Rabu, 02 November 2022

Bakal Buka Kembali Perkara 'Kardus Durian', KPK Akan Lihat Putusan Jamaluddin Malik

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberi keterangan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (02/11/2022) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melihat putusan hakim atas perkara tindak pidana korupsi yang menjerat Jamaluddin Malik untuk menentukan apakah perkara 'kardus durian' bakal bisa dibuka kembali.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi KPK Alexander Marwata, menjawab pertanyaan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (02/11/2022) sore.

Jamaluddin Malik adalah mantan Dirjen Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) periode tahun 2012–2014 di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

Alex pun menerangkan, KPK perlu memeriksa, apakah putusan hakim untuk terdakwa Jamaludin Malik menyebutkan adanya keterlibatan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) yang saat itu dijabat Muhaimin Iskandar.

“Kardus durian apakah akan dibuka lagi? Nanti kami lihat putusan Jamaluddin Malik. Saya tidak tahu, apakah di dalam putusan hakim tersebut ada keterlibatan dari menteri (Menakertrans) saat itu (Muhaimin Iskandar)", terang Wakil Ketus KP Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (02/11/2022) sore.

Alex menjelaskan, KPK akan melihat ketika secara teoritis putusan hakim menyatakan 4 (empat) orang terlibat melakukan pidana sebagaimana diatur Pasal 55 KUHP. Namun, ketika hanya terdapat 3 (tiga) orang yang diproses secara hukum, maka KPK akan menyoroti 1 (satu) orang yang belum ditindak itu.

“Kenapa hakim juga memutuskan D (contoh salah-satu orang) juga ikut bersama-sama? Kan harus kita lihat di dalam proses atau fakta persidangan itu", jelas Alexander Marwata.

Dijelaskan Alexander Marwata pula, putusan Jamaluddin Malik juga perlu dilihat dari pengadilan tingkat pertama hingga yang paling mutakhir. Sebab, bisa saja putusan pengadilan tingkat pertama menyatakan seseorang turut terlibat dalam tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 55 KUHPidana. Namun, pada putusan banding atau kasasi nama orang tersebut tidak lagi masuk sebagai pelaku Pasal 55 KUHP.

“Nanti akan kami lihat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sejauh mana putusan hakim itu menyangkut yang bersangkutan? Apa fakta-fakta hukum yang terungkap dalam proses persidangan dan juga kecukupan alat bukti itu? Itu nanti akan kami lihat", jelasnya pula.

Sebagaimana diketahui, perkara korupsi 'kardus durian' kembali mencuat setelah Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan bahwa perkara tersebut menjadi perhatian KPK, meskipun muncul pada 2011–2012.

“Yang disebut dengan ‘kardus durian’ ini juga menjadi perhatian kita bersama", ujar Ketua KPK Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).

Istilah ‘kardus durian’ pertama kali muncul dalam persidangan perkara dugaan tindak pidana korupsi terdakwa Kepala Bagian Program Evaluasi dan Pelaporan pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Dadong Irbarelawan.

Dadong ditangkap KPK pada 25 Agustus 2011 bersama atasannya I Nyoman Suisnaya dan seorang pengusaha bernama Dharnawati. Yang mana, dalam penangkapan itu, KPK mengamankan dan menyita uang senilai Rp. 1,5 miliar dalam 'kardus durian' dari Dharnawati.

Dalam persidangan, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebut, uang itu merupakan bagian dari komitmen fee yang akan diberikan Dharnawati agar 4 (empat) kabupaten di Papua mendapatkan alokasi PPID dari Kemenakertrans.

Tim JPU KPK memaparkan, setelah disetujui alokasi PPID untuk 4 kabupaten tersebut Rp. 73 miliar, Nyoman meminta Dharnawati memberikan komitmen fee 10 persen dari nilai alokasi PPID atau Rp 7,3 miliar. Uang itu disebut seluruhnya diserahkan kepada orang dekat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin bernama Fauzi.

Dharnawati kemudian menemui Dadong untuk memindah-bukukan rekening. Setelah uang Rp. 1,5 miliar ditransfer, Dharnawati menyerahkan buku tabungan dan ATM ke Dadong.

“Dengan posisi saldo Rp. 2 miliar yang merupakan komitmen fee, yang mana uang itu untuk diberikan kepada Muhaimin", kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (12/03/2012) silam.

Jamaluddin Malik divonis 'bersalah' oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 30 Maret 2016. Majelis Hakim menyatakan, Jamaluddin terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum 'bersalah' melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama, menerima uang Rp. 21,38 miliar dari sejumlah pihak, termasuk swasta dan kepala daerah.

Dalam perkara ini, terdakwa Jamaluddinn Malik divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 1 (satu) bulan kurungan serta wajib membayar uang pengganti sebesar Rp. 5,41 miliar. *(HB)*