Kamis, 01 September 2022

KPK Ingatkan Para Kepala Daerah Se NTB Supaya Tidak Korupsi

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat Rapat Koordinasi & Dengar Pendapat Pemberantasan Korupsi Terintegrasi bersama seluruh kepala daerah di wilayah Provinsi NTB serta pimpinan DPRD se Provinsi NTB yang berlangsung di Gedung Graha Bhakti Praja Kota Mataram Provinsi NTB,  Kamis (01/09/2022).


Kota MATARAM – (harianbuana.com).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengingatkan para kepala daerah baik bupati, wali kota hingga gubernur di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.

Peringatan itu disampaikan Nurul Ghufron pada Rapat Koordinasi & Dengar Pendapat Pemberantasan Korupsi Terintegrasi bersama seluruh kepala daerah di wilayah Provinsi NTB, pimpinan DPRD se Provinsi NTB yang berlangsung di Gedung Graha Bhakti Praja Kota Mataram Provinsi NTB. Kamis 01 September 2022.

"Kalau tujuan menjadi pejabat adalah kekayaan, maka mari kita kembalikan ke tujuan awal. Karena sesungguhnya menjadi pejabat adalah menjadi Abdi Negara dan Abdi Rakyat", ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Graha Bhakti Praja Kota Mataram Provinsi NTB, Kamis (01/09/2022).

Nurul Ghufron menyampaikan, perilaku koruptif menjauhkan diri dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Nurul Ghufron pun menyampaikan beberapa penyebab perilaku korup. Yang pertama, yakni pertama karena rusaknya pasar.

"Contoh, seorang doktor ekonomi sudah pasti mencari barang di pasar yang bagus. Begitu pula dengan ibu-ibu di pasar, sudah pasti akan mencari barang yang paling bagus dan harganya murah. Tetapi, bagi pelaku korupsi, bagaimana dia mencari barang jelek dan tidak bagus asal ada 'feedback' dan pasti diterima", ujar Nurul Ghufron.

"Kalau sudah begini, runtuh pilar jati diri kita sebagai harapan rakyat. Karena uang rakyat itu dikumpulkan penyelenggara negara supaya dibelanjakan secara efisien. Namun, di hadapan penyelenggara negara yang korup harganya berapa pun tidak masalah", tambahnya.

Kedua, lanjut Ghufron, perilaku korupsi karena rusaknya tatanan demokrasi. Contoh, untuk menjadi gubernur, bupati atau wali kota tidak cukup dengan uang Rp.10 miliar atau Rp. 30 miliar.

"Ini bukan KPK yang melansir, tapi Kementerian Dalam Negeri yang mengatakan. Untuk menjadi bupati minimal Rp. 30–50 miliar dan gubernur Rp. 100 miliar. Anggap saja gajinya gubernur Rp.100 juta sebulan, kali setahun Rp. 1,2 miliar, kali 5 (lima) sudah Rp. 6 miliar. Sementara biayanya Rp. 30 miliar sampai Rp. 50 miliar. Bagaimana tidak korupsi kalau sudah begini, korup bukan lagi potensi tapi pasti", lanjut Nurur Ghufron.

"Untuk itu, yang meruntuhkan dan mengoyak-koyak persatuan bangsa Indonesia bukan hanya teroris dan radikalisme, tetapi salah-satunya kalau penyelenggara negara korupsi", tandasnya.

Ghufron menegaskan, selama tahun 2022 saja, KPK sudah menangkap tidak kurang dari 1.400 orang. Mereka, di antaranya adalah gubernur 23 orang, bupati dan wali kota 44 orang dan anggota dewan sudah banyak.

"Apakah KPK bangga dengan ini? Tidak. KPK miris dan bersedih dengan angka-angka ini, karena KPK bukan pembuat wajah hukum Indonesia menjadi bopeng dan terhina. Tap, kami ingin wajah hukum Indonesia berwibawa di hadapan internasional karena penyelenggara negaranya tidak ada yang ditangkap karena korupsi", tegas Nurul Ghufron.

Ghuron menjelaskan, kehadiran KPK di Provinsi NTB ini dalam rangka pencegahan. Salah-satunya melalui peningkatan integritas, yakni meningkatkan dedikasi dan orientasi jabatan-jabatan publik. Yang mana, jabatan publik itu sejatinya adalah untuk rakyat. Selanjutnya, peningkatan sistem tata kelola pemerintahan yang baik dalam tata kelola keuangan negara maupun pemerintahan.

Dijelaskannya pula, bahwa untuk menghindari perilaku korupsi harus ada gagasan bersifat pasti, transparan dan terpadu, sehingga terhindar dari korupsi. Oleh karena itu, pihaknya berharap tidak ada lagi kepala daerah di Provinsi NTB yang ditangkap karena korupsi. KPK berkeinginan Indonesia bersih dari korupsi.

"Yang kami lakukan dan harapkan Indonesia itu bersih korupsi bukan karena ditangkap, tapi karena memang para penyelenggara negara sudah berintegritas dan tata kelolanya bersih dari korupsi", jelas Nurul Ghufron.

Kegiatan Rakor dan Dengan Pendapat tersebut diawali dengan pengukuhan Forum Penyuluh Antikorupsi & Pelantikan 28 Penyuluh Anti Korupsi di Provinsi NTB yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), akademisi hingga mahasiswa.

Pada kesempatan tersebut juga dilakukan pengukuhan kepengurusan Komite Advokasi Daerah (KAD) Provinsi NTB. Adapun KAD dibentuk sebagai forum dialog yang memasilitasi pembahasan dan perumusan solusi atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi pelaku usaha.

Pembentukan KAD merupakan bagian dari upaya KPK untuk membangun dunia usaha yang berintegritas tanpa suap yang disahkan berdasarkan Keputusan Gubernur.

Rakor dan Dengan Pendapat tersebut juga memaparkan Monitoring Centre for Prevention (MCP), yaitu sistem yang dibangun KPK. Yang mana, tahun 2022 implementasinya dimonitor bersama oleh Kemendagri & BPKP untuk melakukan monitoring, pendampingan & pengawasan atas implementasi 8 area perbaikan tata kelola Pemda.

Skor Monitoring Centre for Prevention (MCP) tahun 2021 Provinsi NTB cukup baik, yaitu 78,07. Skor tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional 2021 sebesar 71.0.

Tertinggi, dicapai Pemkot Mataram dengan skor MCP 91,68. Diikuti Pemkot Bima dengan skor MCP 85,25; Pemprov NTB dengan skor MCP 84,19; Pemkab Lombok Barat dengan skor MCP 82,06 dan Pemkab Bima dengan skor MCP 80,79.

Berikutnya, Pemkab Lombok Tengah dengan skor MCP 80,21; Pemkab Sumbawa Barat dengan skor MCP 79,06; Pemkab Sumbawa dengan skor MCP 75,34; Pemkab Dompu dengan skor MCP72,55; Pemkab Lombok Timur dengan skor MCP 69,32 dan Pemkab Lombok Utara dengan skor MCP 58,29. *(HB)*