Selasa, 27 Agustus 2024

KPK Tahan 2 Tersangka Perkara Pembayaran Komisi Agen PT. Asuransi Jasindo

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberi keterangan dalam konferensi pers penetapan Tersangka dan penahanan Sahata Lumban Tobing (SLT) dan Toras Sotarduga Panggabean (TSP) atas perkara dugaan TPK pembayaran komisi agen dari PT. Asuransi Jasa Indonesia atau PT. Jasindo (Persero) kepada PT. Mitra Bina Selaras tahun 2017–2020, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (17/08/2024) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Selasa 27 Agustus 2024, menahan 2 (dua) orang setelah menetapkan keduanya sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembayaran komisi agen dari PT. Asuransi Jasa Indonesia atau PT. Asuransi Jasindo (Persero) kepada PT. Mitra Bina Selaras tahun 2017–2020.

Penetapan status Tersangka dan penahanan kedua orang itu, diumumkan KPK secara resmi kepada publik dalam konferensi pers yang digelar KPK pada Selasa (27/08/2024) sore, di ruang konferensi pers Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

"Untuk kebutuhan penyidikan dan berdasarkan kecukupan alat bukti, penyidik melakukan penahan terhadap tersangka SLT dan tersangka TSP selama 20 hari ke depan yang terhitung sejak tanggal 27 Agustus 2024 sampai dengan 15 September 2024", kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (17/08/2024) sore.

Ditegaskan Alexander Marwata, bahwa kedua Tersangka itu langsung ditahan. Mereka ditahan selama 20 hari ke depan terhitung hari ini hingga 15 September 2024. Torras ditahan di Rutan Kelas 1 Cabang Jakarta Timur Kavling 4, sedangkan Sahata di Rutan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK C1.

Alex menerangkan, dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK menduga, perbuatan tersangka SLT bersama-sama dengan tersangka TSP diduga telah mengambil manfaat dari pembayaran komisi agen telah menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp. 38 miliar.

Bermula dari tersangka Sahata Lumban Tobing (SLT) yang menduduki sejumlah jabatan, yakni sebagai Direktur Operasi Ritel PT. Asuransi Jasindo 2013–2018, Direktur Operasi dan Ritel PT. Asuransi Jasindo 2018–2019 dan sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT. Asuransi Jasindo 2019–2020. Sedangkan tersangka Toras Sotarduga Panggabean (TSP) sebagai pemilik dan pengendali PT. Mitra Bina Selaras.

Tersangka SLT bertemu dengan tersangka TSP dalam reuni sekolah. Kedua tersangka dulunya merupakan teman satu sekolah dan kemudian bertemu dalam suatu acara reuni. Dalam reuni tersebut, kedua Tersangka diduga saling menyampaikan pekerjaannya masing-masing.

Dimulai pada tahun 2016, saat Divisi Pemasaran dan Perbankan (salah satu divisi di bawah Direktorat Operasi Ritel) yang mencoba penjajakan kerja-sama penutupan asuransi dengan pihak perbankan yang salah-satunya adalah Bank Mandiri.

Dari penjajakan tersebut, Bank Mandiri mensyaratkan pembayaran Fee Based Income sebagai komisi kepada Bank Mandiri karena telah memasarkan dan menggunakan produk asuransi PT. Jasindo.

Tim Penyidik KPK menduga, tersangka SLT diduga menyampaikan kepada tersangka TSP, yang merupakan pemilik Koperasi Simpan Pinjam Dana Karya (KSP DK), bahwa ada peluang kerja-sama dengan PT. Asuransi Jasindo. Tetapi, memerlukan dana yang besar.

Dari pembicaraan dalam reuni tersebut, Tim Penyidik KPK menduga, tersangka SLT dan TSP diduga mengadakan pertemuan lanjutan yang pada pokoknya membahas bahwa PT. Asuransi Jasindo sedang melakukan penjajakan kerja-sama dengan pihak perbankan, namun mensyaratkan pemberian 'Fee Based Income', sedangkan PT. Asuransi Jasindo memiliki kelemahan dalam sistem pengajuan pembayaran Fee Based Income.

