Sabtu, 03 Juni 2017

Angga, Korban Salah Tangkap Diputus Bebas Ditingkat Kasasi

Baca Juga


Angga Wahyu Pratama saat menunjukkan salinan vonis bebas dari Mahkamah Agung RI.

Kab. MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Angga Wahyu Pratama (22) mahasiswa semester IV Universitas Darul Ulum  (Undar) Jombang, akhirnya dinyatakan 'Tidak Bersalah' dan diputus 'Bebas' ditingkat kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Angga dinyatakan 'Tidak Bersalah' dan diputus 'Bebas' melalui kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Mahkamah Agung RI, atas putusan tidak bersalah yang diputuskan Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto terhadap kasus pencabulan yang didakwakan kepada dirinya.

Pemuda yang tinggal di Dusun Janti Desa Wunut Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto ini mengaku, jika dirinya menjadi korban salah tangkap lantaran fitnahan 'menghamili pacarnya'. Ironisnya, atas dugaan kasus yang diduga sarat rekayasa itu membuat dirinya harus menerima status tersangka dan mendekam dalam tahanan Polres Mojokerto selama 2 (dua) bulan pertama ditambah 4 (empat) bulan di Lapas kelas II-B Mojokerto, 

Selama dua bulan pertama, Angga dijebloskan ke tahanan Polres Mojokerto oleh penyidik, yakni 9 Juli-30 Agustus 2015. Penahanan dilanjutkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II-B sejak 31 Agustus hingga berakhirnya masa persidangan 14 Januari 2016. Yang mana, Angga dibebaskan dari penahanannya setelah dinyatakan tidak bersalah oleh PN Mojokerto dengan Nomor Putusan: 384/Pid.Sus/PN.Mjk tertanggal 14 Januari 2016. Namun saja, baru pada keesokan harinya, Angga resmi bebas dari penjara.

Atas putusan Pengadilan Negeri Mojokerto tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto melakukan upaya kasasi, untuk menjebloskan kembali Angga ke penjara. Hanya saja, upaya JPU tersebut gagal. Pasalnya, tanggal 10 November 2016, Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia menguatkan putusan PN Mojokerto. "Sama sekali saya tak melakukan perbuatan yang dituduhkan ke saya", ujar Angga serasa menahan tangis, Sabtu (03/06/2017).

Angga pun menceriterakan tentang pengalaman pahit yang pernah ia alami selama 2 (dua) bulan berada dalam tahanan Polres Mojokerto itu. Konon, ia mengalami sejumlah kekerasan dari para tahanan lainnya. Belum lagi, ketika dirinya menjadi tahanan titipan pihak Kejaksaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-B Mojokerto. "Saya ditahan di Polres sekitar dua bulan, di Lapas Mojokerto sekitar empat bulan", ceritera Angga, Sabtu (03/06/2017).

Diungkapkannya, sebagai seorang mahasiswa yang masih aktif, Angga benar-benar merasakan dampak sosial yang luar biasa atas dipenjaranya dirinya yang diduga kuat korban by desain keluarga korban pencabulan serta oknum Perangkat Desa. Belum lagi, beban moral yang dirasakan keluarga Angga. "Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya, jika harus menjalani hukuman penjara selama enam bulan. Saya ditahan di Polres Mojokerto mulai tanggal 9 Juli 2015 sampai 31 Agustus 2015, kemudian dilayar ke LP Mojokerto sampai diputus bebas tanggal 14 januari 2016. di LP tidak ada masalah karena tahanan satu sel dengan saya baik-baik", ungkap Angga dengan meneteskan air mata.

Lebih juah, anak pertama dari dua bersaudara pasangan Achmad Muhajirin (43) dan Siswati (43) inipun, membeberkan pengalaman buruknya tatkala menjadi tahanan Polres. Konon, hampir setiap hari ia harus menerima kekerasaan, baik dari tahanan maupun oleh oknum petugas. Yang mana, akibat kekerasan itu, tubuhnyapun kerap kali lebam mendita kesakitan. "Walaupun sudah lama, tapi saya masih ingat menjalani hidup ditahanan. Siksaan berupa pukulan setiap hari saya rasakan. Dipanggil keluar kemudian dipukuli hampir seluruh badan kecuali di bagian otak, kepala dan wajah", bebernya dengan mata berkaca-kaca.

Sementara itu, korban pencabulan itu sendiri yakni UDL (inisial) warga Dusun Glonggongan Desa Sumbertebu Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto, saat itu masih berusia 16 tahun. Beberapa sumber dilapangan ketika itu menyatakan, jika pelaku pencabulan ada sebanyak 4 (empat) pemuda. Hanya saja, dalam perjalanan kasus tersebut, 3 (tiga) pelaku lainnya diduga dikondisikan oleh salah satu oknum Kepala Desa agar menyerahkan sejumlah uang damai dan korban pencabulan yang hamil menikah dengan seorang pemuda.

Meski demikian, Angga tetap diproses hingga menjalani penahanan sebelum diputus bebas. Tak ayal, atas peristiwa yang menimpanya itu, kini Angga menuntut keadilan. Karena, dampak yang ditimbulkan dari tuduhan yang tak dilakukannya itu. "Saya punya keyakinan saat itu, saya harus kuat, karena memang bukan saya yang melakukan. Saya harus menuntut keadilan, harga diri saya tercoreng, malu yang saya rasakan tidak hanya saya saja yang merasakan tapi juga keluarga saya. Aktifitas saya untuk menuntut ilmu tidak bisa saya lakukan, terengut kemerdekaan saya karena tuduhan itu", ujar Angga.

Bukan Angga saja yang menjadi bahan pergunjingan sejumlah kalangan, ibu kandungnyapun kerap kali menerima cibiran akibat tuduhan yang menimpa Angga. Beruntungnya, kasasi yang diajukannya ke Mahkamah Agung RI menyatakan jika ia tidak bersalah dan diputus bebas. "Ibu saya bolak balik pingsan saat menjengguk saya di tahanan, bahkan pernah sakit karena kepikiran saya. Waktu bebas, pasti orang memandang sinis dan buruk ke saya. Tapi saya berusaha menguatkan batin, karena memang saya tidak melakukan perbuatan itu. Banyak teman-teman saya yang awalnya baik menghindari saya. Tapi lama-lama kebongkar jika saya tidak bersalah, bahkan mereka minta maaf atas sikapnya. Begitu juga dengan para tetangga", terangnya, dengan nada sedih.

Beruntungnya pula, oleh universitas tempatnya menuntut ilmu, Angga dinyatakan cuti selama menjalani masa penahananan. Sehingga, begitu dinyatakan 'Tidak Bersalah' dan diputus 'Bebas' oleh Mahkamah Agung RI, Angga pun bisa melanjutkan perkuliahannya. Karenanya, Angga mengucap rasa terima-kasihnya yang sedalam-dalamnya kepada seluruh jajaran Universitas-nya. "Alhadulilah... saya sangat berterima-kasih pada pihak kampus yang memiliki kekijakan dan toleransi tinggi. Sehingga saya masih bisa melanjutkan kliah setelah dinyatakan bebas", ucapnya.

Dijelaskannya, bahwa pihak kampus menerimanya kembali kuliah karena memanga ia dinyatakan tidak bersalah, sehingga pihak kampus memberi tolerasi dan mempersilahkannya kembali melanjutkan pendidikannya. "Saya ucapkan terima kasih kepada pihak kampus yang memberikan saya kesempatan kembali menempuh pendidikan disana. Seharusnya, tahun depan saya sudah lulus. Tapi, gara-gara kasus ini, saya terlambat dua semester. Tapi ada hikmah yang bisa saya ambil dari kasus ini, saya lebih rajin beribadah dan berhati-hati agar tidak terulang lagi karena difitnah orang itu sangat menyakitkan", jelasnya.

Ketika disentuh apakah pihak keluarga Angga akan menuntut balik pihak keluarga UDL, Angga mengaku masih merundingkan dengan pihak keluarga. "Terkait penuntutan balik, masih akan kami rundingkan bersama kekuarga. Anehnya, kasus saya saat itu belum selesai, dia (Red: UDL) sudah dinikahkan dengan orang lain. Seharusnya kan harus menunggu kasus saya selesai, agar jelas siapa yang melakukan perbuatan tersebut. Meski dia dan pelaku yang sebenarnya sudah mengaku, tapi ia justru dinikahkan dengan orang lain. Karena memang pelaku sebenarnya sudah memiliki istri", pungkasnya. *(DI/Red)*