Senin, 10 April 2017

Pertanyakan Pengusutan 67 Orang Bayaran, Puluhan Perwakilan Warga 17 Desa Datangi Mapolres Mojokerto

Baca Juga

Ketua DPC Ikatan Advokat Indonesia Kab. Mojokerto, H. Rif’an Hanum SH. MH mendampingi MPL saat mempertanyakan perkembangan hasil pengusutan terhadap 67 orang bayaran, Senin (10/04/2017).

Kab. MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Puluhan warga perwakilan 17 Desa dari 2 Kecamatan di Kabupaten Mojokerto, Senin (10/04/2017) siang, mendatangi Satreskrim Polres Mojokerto dengan tujuan meminta keterangan atas perkembangan proses hukum terhadap 67 orang bayaran yang diduga suruhan dari pihak pabrik pengolah karet PT. Bumi Nusa Makmur (BNM). Dengan didampingi Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Ikatan Advokat Indonesia Kabupaten Mojokerto, H. Rif’an Hanum SH. MH., perwakikan warga yang didominasi Tokoh Agama dan Tokoh Pemuda Desa yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Lingkungan (MPL) ini menanyakan sejauh mana proses penangganan kasus insiden kericuhan di Desa Medali Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto yang terjadi pada Selasa (04/04/2017) yang lalu.

Perwakilan warga yang ditemui Kasat Reskrim dan Kasat Intelkam diruang gelar perkara Satreskrim Polres Mojokerto ini, juga mendesak pihak Polres Mojokerto untuk segera mengungkap aktor intelektual dibalik aksi pengerahan massa bayaran ke Desa Medali yang bisa menganggu Kamtibmas diwilayah mereka. "Kedatangan kami ini, yakni perwakilan warga dari 17 Desa yang terdampak PT. BNM, mempertanyakan sikap tegas Polres Mojokerto pasca terjadinya insiden kericuhan beberapa hari lalu. Kami meminta kejelasan dan perkembangan pemeriksaan peristiwa di Medali yang sudah ditangani Sat Reskrim", ungkap Rifan Hanum, Senin (10/04/2017) usai pertemuan dengan pihak Polres Mojokerto.

Pengacara yang juga Ketua Lembaga Penyuluhan dan Pendampingan Hukum (LPPH) Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Mojokerto ini menegaskan, bahwa kedatangannya bersama MPL ini bukan untuk mengintervensi penyelidikan yang dilakukan pihak Kepolisian. Hanya saja,, hingga saat ini masyarakat merasa tidak puas atas penangganan kasus tersebut. Bahkan, warga berencana membawa kasus tersebut ke Polda Jatim. "Makanya, pihak Kepolisian disini harus tegas. Penangganan permasalahan yang kurang tegas, bisa memicu insiden kericuhan dengan warga terulang lagi", tegas Rifan Hanum.

Ditandaskannya, bahwa telah ada beberapa orang yang terindikasi sebagai aktor intelektual dibalik pengerahan 'preman' bayaran tersebut. Selain itu, 67 orang bayaran yang sempat diamankan di Polres Mojokerto itu, bisa jadi menghilangkan barang bukti hingga melarikan diri. Terkait itu, pihaknya berharap Polres Mojokerto segera menetapkan tersangka hingga melakukan penahanan terhadap pihak-pihak yang terindikasi sebagai aktor dibalik cipta kekisruhan di Desa Medali itu. "Unsurnya sudah jelas dan sudah konkrit", tandas pendiri LBH Gajah Mada Mojokerto yang ini.

Rifan Hanum memaparkan, bahwa penetapan tersangka dan penahanan terhadap pelaku mengacu pada banyaknya saksi-saksi yang mengarah pada 4 (empat) person yang diduga sebagai aktor intelektual dibalik pengerahan orang-orang bayaran yang sudah dikondisikan sedemikian rupa. Ke-empat person yang diduga sebagai aktor intelektual tersebut, diantaranya berinisial RW, JS, TR, dan SH. "Bahkan, saksi juga sudah terang-terangan sebut empat nama itu sebagai dalangnya", paparnya.

