Minggu, 26 Februari 2017

Respon Pengaduan Warga Atas Gambar Dan Tulisan Spanduk Komunitas Slanker Kelompok Tertentu, Ketua Komisi III Turun Lokasi

Baca Juga


Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik (berkaos tim GP Anshor warna hitam lengan panjang) saat turun lokasi, Minggu (26/02/2017) siang.

Kota MOJOKERTO — (harianbuana.com.
Sering dipakainya gedung GOR dan Seni Majapahit milik Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto untuk pertunjukan konser musik rock dengan nuansa aliran keras yang notabene pengunjungnya dari komunitas tertentu dengan dandanan ala 'Anak Punk' yang berciri-khas pakaian sengaja dibuat compang-camping, lusuh, bergaya hidup bebas, berambut gimbal disemir merah/kemerahan ataupun coklat/kecoklatan dan sebagian besar kaum prianya memakai anting, membuat kalangan Dewan merasa prihatin. Pasalnya, Dewan khawatir ciri khas dan gaya hidup tersebut dapat mempengaruhi kejiwaan serta perilaku anak-anak juga generasi muda Kota Mojokerto.

Seperti yang terjadi pada Minggu (26/02/2017) siang, karena mendapat banyak mendapat keluhan dan pengaduan dari sejumlah masyarakat, akhirnya membuat Komisi III DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik yang juga Ketua Gerakan Pemuda Anshor Kota Mojokerto langsung turun kelokasi untuk memastikan kebenarannya keluhan dan pengaduan masyarakat tersebut.

Dengan didampingi sejumlah anggota Banser dan relawan Anshor Kota Mojokerto, begitu tiba arena konser musik rock yang digelar 'Komunitas Slanker' itu, Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik langsung mengelilingi arena konser sambil memelototi hampir semua spanduk maupun banner yang dibentangkan diseputaran arena konser musik rock beraliran keras itu.

Pantauan Harian BUANA, usai bekeliling, Junaedi Malik mendatangi pihak penyelenggara dan penanggung-jawab kegiatan. Tak beberapa kemudian, dengan dibantu sejumlah relawan Anshor dan Banser juga Satpol PP Pemkot Mojokerto dengan pengawalan beberapa aparat Kepolisian setempat, pihak penyelenggara mencopoti dan menggulung sejumlah spanduk dan banner yang dinilai kurang/tidak sopan serta bertentangan dengan etika dan moral agama.

Kepada wartawan, Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik menyatakan, bahwa pihaknya tidak melakukan pemaksaan ataupun sewenang-wenang atas pencopotan sejumlah spanduk dan banner tersebut, melainkan hanya memberikan wawasan kepada pihak penyelenggara kegiatan. "Kami tidak sewenang-sewenang ataupun melakukan pemaksaan. Setelah kami amati, ternyata ada sejumlah spanduk yang bergambar dan bertulisan kurang sopan dan bertentangan dengan etika dan moral agama, kami sampaikan kepada pihak penyelenggara. Jadi, dengan kesadarannya, pihak penyelenggara mencopoti spanduk-spanduk itu", ujar Junaedi Malik, Minggu (26/02/2017), dilokasi.

Situasi panggung dan depan panggun konser musik rock beraliran keras yang digelar komunitas slanker diarea GOR dan Seni Majapahit Kota Mojokerto, Minggu (26/02/2017) siang.

Menurut Junaedi Malik, langkah tersebut dilakukan pasca berkoordinasi dengan pihak terkait. "Sebelumnya, kami sudah berkoordinasi dengan pihak Polres dan Satpol PP setempat. Namun, setelah kita tunggu hingga beberapa waktu lamanya belum ada tindakan nyata, maka secara kelembagaan kami berkoordinasi secara langsung dengan pihak penyelenggaa kegiatan. Dan, ternyata mereka dapat memahami maksud kita dengan baik. Masak... pada spanduk logo tulisan SLANK juga wajah tengkorak dibentuk sedemikian sehingga sepeti gambar kubah masjid. Selain itu, ada juga spanduk yang bertulisan Djombang Tidak Perawan. Apakah kita harus diam saja dengan hal itu..., sementara masyarakat bawah saja sampai mengeluh dan mengadu pada kami...!?", ungkap Junaedi Malik.

