Senin, 20 Januari 2020

PKB Sepakat Inisiasi Interpelasi, Fraksi Lainnya Tunggu Keputusan Partai

Baca Juga

Salah-satu suasana RDP ke-III tentang Solusi dan Penindakan atas Pekerjaan Normalisasi Saluran Air, di  ruang sidang Kantor DPRD Kota Mojokerto jalan Gajah Mada No. 145 Kota Mojokerto, Jum'at 17 Januari 2020.



Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Usulan interpelasi yang digulirkan sejumlah Anggota Komisi II membuat suhu politik di gedung DPRD Kota Mojokerto mulai memanas. Saling berargumen di luar forum resmi Dewan pun kental mewarnai rencana penggunaan hak meminta keterangan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto.

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) yang beranggotakan 4 (empat) Anggota Dewan memastikan, pihaknya akan menjadi fraksi pengusul salah-satu hak Dewan yang diatur dalam Pasal 69 Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tata Tertib (Tatib) DPRD Kota Mojokerto.

Sekretaris Fraksi Kebangkitan Bangsa (F–KB) Wahyu Nur Hidayat menyampaikan, fraksinya menginisiasi penggunaan hak interpelasi agar Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari mengendapkan persoalan-persoalan pembangunan yang krusial untuk dituntaskan. Yang mana, persoalan-persoalan itu tidak lepas dari kebijakan yang sudah menyita perhatian masyarakat.

“Fraksi kami siap menjadi pengusul hak interpelasi. Mengingat persoalan krusial menyangkut penyelesaian proyek Normalisasi Saluran Air seharusnya sudah bisa dituntaskan, ternyata terlantar sampai sekarang. Bahkan, juga belum disikapi Wali Kota", kata Sekretaris F–KB Wahyu Nur Hidayat, Senin (20/01/2020).

Wahyu menegaskan, banyak persoalan pelayanan dasar yang sudah keluar dari frame RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Padahal, semua item pembangunan itu harus berada pada koridor RPJMD.

"Faktanya pembangunan yang berjalan banyak yang melenceng dari rambu-rambu RPMD. Ini yang akan kita pertanyakan dalam interpelasi nanti", tegas Wahyu Nur Hidayat yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Mojokerto.

Ditandaskannya, bahwa langkah mengusulkan penggunaan hak interpelasi mengemuka di antara Anggota Komisi II, menyusul ketidak-puasan dalam 3 (tiga) kali RDP tentang mangkraknya proyek Normalisasi Saluran Air.

“Komisi II sudah menyatakan menyudahi Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait mangkraknya proyek Normalisasi Saluran Air dan bersepakat melangkah pada penggunaan hak Dewan itu (hak interpelasi)", tandas Wahyu Nur Hidayat.

Sementara itu, Agung Sucipto, Anggota Fraksi Gabungan, yakni Fraksi Gerakan Keadilan Pembangunan yang beranggotakan Anggota Dewan asal PKS, Partai Gerindra dan PPP mengklaim mendukung usulan penggunaan Hak Interpelasi.

“Fraksi kami, insya' ALLAH... bulat mengusung hak Interpelasi. Tinggal satu anggota dari PPP (M Gunawan) yang belum terkonfirmasi", klaim Anggota Komisi II Agung Sucipto.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Fraksi PDI–Perjuangan, Moch. Rizky Fauzi Pancasilawan menyatakan, fraksinya belum mengambil sikap apakah mendukung atau menolak penggunaan hak interpelasi.

“Sikap Fraksi PDI Perjuangan baru diputuskan setelah mendapat sinyal dari DPP. Karena, meski penggunaan hak interpelasi itu ranahnya fraksi, namun sebagai kepanjangan tangan partai, maka keputusan politik yang ditelurkan induk partai tetap menjadi acuan", ujar Ketua Komisi II DPRD Kota Mojokerto Moch. Rizky Fauzi.

Dalam kesempatan yang sama pula, Wakil Ketua Fraksi Golkar, Jaya Agus Purwanto memastikan jika fraksinya berada di luar kubu pengusung interpelasi. “Fraksi kami konsisten mendukung Wali Kota", ucap Jaya Agus.

Meski tidak membeber lebih jauh terkait sikap 'konsisten' yang ia maksud, namun Anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto tersebut menyatakan, bahwa Partai Golkar sebagai partai pengusung Ita Puspitasari sebagai calon Walikota dalam Pilwali, April 2018 silam akan tetap menjadi partai yang mengawal kebijakan-kebijakan Wali Kota Mojokerto yang diusungnya.

