Selasa, 28 Mei 2019

KPK Tetapkan Kakanim Kelas I Mataram Sebagai Tersangka

Baca Juga

Alexander Marwata (tengah) saat konferensi pers tentang OTT Kakanim Imigrasi Kelas I Mataram, Selasa (28/05/2019).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kurniadie (KUR) selaku Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Kelas I Mataram sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap penyalah-gunaan Ijin Tinggal Warga Negara Asing (WNA).

Sebagaimana diterangkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Selasa 28 Mei 2019 malam, bahwa Kurniadie merupakan salah-seorang yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Senin (27/05/2019) malam hingga Selasa (28/05/2019) dini hari.

Selain Kurniadie, dalam perkara ini, KPK juga menetapkan Yusriansyah Fazrin selaku Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram dan Liliana Hidayat selaku Direktur PT. Wisata Bahagia sebagai Tersangka.

KPK menduga, ketiganya diduga terlibat dalam perkara dugaan tindak tindak pidana suap penyalah-gunaan Ijin Tinggal di lingkungan Kantor Imigrasi NTB tahun 2019.

KPK pun menduga, Kurniadie selaku Kakanim Kelas I Mataram bersama Yusriansyah Fazrin selaku Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I menerima suap dari  Direktur PT. Wisata Bahagia Liliana Hidayat sebesar Rp.1,2 miliar.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka", tandas Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (28/05/2019).

Lebih lanjut, Alexander Marwata memaparka, kasus bermula saat Kantor Imigrasi Klas I Mataram menangkap 2 (dua) WNA berinisial BGW dan MK atas dugaan menyalah-gunakan Ijin Tinggal. Keduanya diduga menggunakan Izin Tinggal Turis Biasa, namun bekerja di Wyndham Sundancer Lombok.

Merespon penangkapan 2 pekerjanya itu, Liliana pun kemudian berupaya mencari cara untuk melepaskan 2 pekerjanya dari perkara tersebut.

Menyusul Kantor Imigrasi Klas I Mataram kemudian mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 22 Mei 2019. Yang mana, Yusriansyah kemudian menghubungi Liliana dan diminta untuk mengambil SPDP.

Tim penyidik KPK menduga, permintaan pengambilan SPDP itu hanya merupakan kode untuk meminta uang. "Permintaan pengambilan SPDP diduga hanyalah kode untuk menaikkan harga penghentian kasus", jelas Alex.

Alex mengungkapkan, Liliana Hidayat awalnya menawarkan Rp. 300 juta untuk menghentikan perkara tersebut, namun Yusriansyah menolak. Diduga, karena jumlahnya terlalu sedikit.

Selanjutnya, negosiasi harga dilakukan dengan memakai modus tawar-menawar dengan menuliskan nominal uang di secarik kertas, hingga Yusriansyah dan Liliana akhirnya menyapakati harga untuk menghentikan perkara tersebut sebesar Rp 1,2 miliar. "Jadi, tak ada pembicaraan", ungkap Alex.

KPK menduga selama proses negosiasi hingga persetujuan harga tersebut, Yusriansyah selalu berkoordinasi dengan Kurniadie. Yang mana, penyerahan itu kemudian dilakukan secara bertahap.

Ketika proses penyerahan suap inilah tim KPK menangkap ketiga Tersangka tersebut dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di NTB pada Selasa 28 Mei 2019.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Kurniadie selaku Kakanim Kelas I Mataram dan Yusriansyah Fazrin selaku Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram sebagai Tersangka penerima suap.

KPK menyangka, keduanya diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Liliana Hidayat, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap. KPK menyangka, Liliana Hidayat diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(Ys/HB)*