Kamis, 21 Maret 2019

Soal Uang Sitaan KPK Di Laci Meja Kerja, Menag: Semua Uang Itu Adalah Honor-honor Saya Selama Menjadi Menteri

Baca Juga

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani membeber pengakuan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin soal uang Rp. 180 juta dan USD 30.000, yang ditemukan dan di sita Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) dari laci meja-kerja di ruang-kerja Menag Luman Hakim, dalam penggeledahan yang dilakukan tim penyidik KPK pada Senin (18/3/2019) lalu.


Arsul Sani pun mengaku, bahwa dirinya berkomunikasi dengan Menag Lukman Hakim Saifuddin, pasca penggeledahan tersebut. "Ya tentu Pak Arwani (Waketum PPP), saya, itu kan setelah adanya penyitaan sejumlah uang ya dari ruang kerja Pak Menteri Agama, kami tentu berkomunikasi dengan Pak Menteri Agama, karena beliau kan memang kader PPP", kata Arsul Sani di Kantor DPP PPP, Jakarta, Rabu (20/3/2019).

Dari komunikasi tersebut, Lukman Hakim Saifuddin mengaku kepada Arsul Sani, jika uang yang disita KPK merupakan honor-honornya selama menjabat Menteri Agama. Lukman Hakim Saifuddin juga memastikan kepada Arsul Sani, jika uang tersebut halal.

"Pak Menteri Agama menyampaikan, 'Mas, itu tidak ada uang yang aneh-aneh. Semua uang itu adalah honor-honor saya selama menjadi menteri, dan itu ada dalam begitu banyak amplop'. Kira kira seperti itu. Jadi, itu semuanya adalah uang halal, uang sah", tegas Arsul Sani.

Arsul Sani, mempercayai pengakuan  Lukman Hakim Saifuddin. Ia pun menyatakan dapat memahami situasi dari pengakuan Lukman Hakim Saifuddin. Menurut Asrul Sani, Lukman Hakim Safiuddin merupakan sosok figur yang bersih.

Asrul Sani juga membayang keadaan tersebut seperti dirinya sebagai anggota Dewan, yang sering menaruh uang honor di ruang kerja. "Saya membayangkan, sekali lagi, bisa jadi benar, bisa jadi salah. Saya kan juga anggota DPR, sering kali juga kan terima honor kan? Pansus, Panja. Karena itu sering juga kita taruh saja di ruang kerja kita, di lemari. Makanya kalau di DPR itu kan ada istilah PAC, anggota DPR PAC, Pengumpul Amplop Cokelat", ujar Asrul dengan nada canda.

Asrul Sani kembali membayangkan keadaan kondisi Menag seperti dirinya dan anggota Dewan lainnya yang sering menaruh uang honor di ruang kerja.
"Saya membayangkan situasinya Pak Menag seperti kami juga beberapa yang di DPR. Karena memang uang itu seperti itu biasanya kan kalau di DPR misalnya ada tamu dari daerah jauh, kadang pulangnya juga minta kan uang transportasi dan lain sebagainya. Itu kita pergunakan seperti itu", jelasnya.

"Nah, penjelasan Pak Menag seperti itu, dan itu langsung saya pahami bahwa situasinya kurang lebih sama dengan kami yang di DPR juga", tambahnya.

Namun demikian, Arsul Sani tak mengetahui sejak kapan Lukman Hakim Saifuddin menaruh uang honor di ruangannya. Terkait itu, Arsul Sani justru berharap KPK memberi klarifikasi terkait bagaimana keadaan ketika uang disita oleh KPK. M|nurut Asrul, hal itu untuk menghindari prasangka buruk seolah-olah uang tersebut benar hasil suap.

"Itu kan biasanya tidak kemudian menjadi satu gepok ada dalam beberapa amplop. Nah, saya kira yang kita perlu klarifikasi juga ke KPK, kan yang disampaikan KPK itu kan total jumlahnya, tapi kok tidak menjelaskan bagaimana keadaan ketika uang itu disita? Apakah misalnya dalam begitu banyak amplop yang katakanlah itu kecil-kecil, mungkin ada yang 2 juta, 3 juta, dan apa ada tulisannya atau tidak di amplop itu", tukasnya.

"Nah, ini kan yang tidak dijelaskan oleh KPK. Saya berharap KPK bisa menjelaskan, sehingga tidak berkembang kemudian prasangka atau suuzan bahwa seolah-olah itu menteri uangnya pasti uang suap tidak halal dan sebagainya. Saya kira kita usulkan kepada KPK agar baiknya dijelaskan juga", imbuhnya.

Sementara itu, KPK mengungkap jumlah uang yang di sita  hasil penggeledahan dari ruang kerja Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin pada Senin (18/3/2019) malam. Dimana, tim penyidik KPK menggeledah ruang kerja Lukman Hakim Saifuddin terkait kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) yang menjerat mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi.

"Setelah dihitung, jumlah uang yang ditemukan di laci meja kerja di ruang Menteri Agama tersebut sekitar Rp. 180 juta dan USD 30 ribu", ungkap Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (19/03/2019).

Febri Diansyah menegaskan, Tindakan lebih lanjut, KPK menyita sejumlah uang tersebut. "Sebagai bagian dari penanganan perkara, kami melakukan penyitaan terhadap uang tersebut, dan dokumen-dokumen yang relevan dengan perkara di Kemenag dan PPP", tegasnya.

Ditegaskannya pula, bahwa peluang memanggil Menag sangat terbuka. Sebab, penyidik perlu menanyakan semua temuan mereka di lapangan kepada pihak-pihak terkait. “Apalagi, ada beberapa dokumen dan uang yang diamankan dan disita dari ruangan Menteri Agama,” kata Febri Diansyah kepada wartawan.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menandaskan, KPK tidak akan pandang bulu dalam menangani suatu perkara. Siapa pun yang terlibat, yang terlibat dalam suatu perkara, pasti akan diproses. “Tentu sudah kami identifikasi (pihak lain yang diduga terlibat. Tapi, sampai saat ini belum bisa kami sampaikan karena hal itu terkait dengan materi penanganan perkara", tandasnya.

Seperti diketahui, Romahurmuziy telah ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap total Rp. 300 juta. KPK menduga, Romahurmuziy membantu Haris Hasanuddin dalam seleksi jabatan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur dan Muhammad Muafaq Wirahadi dalam seleksi jabatan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.

KPK pun menduga, Romahurmuziy bersama pihak Kementerian Agama menentukan hasil seleksi jabatan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur.

Terhadap Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin, KPK menetapkan keduanya sebagai Tersangka pemberi suap. KPK menduga, Muafaq memberi uang sebesar Rp. 50 juta ke Romahumuziy  pada Jumat (15/03/2019) pagi lalu, sedangkan Haris Hasanuddin diduga memberi uang Rp. 250 juta ke Romahurmuziy pada Rabu 06 Pebruari 2019 silam terkait jabatannya sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.

Atas perkara dugaan tindak pidana korupsi yang disangkakannya, KPK menyangka, Muhammaf Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan terhadap Romahurmuziy, KPK menyangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 1e huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*