Kamis, 07 Maret 2019

Melasti, Mengiringi Para Dewata Menghanyutkan Penderitaan Papa Klesha Dan Kekotoran Alam Semesta

Baca Juga

Jro Made Supatra Karang



Oleh: Jro Made Supatra Karang

Dalam Lontar Sang Hyang Aji Swamandala disebutkan, “Melasti ngarania ngiring prewatek Dewata anganyutaken laraning jagat, papa klesha, letuhing bhuwana“. Artinya, Melasti adalah mengiringi Para Dewata untuk menghanyutkan penderitaan, disebut Papa Klesha, dan kekotoran alam semesta.

“Papa Klesha” dalam hal ini maksudnya adalah sifat ketidak-sempurnaan atau ketidak-berdayaan Atman. 
Ada 5 Klesha, disebut "PANCA KLESHA" yang melekat pada setiap insan manusia, sehingga terjebak pada kondisi Papa, yakni:

1. AWIDYA :  Tidak mampu memahami diri sendiri dan alam semesta. Pertama, menganggap diri adalah tubuh yang memiliki jiwa, sehingga tubuh yang mengendalikan kita, yang benar kita adalah jiwa yang memiliki tubuh, sehingga kitalah yg mengendalikan tubuh. Kedua, menganggap dunia ini sebagai satu-satunya rumah, sehingga lebih disibukkan oleh urusan-urusan duniawi, Seharusnya: dunia ini hanya tempat persinggahan sementara. Dan terakhir, terjebak dalam DUALITAS dan DIKOTOMI-DIKOTOMI, laki-perempuan, tua-muda, pintar-bodoh, kaya-miskin, terang-gelap, panas-dingin, bahagia-derita, dst. Jebakan ini yang membuat kita selalu dalam kebingungan lalu tak mampu lagi membedakan mana Dharma dan mana Adharma. Kondisi AWIDYA adalah AKAR dari segala penderitaan yg kita alami di dunia ini.

2. ASMITA :  EGO atau karakter emosional (sedih, marah, kecewa, menderita) yang tidak terkendali. Kita menjalani hidup di bawah kendali emosi, seharusnya kita hidup dalam tuntunan kesadaran (kecerahan). Hidup dalam ketidaksadaran membuat kita makin terpuruk dalam kubangan penderitaan. Untuk menghilangkan ASMITA, yang perlu kita lakukan adalah selalu mengasah kesadaran, tidak menuruti emosi. Praktik yang paling dianjurkan adalah bermeditasi atau beryoga.

3. RAGA :  Menganggap sumber kebahagiaan berada di luar diri sendiri. Klesha ini membuat kita lebih mencintai hal-hal di luar diri kita sendiri, padahal kita tidak punya kemampuan untuk mengendalikan mereka. Sumber kebahagiaan kita sesungguhnya ada di dalam diri kita sendiri, bukan di luar.

4. DWESA :  Menganggap sumber duka berada di luar diri sendiri. Klesha ini melahirkan kekhawatiran, kecurigaan, prasangka dan suka menyalah-nyalahkan. Sebagaimana kebahagiaan, sumber penderitaan juga berada di dalam diri kita. Selama klesha 1, 2 dan 3 di atas masih melekat pada diri kita maka bisa dipastikan penderitaan akan selalu berada di sekitar kita.

5. ABINHIWESA : Takut pada kematian. Klesha ini adalah sumber ketakutan dan kekhawatiran manusia. Hampir semua perilaku manusia dipicu oleh rasa takut akan kematian, terutama perilaku adharma. Takut ditinggal mati oleh orang tua kita, pasangan hidup kita, anak-cucu kita, para sahabat dan orang-orang yang kita cintai. Padahal Kematian itu Niscaya sifatnya, cepat atau lambat pasti datang.
Kelima Klesha itulah sumber lara (penderitaan) manusia yang perlu dilebur dan dihanyut untuk membersihkan diri sendiri. Namun sastra menyebutkan bahwa dengan kesungguhan dan upaya yang terus-menerus seseorang bisa samasekali terbebas dari papa klesha. Itu sebabnya, selama hidup di dunia ini kita terus berupaya membersihkan diri.
*(Bhuana Alit)* dan alam semesta *(Bhuana Agung)*.
Salam rahayu....(Jro Made Supatra Karang)