Kamis, 03 Januari 2019

Dewan Siap Buka Pintu Samping Jika Warga Sulit Masuk Kantor Pemkot Mojokerto

Baca Juga

Dari kiri: Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik dan Ketua DPRD Kota Mojokerto Febriyana Meldyawati saat diwawancarai sejumlah wartawan di kantor DPRD Kota Mojokerto, Kamis (03/01/2018) siang.

Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Kebijakan "Tamu Wajib Lapor" yang diberlakukan Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari sejak Rabu (02/01/2018) kemarin, menuai tanda-tanya besar bagi kalangan DPRD Kota Mojokerto. Bahkan, Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tampak satu suara, yakni heran atas pemberlakuan kebijakan tersebut. Pasalnya, kebijakan "Tamu Wajib Lapor" melalui serangkaian proses atau tahapan tersebut bertolak belakang dengan semangat pelayanan, demokrasi dan transparansi.

"Kami tahu dari media baru kemarin (Rabu, 02/01/2019) malam waktu buka-buka internet dan sekarang ini dari teman-teman wartawan yang minta pendapat kami. Kalau kebijakan itu benar, justru itu yang menjadi pertanyaan kami. Ada apa ini...!? Terlebih sampai menutup beberapa pintu akses masuk, apa yang yang disembunyikan...!?", ujar Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) Junaedi Malik, Kamis (03/01/2019) siang.

Dewan menilai, kebijakan yang diberlakukan Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari tersebut sangat bertolak-belakang dengan semangat "Profesional dan adil dalam melayani masyarakat" juga kontradiksi dengan semangat "Mewujudkan partisipasi masyarakat melalui pemberian akses dan kesempatan dalam pembangunan" sebagaimana dalam misi Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari yang terakhir kali di publikasi secara terbuka untuk umum ditengah berlangsungnya Sidang Paripurna DPRD Kota Mojokerto tentang Serah Terima Jabatan Wali Kota Mojokerto pada Jum'at (21/12/2018) yang baru lalu.

"Dengan adanya misi ketiga Wali Kota Mojokerto yang berbunyi 'Mewujudkan Pemerintah Daerah Yang Efektif, Demokratis, Bersih, Peofesional dan Adil Dalam Melayani Masyarakat' dan Misi keenamnya berbunyi 'Mewujudkan Partisipasi Masyarakat Melalui Pemberian Akses dan Kesempatan Dalam Pembangunan' seharusnya Pemkot memberikan akses dan pelayanan kepada masyarakat yang lebih luas dan lebih baik lagi, bukannya malah mempersempit akses dengan sekrening dan menutup beberapa pintu seperti itu", tegas Junaedi Malik.

 
Salah-satu pintu samping kantor Sekretariat Pemkot Mojokerto selama ini bisa di akses oleh siapapun mulai Rabu (03/01/2019) ditutup rapat-rapat.

Junaedi Malik menandaskan, jika masyarakat, LSM maupun wartawan kesulitan masuk area Pemkot, pihaknya mempersilahkan meggunakan password "Saya mau ke DPR". Dan, jika saja masih kesulitan, pihaknya akan membuka pintu belakang (samping) yang tembus dengan area GOR dan Seni Mojopahit.

"Kami minta teman-teman wartawan ikut mengawal kebijakan tersebut, jika masyarakat dan teman-teman kesulitan masuk Pemkot, gunakan saja password 'Saya mau ke DPR'. Kalau masih kesulitan masuk, saya bukakan pintu belakang (Red: pintu samping gedung DPRD Kota Mojokerto yang tembus dengan area GOR dan Seni Mojopahit). Kenapa begitu? Karena jelas ini menghambat pelayanan masyarakat. Misal ada masyarakat awam yang ingin menemui DPR, kalau diperlakukan seperti itu, tentu akan enggan masuk. Kita ini wakil rakyat, masak rakyat ingin ketemu wakilnya kesulitan. Kantor kita kan satu lokasi, mestinya kalau memberlakukan kebijakan seperti itu etikanya ya komunikasi lah...!", tandas politisi PKB ini.

Hal senada pun di ungkapkan oleh Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PDI Perjuangan  (F-PDI Perjuangan) Febriyana Meldyawati. Melda, sapa'an akrab Ketua DPRD Kota Mojokerto Febriyana Meldyawati pun mengungkapkan keheranannya atas kebijakan yang ditelurkan Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari tersebut. Bagi Melda, tak-ada alasan mendasar untuk memberlakukan kebijakan yang dirasanya malah bisa menghambat pelayanan masyarakat tersebut.