Indro Tjahjono, Anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto menyatakan, secara pribadi mendukung usulan penggunaan Hak Interpelasi. “Ya itu sikap pribadi. Sikap fraksi bagaimana, ya kita tunggu saja", sergahnya.

Anggota Fraksi Demokrat ini mengaku, dirinya belum mendapatkan jawaban dari fraksinya. “Hasil RDP sudah kami sampaikan ke fraksi kami. Termasuk rencana penggunaan hak interpelasi. Namun, sampai saat ini saya belum dapat jawaban dari fraksi, apakah mendukung atau tidak", ujar Indro Cahyono.

Lebih lanjut, politisi Partai Nasdem tersebut memaparkan, dalam Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tata Tertib (Tatib) DPRD Kota Mojokerto, Hak Interplasi diatur dalam Pasal 69 – 71. Yang mana, Pasal 69 ayat (1) mengatur, usulan pelaksanaan Hak Interpelasi yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang mengenai Pemerintahan Daerah (Pemda) diajukan Anggota DPRD kepada Pimpinan DPRD untuk dilaporkan pada Rapat Paripurna.

Meski tak diatur berapa jumlah minimal anggota yang mengajukan usulan interpelasi, namun sumber di Sekretariat DPRD Kota Mojokerto menyebutkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pasal 167 ayat (1) huruf a, Hak Interpelasi DPRD bisa diusulkan paling sedikit 5 (lima) orang anggota Dewan dari fraksi berbeda.

“Jadi, misalnya Fraksi PKB dengan 4 anggota, ditambah 1 Anggota Dewan dari fraksi lain, maka berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, usulan (hak interpelasi) bisa dilakukan", papar Indro.

Dipaparkannya pula, bahwa pada Pasal 70 Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tatib DPRD diatur,  usulan Hak Interpelasi yang digelar dalam Rapat Paripurna bisa ditindak-lanjuti apabila mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota Dewan dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota Dewan yang hadir. "Keputusan DPRD mengenai hak interpelasi kemudian disampaikan Pimpinan Dewan kepada Wali Kota", tandasnya

Sebelumnya, usulan penggunaan salah-satu Hak DPRD tersebut mencuat diujung RDP III terkait mangkraknya proyek Normalisasi Saluran Air yang digelar pada Jum’at 17 Januari 2020 lalu.

Dalam RDP tersebut, Koordinator Komisi II yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaidi Malik selain meminta OPD terkait agar menyelesaikan pekerjaan dengan tetap menggunakan aturan yang berlaku serta meminta pihak Inspektorat melakukan audit proyek putus kontrak, politisi PKB tersebut juga menyatakan bahwa Komisi II menilai penelantaran proyek-proyek normalisasi saluran air menunjukkan bahwa persoalan kebijakan besar pelayanan dasar gagal di tahun 2019.

“Gagalnya pelayanan dasar ini berarti gagal dalam menjalankan amanat RPJMD, gagal menjalankan amanat RKPD tahunan, gagal dalam menjalankan program APBD", kata Junaedi Malik dalam RDP III terkait mangkraknya proyek Normalisasi Saluran Air yang digelar di ruang sidang Kantor DPRD Kota Mojokerto pada Jum'at (17/01/2020) lalu.

Junaedi Malik menegaskan, karena bentuk kegagalan tersebut, Komisi II menilai, pertanggung-jawabannya bukan lagi pada Perangkat Daerah melainkan Kepala Daerah, yang dalam hal ini Wali Kota.

“Semua anggota Komisi II akan melaporkan ke masing-masing fraksinya tentang fakta-fakta dalam RDP. Dengan meminta pertimbangan Ketua Dewan, Komisi II akan mengusulkan langkah-langkah yang lebih jauh lagi yakni menggunakan hak-hak kita yang diatur dalam Tatib (Tata Tertib) Dewan maupun UU MD3", tegasnya.

Ditandaskannya, komisinya tidak akan menggelar RDP terkait mangkraknya proyek Normalisasi Saluran Air. Namun, akan berupaya menggunakan Hak DPRD lainnya yang lebih tinggi.

"Komisi II memastikan tidak akan menggelar RPD jilid IV, namun mengusung wacana penggunaan salah-satu hak Dewan yang diatur dalam Tatib (Tata Tertib) Dewan maupun UU MD3", tandas Koordinator Komisi II yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik. *(DI/HB)*