Jika kepolisian menyebut tidak ada tindak pidana, lanjut Rifan Hanum, hal tersebut perlu dipertanyakan lebih lanjut. Pasalnya, sebelum ke-67 orang bayaran yang berhasil diamankan warga, saat itu di TKP (tempat kejadian perkara) sudah banyak puluhan orang bayaran itu yang turun disalah-satu pos penjagaan warga yang kebetulan hanya dijaga 3 (tiga) pemuda. Dimana, massa bayaran itu sempat mengintimidasi hingga melakukan ancaman akan mengeroyok dan menganiaya ke-tiga orang pemuda yang saat itu menjaga portal. "Ini sudah terjadi, sudah turun dari truk dan sudah mau mengrusak, kok dibilang tidak ada tindak pidana. Sudah ada tindak pidana", lanjutnya.

Ditambahkannya, bahwa hal itu berbeda dengan jika saja puluhan massa bayaran itu berbalik-arah jauh diluar akses menuju pabrik pengolah karet ketika melihat adanya portal yang dijaga warga. "Tidak malah datang dan turun, bahkan mengancam warga di portal. Jadi, pihak Kepolisian tinggal mau atau tidak, serius atau tidak saja", tambah Ketua DPC Ikatan Advokat Indonesia Kabupaten Mojokerto, H. Rif’an Hanum SH. MH.

Menurutnya, jika penyidik juga belum mendapatkan delik mengenai penghasutan serta ajakan untuk melakukan sesuatu tindak pidana atau karena belum menemukan cantolan pidananya sebagaimana dituangkan dalam Pasal 160 KUHP, tentunya jelas, hal itu dianggapnya hanya mengada-ngada. "Bisa jadi, penyidik kurang mendalami fakta-fakta yang terjadi sebelum adanya penangkapan 67 massa bayaran oleh warga secara massif", cetus advokat yang juga mantan aktifis GMNI yang ini.

Ketika disinggung tentang hasil pertemuan dengan pihak Polres Mojokerto, Rifan Hanum menerangkan, bahwa pihak Polres Mojokerto mengaku sudah memproses rentetan polemik yang belakangan ini sering terjadi di Desa Medali. Hanya saja, penyidik masih butuh waktu dalam menyelesaikan polemik dipabrik pengolah karet tersebut. "Tapi, SPPHP (Red: Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan ) hingga detik ini belum di keluarkan. Harusnya, Polisi memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan atas laporan yang sebelumnya kita layangkan", terangnya.

Meski dalam hal ini pihaknya tidak menuding jika Kepolisian lemot dalam penangganan persoalan tersebut, namun warga meminta ada kejelasan terkait pengusutan aksi mendadak yang dilakukan oleh 67 orang bayaran yang dinilai merugikan ribuan warga Medali dan sekitarnya tersebut. "Kita tidak mempersoalkan lamban ataupun cepat. Warga, hanya meminta kejelasan dan ketegasan penyidikan", pungkasnya.

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Budi Santoso menerangkan, jika penanganan kegaduan di Desa Medali yang melibatkan 67 orang bayaran diduga preman tersebut, hingga saat ini masih terus dilakukan. Terkait kemungkinan tindak-lanjut dari proses penyelidikan ke penyidikan, bergantung temuan fakta yang yang sebenarnya. "Yang jelas, kami memproses sesuai fakta-fakta dilapangan", terang AKP Budi Santoso.

Menurut Kasat Reskrim Polres Mojokerto, untuk menangani kasus yang melibatkan 67 orang ini, tidak cukup dalam waktu seminggu saja. Apalagi, hingga menetapkan tersangka. "Kalau memang cukup bukti dan ada unsur pidana, tentunya akan kami naikkan (Red: ke penyidikan). Begitu juga sebaliknya. Sampai sekarang, kami belum temukan itu (Red: unsur pidananya)", jelas Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Budi Santoso.
*(DI/Red)*