenda Pembacaan Tuhtutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto terhadap terhadap terdakwa Suhartono selaku Kades Sampangagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

Majelis Hakim yang diketuai Hendra Hutabarat membuka sidang sekitar pukul 13.30 WIB. Suhartono memasuki dengan memakai seragam dinas Kades Mojokerto sembari melemparkan senyum dan mengacungkan dua jari ke sejumlah awak media. Sementara ratusan warga Desa Sampangagung turut hadir untuk memberi mendukung moral kepada Kadesnya yang akrab dengan sapaan NONO ini.

Beberapa saat setelah membuka persidangan dan memastikan kesiapan para pihak, Majelis Hakim memberikan waktu sepenuhnya kepada Tim JPU Kejari Kabupaten Mojokerto untuk membacakan Tuntutannya terdahap terdakwa Suhartono selaku Kades Sampangagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.


Salah-satu suasana di luar sidang saat Kades Sampangagung Suhartono di bopong warga Desa Sampangagung pendukungnya, usai sidang, Selasa (11/12/ 2018), di area kantor PN Mojokerto.

Dalam pembacaan Surat Tuntutannya, Ivan Yoko selaku Tim JPU Kejari Kabupaten Mojokerto memaparkan, Terdakwa di duga memerintahkan Ketua Karang Taruna, Sunardi, yang dalam perkara ini berstatus sebagai Saksi, untuk memesan dan memasang spanduk ucapan selamat datang dan dukungan kepada bagi Cawapres Sandiaga Uno yang akan melakukan kampanye di kawasan Wisata Air Panas Padusan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

“Menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Mojokerto yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: Satu, menyatakan terdakwa Suhartono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, Kepala Desa dilarang membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu (Pilpres) selama masa kampanye", papar JPU Kejari Kab. Mojokerto Ivan Yoko, tandas.

Ivan Yoko yang juga menjabat sebagai Kasi Barang Bukti Kejaksaan Negeri Mojokerto menegaskan, atas perkara dugaan tindak pidana Pemilu yang di duga dilakukannya, Suhartono selaku Kades Sampangagung dituntut untuk dijatuhi hukuman penjara 6 (enam) bulan dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun dan dikenakan denda Rp. 12 juta subsider 2 (dua) bulan kurungan.

“Pasal 490 junto Pasal 282 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dalam dakwaan kami, dengan pidana penjara selama 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun dan denda sebesar Rp 12 juta subsider 2 bulan bulan kurungan penjara. Tiga menyatakan barang bukti berupa, satu DVD merek gl pro yang berisi rekaman video tindak pidana pelanggaran Pemilu", tegas Ivan.

Meskipun, hakim memvonis dengan tuntutan yang sama, Suhartono tidak dijebloskan ke penjara. Nono sapaan akrab Suhartono akan dijebloskan ke penjara, jika selama satu tahun dirinya melakukan kesalahan yang sama.


Salah-satu suasana di luar sidang saat Kades Sampangagung Suhartono di bopong warga Desa Sampangagung pendukungnya, usai sidang, Selasa (11/12/ 2018), di area kantor PN Mojokerto .

Usai persidangan, Kades Sampangagung, Suhartono yang dikenal nyentrik ini menyatakan, tuntutan yang diajukan JPU Kejari Kab. Mojokerto terhadapnya di nilai tidak adil. Karena selama ini menurutnya tidak ada sosialisai dari pihak terkait manapun tentang larangan turut berkampanye bagi Kepala Desa.

“Tidak adil sekali, karena dari unsur ketidak-tahuan ini, tidak ada sosialisasi dari Bawaslu maupun dari pihak manapun, bahwa Kepala Desa tidak boleh ikut dalam kampanye, tidak ada edaran, tidak ada sosialisasi. Jadi kalau dituntut 6 bulan masa percobaan 1 tahun denda Rp.12 juta itu sangat jomplang sekali", lontar Suhartono, kepada sejumlah awak media.

Atas Tuntutan Tim JPU Kejari Kab. Mojokerto tersebut, Suhartono pun menuding Jaksa dan Aparat Hukum hanya menjadi alat yang mengutamakan kepentingan penguasa saat ini. Menurutnya, sangat njomplang jika dibanding dengan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid mirip atribut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Karena apa? Pembakaran bendera tauhid hanya lima hari, dua ribu rupiah dendanya. Jadi, sangat tajam ke bawah. Jadi, nggak bener (penegakan hukum) di rezim sontoloyo dan partai genderuwo ini", tuding pria kelahiran 54 tahun silam ini.

Rezim ‘sontoloyo’ dan ‘politik genderuwo’ yang dimaksud Nono, merujuk pada celetukan Presiden Joko Widodo saat berpidato. Kedua istilah ini kemudian viral dan ramai diperbincangkan berbagai kalangan.

Pernyataan Jokowi menyebut banyak politisi sontoloyo mengacu pada sejumlah elit politik kubu oposisi yang mengkritik keras program baru pemerintahannya yakni pembagian dana kelurahan senilai total Rp. 3 triliun.

Sedangkan politik genderuwo yang disebut Jokowi sebagai sindiran terhadap lawan politik yang kerap mempertontonkan gerakan yang cenderung menakuti dan menimbulkan kekhawatiran pada rakyat.

Sementara Abdul Malik, Penasehat Hukum terdakwa Suhartono menyatakan, pihaknya akan mengajukan pledoi yang diagendakan dalam persidangan besok, Rabu (12/12/2018). Menurutnya, dalil dakwaan yang menjadi dasar Tuntutan JPUVterhadap kliennya sangat lemah. Suhartono dijerat pasal 490 juncto pasal 282 UUPemilu.

“Pasal 490 (UU Pemilu) ini sangat riskan, menyangkut kampanye. Klien kami tidak melakukan kampanye, jadwal kampanye tidak ada", kata Malik.

Malik pun menyebut, ada frasa diuntungkan atau dirugikan dalam pasal tersebut. Menurutnya pula, tidak ada unsur yang membuktikan perbuatan kliennya menguntungkan pihak lain (Cawapres Sandiaga Uno).

"Siapa yang diuntungkan atau dirugikan. Hukum pidana itu mengenal asas barang siapa (yang dirugikan). Lha ini tidak ada yang dirugikan", sebutnya.

Terkait itu, pihaknya selaku Penasehat Hukum Terdakwa berharap, Majelis Hakim bisa teliti mengaji fakta perkara dan fakta persidangan. Dengan demikian, perkara kliennya bisa diputus secara adil.

“Mudah-mudahan Majelis Hakim jeli melihat perkara ini. Memutuskan sesuai hati nuraninya", ujar Malik. *(DI/HB)*