Lebih jauh, Ketua Komisi III DPR Kota Mojokerto Junaedi Malik menerangkan, bahwa pihaknya mengkhawatirkan, sering dipakainya falisitas umum itu untuk kegiatan konser musik rock beraliran cadas dengan pengunjung komunitas tertentu dengan dandanan ala 'Anak Punk' tersebut dapat mempengaruhi perilaku dan kejiwaan anak-anak dan generasi muda Kota Mojokerto. "Terus terang, kami sangat prihatin dan merasa khawatir jika kehadiran komunitas dengan dandanan seperti itu, kedepannya dapat mempengaruhi perilaku dan kejiwaan anak-anak dan generasi muda Kota Mojokerto. Apalagi letaknya ditengah Kota, sehingga anak-anak sangat mudah mengaksesnya", terang Junaedi Malik, Minggu (26/02/2017) siang, dilokasi konser.

Ketua Komisi yang membidangi pendidikan, kepemudaan dan olah raga, sosial, kebudayaan juga keagamaan ini menilai, bahwa jika GOR dan Seni Majapahit digunakan untuk konser musik rock beraliran keras yang dihelat dan dikunjungi komunitas tertentu itu, sejatinya sudah tidak sesuai dengan Perda (Peraturan Daerah) Kota Mojokerto. "Ini tidak-sesuai dengan peruntukan yang ada dalam Perda tentang retribusi dan perijinanan yang sudah disahkan dan dimiliki Kota Mojokerto", cetus Junaedi Malik.

Lebih detail, Juaedi Malik menjelaskan, bahwa penggunaan aset Pemkot Mojokerto khusunya gedung GOR dan Seni Majapahit itu secara aturan dapat diijinkan untuk kegiatan yang ada kaitannya dengan event olah-raga dan atau seni budaya yang bisa menunjang dan memperkuat kemajuan bakat nilai seni dan potensi olah-raga bagi masyarakat. "Kalau tiap minggu sering digunakan event musik rock aliran cadas dengan penonton komunitas tertentu yang beraliran punk seperti ini, perlu dipertanyakan ketegasan Pemkot dan para pihak saat proses pemberian ijin kegiatan terkait fungsinya dalam memfilter kegiatan yang bisa menimbulkan pengaruh negatip bagi masyarakat, khususnya bagi anak-anak dan generasi muda Kota Mojokerto", jelasnya.

Dipaparkannya pula, bahwa pihaknya merasa prihatin atas berbagai dinamika gaya hidup bebas yang saat ini semakin meluas keberbagai kalangan. Terkait itu, sebagai bentuk kepedulian terhadap keberlangsungan bangsa Indonesia khususnya di Kota Mojokerto, jajaran Ashor dan Banser turut melibatkan diri untuk turun dilapangan. "Bagaimana bisa kita tinggal diam dan apa jadinya jika anak-anak dan generasi muda Kota Mojokerto sering melihat 'Anak Punk' muda-mudi duduk berdempetan saling berdekapan di pinggir jalan depan GOR mojopahit dengan dandanan busana ala punk hitam compang camping, rambut gimbal disemir merah atau coklat, telinga dipasangi anting besar dengan sifat punk yang identik model hidup bebas", paparnya.

Pihaknya sangat prihatin, lanjut Junaedi Malik, jika dihari Minggu yang seharusnya cerah-ceria santai bersama keluarga, namun ketika masarakat keluar rumah di disuguhi suasana seperti itu yg sangat tidak sesuai dengan nilai budaya dan norma agama yang harus selalu dijaga demi masa depan generasi muda. "Ini benar-benar tidak memberikan kontribusi positif terhadap generasi muda Kota Mojokerto yang kita harapkan bisa jadi pemimpin penerus kelangsungan Kota kecil ini dan bangsa Indonesia", keluhnya.

Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto berharap, kedepannya Pemkot Mojokerto harus lebih jeli dan tegas dalam memberikan ijin kegiatan di Kota terkecil se Indonesia ini. "Kami berharap ini jadi catatan bagi pihak Pemkot maupun intansi terkait. Harusnya kedepan lebih tanggap, peka dan tegas terhadap hal-hal yang bisa membikin ketidak-nyamanan masyarakat karena menyinggung nilai agama maupun budaya lokal yang akhirnya kami khawatirkan menjadi gejolak sosial. Harus ada evaluasi dari pihak Pemkot untuk meninjau kembali mekanisme perijinan penggunaan GOR Mojopahit dan fasilitas umum lainnya yang merupakan aset Pemkot ini", pungkas polisi PKB Kota Mijokerto ini dengan penuh harap.
*(DI/Red)*