Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis data 5 (lima) buronannya yang namanya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Mereka adalah mantan caleg PDI-Perjuangan, Harun Masiku dan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Kemudian Rezky Herbiyono, swasta atau menantu Nurhadi; Direktur PT. Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto serta pemilik perusahaan pertambangan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM), Samin Tan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) pesimistis dengan kinerja KPK. Salah-satunya, karena bertambahnya jumlah buron dan tak kunjung tertangkapnya buron KPK.
"Buktinya Harun Masiku yang sudah jelas-jelas berada di Indonesia saja tidak mampu diringkus oleh KPK", ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui siaran pers diterima, Kamis 07 Mei 2020.
Menurut Kurnia, ini menandakan ketidak-seriusan komitmen dari Pimpinan KPK untuk melakukan penindakan. Menurutnya pula, secara perlahan masyarakat diperlihatkan bahwa KPK benar-benar menjadi lembaga yang melempem dan tidak lagi bertaji.
"Publik tidak lagi menilai KPK sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi tetapi Komisi Pembebasan Koruptor", singgung Kurnia.
Kurnia pun mengritik penindakan senyap yang terus digaungkan Firli Bahuri Cs. Menurut Kurnia, saat ini kesenyapan telah terjadi dalam arti yang sebenarnya di tubuh KPK.
"Akhirnya model penindakan senyap yang selama digaungkan oleh Ketua KPK terbukti. KPK benar-benar senyap, minim penindakan, surplus buronan", lontarnya.
Kurnia juga mangatakan, bahwa KPK di bawah kendali Filri Cs terus melempem. ICW yakin, bahwa insititusi negara yang independen dan disegani ini kedepannya tidak lagi ditakuti para koruptor.
"Sesuai dengan prediksi, KPK saat ini hanya dijadikan bulan-bulanan oleh para pelaku korupsi", ujar Kurnia.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengungkapkan, para Tersangka itu memanfaatkan 'ruang dan waktu' untuk bisa kabur.
"Sejak pengumuman status Tersangka, terkadang memakan waktu lama, baru tahapan pemanggilan terhadap mereka. Akibatnya, itu yg menjadi 'ruang' bagi Tersangka untuk melarikan diri", ungkap Nawawi melalui pesan tertulis, Kamis 07 Mei 2020.
Nawawi menegaskan, institusinya sangat serius memburu para buronan yang masuk dalam DPO atas pekara dugaan tindak pidana korupsi itu.
"Kami sangat-sangat serius. Ini sedang kami evaluasi, praktik yang membuat para Tersangka berpotensi melarikan diri", tegas Nawawi.
Menurut Nawawi, untuk mengikis potensi melarikan diri para pelaku tindak pidana korupsi, salah satu-caranya adalah membenahi sistem pemeriksaan kasus korupsi, yakni pelaku Tipikor akan langsung ditangkap.
"Kita mulai dengan model saat pengumuman Tersangka, Tersangka sudah ditangkap terlebih dahulu. Saat diumumkan statusnya, langsung dimulai dengan tindakan penahanan. Ini untuk meminimalisir banyaknya Tersangka melarikan diri", tandasnya. *(Ys/HB)*