Jumat, 31 Mei 2019

KPK Kembali Periksa Sofyan Basir Soal Fee

Baca Juga

Sofyan Basir saat akan masuk ke dalam kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan sebagai Tersangka.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jum'at 31 Mei 2019, kembali memeriksa Sofyan Basir selaku Direktur Utama (Dirut) PT. PLN (Persero) sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau–1. Sofyan Basir  resmi ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Selasa 23 April 2019 silam yang kemudian baru ditahan pada Senin (27/05/2019) malam lalu.


Pantauan media, Dirut non-aktif PT. Pertamina (Persero) Sofyan Basir turun dari mobil tahanan KPK dengan dikawal petugas sekitar pukul 13.25 WIB. Sofyan Basir tampil dengan mengenakan kemeja warna putih berlapis jacket warna krem dibalut rompi khas Tahanan KPK warna oranye dan dengan tangan diborgol.

Begitu tiba di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Sofyan Basir pun langsung bergegas masuk ke dalam. Sofyan Basir enggan menyampaikan keterangan terkait perkara yang tengah membelit kepada wartawan.

"Assalamualaikum..., selamat puasa...!", sapa Sofyan Basir kepada sejumlah wartawan, singkat, sembari menutupi tangannya yang tengah diborgol, sebelum kemudian masuk ke dalam kantor KPK, Jum'at (31/05/2019) siang.

Kepala Biro Hunas KPK Febri Diansyah menerangkan, bahwa Dirut non-aktif PT. PLN (Persero) Sofyan kali ini dimintai keterangan oleh tim penyidik KPK soal perannya dalam proyek pembangunan PLTU Riau–1 yang menelan biaya USD 900 juta atau setara Rp. 12,8 triliun‎.

"Tim penyidik menglarifikasi pengetahuan Tersangka terkait dengan fee yang telah diterima Eni Maulani Saragih dkk", terang Kepala Biro Humas KPK Febri saat dikonfirmasi wartawan di kantornya, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 31 Mei 2019.

Febri menegaskan, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pembangunan PLTU Riau–1 ini, tim penyidik KPK telah memeriksa 78 Saksi. Antara lain dark pejabat PT. PLN dan anak perusahaan PT. PLN, Anggota DPR-RI, Sekjen DPR-RI dan swasta lainnya hingga Menteri terkait.

Hingga sekitar pukul 15.52 WIB, Dirut non-aktif PT. PLN (Persero) Sofyan Basir masih menjalani pemeriksaan di dalam kantor KPK.

Seperti diketahui, Sofyan Basir menjalani pemeriksaan sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau–1.

Menurut konstruksi perkara yang pernah  diungkap KPK sebelumnya, perkara dugaan tindak pidana korupsi suap ini berawal dari keinginan Johanes Budisutrisno Kotjo  mendapatkan proyek di PT. PLN.

Keinginan itu, terungkap dalam surat yang dikirim Direktur PT. Samantaka Batubara ke PT. PLN pada Oktober 2015, yang pada pokoknya memohon PT. PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Namun, Surat itu tak ditanggapi.

Kesulitan mendapatkan akses. Johanes Budisutrisno Kotjo kemudian meminta bantuan kawan lamanya, Setya Novanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, agar bisa masuk ke PT. PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau–1.

Selanjutnya, Setya Novanto mengarahkan Johanes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih yang Komisi-nya bermitra dengan PT. PLN sebagaimana Tupoksi Komisi VII DPR-RI di mana Eni Maulani Saragih bertugas.

Eni Saragih kemudian memfasilitasi pertemuan Johanes Budisurrisno Kotjo dengan Dirut PT. PLN Sofyan Basir hingga berlanjut dengan terjadinya berbagai pertemuan.

Selanjutnya pada 2016, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN (Persero) menunjuk perusahaan milik Johames Budisutrisno Kotjo mengerjakan proyek Riau-1. Sebab, PT. PLN sudah memiliki kandidat yang akan mengerjakan proyek PT. PLN di Jawa.

Kemudian, Johannes Budisutrisno Kotjo meminta anak buahnya bersiap-siap karena sudah dipastikan proyek pembangunan Riau–1 akan dikerjakan PT. Samantaka Batubara.

Padahal, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenaga-listrikan terkait penugaskan PT. PLN sebagai menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit.

Berikutnya, proyek pembangunan PLTU Riau–1 dengan kapasitas 2 x 300 MW yang kemudian diketahui masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Sofyan Basir pun memerintahkan salah satu Direktur PT. PLN merealisasikan Power Purchase Agreement (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources (BNR) dan China Huadian Engineering Co (CHEC).

KPK menduga, setelah terjadi kepakatan-kesepatan antara Eni Maulani Saragih dengan Johanes Budisutrisno Kotjo, dalam perjalanannya, Setya Novanto tersandung perkara tindak pidana korupsi proyek e-KTP. (Dalam hal ini, Sofyan Basir pernah dihadirkan sebagai Saksi dalam proses penyidikan maupun di persidangan sebelumnya).

Diduga, hal itu membuat Eni Maulani Saragih 'berpaling' kepada Idrus Marham selaku Plt. Ketua Umum Partai Golkar.

Idrus Marham pun disebut mengarahkan Eni Maulani Saragih meminta uang pada Kotjo untuk kepentingan Munaslub Partai Golkar. Sebab Idrus disebut ingin mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN (Persero) sebagai Tersangka atas dugaan membantu mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih mendapatkan suap dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

KPK menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN dijanjikan jatah yang sama dengan Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham yang dalam perkara ini telah lebih dulu diproses hukum. Yang mana, baik Eni Maulani Saragih, Johanes Budisutrisno Kotjo maupun Idrus Marham pada akhirnya telah divonis 'bersalah' dan dijatuhi sanksi pidana.

Eni Maulani Saragih dijatuhi sanksi pidana 6 (enam) tahun penjara, Johanes Budisutrisno Kotjo dijatuhi sanksi pidana 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan penjara. Sedangkan Idrus Marham dijatuhi sanksi 3 (tiga) tahun penjara dan tengah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi atas vonis yang dijatuhkan kepadanya.

KPK pun menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN turut berperan aktif memerintahkan jajarannya agar kesepakatan dengan Johanes Budisutrisno Kotjo terkait proyek pembangunan PLTU Riau–1 segera direalisasikan.

KPK juga menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN (Persero) ada di berbagai pertemuan di hotel, restoran, kantor PLN, dan di rumah pribadi Sofyan Basir terkait pembahasan proyek tersebut.

Dalam perkara ini, KPK menyangka, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sofyan Basir sendiri, merupakan orang ke-5 (lima) yang ditetapkan KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau–1 ini. Yang mana, sebelumnya, Eni Maulani Saragih, Johanes BudisutrisnoKotjo, Idrus Marham dan Samin Tan telah mendahului menjadi Tersangka dan diadili pengadilan. *(Ys/HB)*