Rabu, 05 Agustus 2020

KPK Panggil 8 Saksi Terkait Dugaan Sub-kontraktor Fiktif PT. Waskita Karya

Baca Juga



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu 05 Agustus 2020, memanggil 8 (delapan) Saksi atas perkara dugaan tindak pidana korupsi pelaksanaan proyek pekerjaan sub-kontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT. Waskita Karya (Persero).

Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara (Jubir) Penindakan KPK Ali Fikri menerangkan, dari 8 Saksi yang dipanggil itu, 5 (lima) Saksi akan diperiksa untuk tersangka mantan Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011–2013 Fathor Rachman (FR). 

Kelimanya, yakni Satriyo dari unsur swasta, Notaris/ PPAT Nelly Hutahuruk, seorang ibu rumah tangga Arina Pretty Octavia Siagian serta 2 (dua) pegawai PT. Waskita Karya masing-masing Fatkhur Rozak dan Welly Zanuar.

Sedangkan 3 (tiga) Saksi lainnya akan diperiksa untuk tersangka mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT. Waskita Karya Fakih Usman (FU).

Ketiganya, yakni perwakilan dari PT. Mitra Abadi Sukses Sejahtera, perwakilan dari PT. Wijaya Karya Realt dan perwakilan dari PT. Wiguna Berkat Melimpah.

"Lima orang dipanggil sebagai Saksi untuk tersangka FR (Fathor Rachman). Tiga orang lainnya dipanggil untuk tersangka FU (Fakih Usman)", terang Plt. Jubir KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta  Jakarta, Rabu 05 Agustus 2020.

Dalam perkara ini, selain 2 (dua) Tersangka tersebut, KPK juga telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka lainnya. Ketiganya, yakni mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya yang juga mantan Dirut PT Jasa Marga Desi Arryani (DSA).

Berikutnya, mantan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT. Waskita Karya periode 2010–2014 Yuly Ariandi Siregar (YAS) dan mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya yang juga Dirut PT. Waskita Beton Precast Jarot Subana (JS).

KPK menduga, lima Tersangka itu diduga secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT. Waskita Karya selama periode tahun 2009–2015.

Dalam konstruksi perkara disebut, pada tahun 2009, diduga Desi menyepakati pengambilan dana dari PT. Waskita Karya melalui pekerjaan sub-kontraktor yang diduga fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT. Waskita Karya.

Melaksanakan kesepakatan tersebut, diduga Desi kemudian memimpin rapat koordinasi internal terkait penentuan sub-kontraktor, besaran dana dan lingkup pekerjaannya. Lima Tersangka tersebut kemudian melengkapi dan menanda-tangani dokumen kontrak dan dokumen pencairan dana terkait pekerjaan yang di sub-kontraktorkan yang diduga fiktif.

Diduga, atas permintaan dan sepengetahuan dari lima orang itu, kegiatan pengambilan dana milik PT. Waskita Karya melalui pekerjaan di sub-kontraktorkan yang diduga fiktif tersebut dilanjutkan dan baru berhenti pada tahun 2015.

Seluruh dana yang terkumpul dari pembayaran terhadap pekerjaan yang di sub-kontraktorkan yang diduga fiktif tersebut selanjutnya diduga digunakan oleh pejabat dan staf pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran resmi PT. Waskita Karya.

Pengeluaran biaya di luar anggaran resmi itu di antaranya diduga untuk pembelian peralatan yang tidak tercatat sebagai aset perusahaan, pembelian valuta asing, pembayaran biaya operasional bagian pemasaran, pemberian "fee" kepada pemilik pekerjaan (bowheer) dan sub-kontraktor yang dipakai, pembayaran denda pajak perusahaan sub-kontraktor serta penggunaan lain oleh pejabat dan staf Divisi III/Sipil/II.

Selama periode 2009–2015, setidaknya ada 41 kontrak pekerjaan sub-kontraktor fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya. Sedangkan perusahaan sub-kontraktor yang digunakan untuk melakukan pekerjaan fiktif tersebut yakni  CV. Dwiyasa Tri Mandiri, PT. Aryana Sejahtera, 
PT. Safa Sejahtera Abadi dan PT. MER Engineering.

Dari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif (LHPI) dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan - Republik Indonesi (BPK-RI), kerugian keuangan negara yang timbul akibat kegiatan pelaksanaan pekerjaan sub-kontraktor diduga fiktif tersebut mencapai Rp. 202 miliar. *(Ys/HB)*

BERITA TERKAIT :