"Betul apa yang disampaikan pak Wakil Ketua (Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik). Kami sebelumnya tidak tahu atas pemberlakuan kebijakan itu. Kalau benar kebijakan itu diberlakukan, justru itu menjadi pertanyaan bagi kami. Selama ini kita semua kan tahu, tidak ada hal-hal atau kejadian-kejadian rawan atau membahayakan keamanan, khususnya di Pemkot? Nah... ini kok tiba-tiba saja diberlakukan kebijakan yang seolah-olah dalam suasana genting, ada apa ini...!? Kan aneh ini..., tiba-tiba saja para tamu diskrening dan semua pintu di tutup serta hanya di beri akses satu pintu yang  dilengkapi kaca sensor", ungkap Melda.

Melda pun menilai, kebijakan tersebut akan menghambat pelayanan masyarakat. Pasalnya, kebijakan tersebut akan menjadi penghalang bagi masyarakat ketika akan berkunjung ke gedung Dewan yang berlokasi satu area dengan kantor Pemkot Mojokerto.

"Kalau harus wajib lapor ke petugas Satpol PP di pos penjagaan pintu masuk dan diribetkan dengan tahapan yang macam-macam, tentunya masyarakat awam akan kesulitan. Gedung Dewan ini adalah rumah rakyat dan merupakan wadah atau tempat untuk masyarakat menyampaikan aspirasinya, kenapa harus dihalangi? Lagipula, kita-kita ini adalah wakil rakyat, kenapa rakyat untuk menemui wakilnya harus kesulitan? Harusnya, sebelum membuat Perwali tentang Tamu Wajib Lapor ini ya komunikasi lah. Kan kantor kita satu lokasi dengan Pemkot?", ujar Melda dengan nada penuh tanya.

Junaedi Malik kembali menegaskan, bahwa semua kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) harus ada payung hukumnya. Terkait itu, pihaknya berjanji akan mempertanyakan Perwali tentang Tamu Wajib Lapor ini. Pasalnya, pihak Dewan hanya baru dengar-dengar saja adanya pemberlakuan kebijakan tersebut.

"Detailnya bagaimana isi Perwali tersebut kita belum tahu. Yang jelas, semua kebijakan Pemerintah Daerah harus ada payung hukumnya. Nanti kalau Perwalinya sudah kita dapatkan, akan kita pelajari. Era demokrasi sekarang ini harus mengedepankan transparansi atau keterbukaan dan pelayanan masyarakat. Kenapa ini kok harus dipersulit dan seolah-olah malah dibatasi dengan menutup beberapa pintu seperti itu?", tegas Junaidi Malik penuh keheranan.

Diberitakan sebelumnya, mulai Rabu 02 Januari 2019, untuk masuk ke area kantor Sekretariat Pemkot Mojokerto diperketat. Siapapun yang berkepentingan dengan birokrasi maupun pejabat yang berkantor di lingkungan kantor Sekretariat Pemkot Mojokerto, harus terlebih dahulu lapor petugas Satpol PP yang disiagakan di pintu gerbang kantor Sekretariat Pemkot Mojokerto, baru kemudian oleh perugas diarahkan ke bagian resepsionis.

Saat di resepsionis, tamu atau pengunjung harus menyerahkan Kartu Tanda Penduduk atau kartu identitas lainnya yang sah dan masih berlaku serta mengisi buku tamu yang isiannya menyebutkan nomer kunjungan, tanggal kunjungan, nama pengunjung, alamat pengunjung, tujuan kunjungan, nomer telepon/ Ponsel dan tanda-tangan pengunjung. Setelahnya, pengunjung akan di beri kalung ID Cart (kartu) Tamu untuk di pakai selama berkepentingan dalam lingkungan kantor sekretariat Pemkot Mojokerto.

Tak tanggung-tanggung, dari 4 (empat) pintu keluar-masuk dalam lingkungan kantor Sekretariat maupun kantor Wali Kota Mojokerto, hanya pintu utama menuju lobi yang dilengkapi kaca sensor saja yang bisa dilewati pengunjung atau tamu maupun pegawai Pemkot. Sedangkan 3 (tiga) pintu keluar-masuk lainnya sebelum-sebelumnya bisa di akses, mulai Rabu (02/01/2019) pagi di tutup rapat rapat dan ditempeli tulisan "DILARANG MASUK SILAHKAN MELALUI PINTU UTAMA". *(Yani/DI/HB)*


BERITA TERKAIT :
> Masuk Kantor Pemkot Mojokerto Wartawan Pun Harus Pakai ID Cart Tamu ?