Tim Penyidik KPK menduga, di antara pembicaraan tersebut, tersangka SLT diduga mengajak tersangka TSP bekerja-sama untuk memberikan sejumlah dana untuk membayarkan atau menalangi terlebih dahulu kewajiban Fee Based Income dan akan dikembalikan melalui mekanisme pembayaran komisi agen, termasuk dengan keuntungannya. Tersangka TSP setuju untuk bekerja-sama dengan tersangka SLT.

Tim Penyidik KPK menduga, pertemuan tersebut diduga juga membahas tentang pendirian suatu perusahaan agen asuransi yang akan didirikan oleh tersangka TSP yang selanjutnya akan didaftarkan menjadi agen. Setelah terdaftar menjadi agen PT. Asuransi Jasindo, tersangka SLT menyampaikan akan memperluas keagenan perusahaan tersebut di kantor-kantor cabang lainnya.

Terkait dengan pengembalian dana talangan yang telah diberikan oleh tersangka TSP, Tim Penyidik KPK menduga, disepakati bahwa tersangka TSP akan mendapatkan bagian sebesar 10 persen dari total komisi agen yang akan dibayarkan melalui perusahaan agen asuransi yang didirikan dan sisanya sebesar 90 persen akan diberikan kepada kantor cabang yang nantinya akan dipergunakan yang salah-satunya untuk kepentingan tersangka SLT.

Selanjutnya, pada tanggal 21 Februari 2017, tersangka TSP mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang usaha penunjang asuransi bernama PT. Mitra Bina Selaras. Tetapi dalam akta pendiriannya, tersangka TSP tidak masuk sebagai pengurus ataupun pemegang saham. Tersangka TSP menggunakan para keponakannya sebagai pemegang saham dan pegawai KSP Dana Karya sebagai Direktur utama (Dirut), yakni:
A. PS sebagai Direktur Utama;
B. RRK sebagai Direktur dan pemegang saham;
C. TPD sebagai Direktur dan pemegang saham;
D. RHP sebagai Komisaris Utama dan pemegang saham; dan
E. SAU sebagai Komisaris dan pemegang saham.

Setelah ditunjuk sebagai agen, PT. Mitra Bina Selaras memperluas keagenannya pada kantor cabang di bawah kewenangan supervisi Direktorat Operasi Ritel yaitu:
A. Kantor cabang Semarang tanggal 24 Juli 2017;
B. Kantor cabang Makassar tanggal 3 April 2018; dan
C. Kantor cabang Pemuda Jakarta tanggal 15 Mei 2018.

Tim Penyidik KPK menduga, setelah PT. Mitra Bina Selaras ditunjuk dan diperluas sebagai agen PT. Asuransi Jasindo, selanjutnya Kepala Kantor Cabang S. Parman, Semarang, Makassar dan Pemuda membuat polis asuransi dengan kode akuisisi 200 (kode penggunaan agen) dengan agen PT. Mitra Bina Selaras, sehingga seolah-olah penutupan asuransi tersebut diperoleh atas prestasi pemasaran produk asuransi yang dilakukan oleh PT. Mitra Bina Selaras.

Selanjutnya secara periodik, kantor cabang merekapitulasi seluruh penutupan asuransi yang menggunakan kode akuisisi 200 dengan agen PT. Mitra Bina Selaras untuk menghitung berapa besaran komisi agen yang akan diajukan ke Kantor Pusat.

Data tersebut kemudian dikirimkan oleh masing-masing Kantor Cabang ke PT. Mitra Bina Selaras untuk dibuatkan surat permohonan pembayaran dengan menambahkan Kop Surat dan Tanda-tangan, sehingga seolah-olah PT. Mitra Bina Selaras mengajukan pembayaran komisi agen atas prestasi yang telah dilakukan.

"Bahwa PT Mitra Bina Selaras dari mulai didirikan sampai dengan menerima komisi agen tidak terdaftar di OJK sesuai dengan peraturan OJK. Perbuatan tersangka SHT bersama-sama dengan tersangka TSP yang diduga mengambil manfaat dari pembayaran komisi agen telah menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp. 38 miliar", terang Alexander Marwata.

Skandal dugaan korupsi tersebut kemudian terdeteksi KPK hingga kemudian dilakukan penyelidikan lalu penyidikan yang berujung dengan ditetapkannya SLT dan TSP sebagai Tersangka dan dilakukan penahanan.

Dalam perkara ini, terhadap tersangka SLT dan TSP, Tim Penyidik KPK menyangkakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. *(HB)*


BERITA TERKAIT: