Senin, 05 Juni 2017

Dituding Salah Tangkap Kasus Persetubuhan Anak Dibawah Umur, Penyidik Menyebut Proses Penyidikan Tak Ada Cacat

Baca Juga

Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Budi Santoso.

Kab. MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Tudingan 'Salah Tangkap' dalam kasus Persetubuhan Anak Dibawah Umur hingga membuat Angga Wahyu Pratama (22) mahasiswa akuntansi Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang meringkuk dalam tahanan Polres Mojokerto selama hampir 2 bulan dan dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II-B Mojokerto selama sekitar 4 bulan, pihak penyidik menyebut jika penyidikannya 'Tak Ada Cacat'. Sat Reskrim Polres Mojokerto membantah jika melakukan salah tangkap terhadap Angga Wahyu Pratama. Menurut Polisi, penyidikan perkara persetubuhan anak di bawah umur yang menjerat Angga, sudah sempurna.

Sebagaimana diungkapkan oleh Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Budi Santoso, bahwa proses penyidikan perkara persetubuhan anak dibawah umur yang diduga dilakukan Angga terhadap UDL (inisial) gadis asal Kecamatan Bangsal yang saat kejadian berumur 16 tahun, sesuai Pasal 184 KUHAP. "Tidak ada namanya salah tangkap. Dalam proses penyidikan tak ada cacatnya", ujar AKP Budi Santoso kepada wartawan, Senin (05/06/2017).

Diterangkannya, bahwa penanganan kasus ini berdasarkan laporan korban pada pertengahan 2015. Yang mana, saat kejadian, UDL yang saat itu masih berusia 16 tahun ini berstatus pelajar kelas XI SMK swasta di Kecamatan Bangsal. Saat itu, korban telah hamil 5 (lima) bulan. Seangkan Angga sendiri saat itu berusia 20 tahun dan tercatat sebagai mahasiswa Undar Jombang semester 2 (dua) jurusan akuntansi. "Tersangka sudah dewasa, korbanya masih anak-anak sehingga tak ada diversi untuk penyelesaian secara kekeluargaan", terangnya.

Lebih jauh, AKP Budi Santoso menjelaskan, bahwa hasil penyidikan yang dilakukan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) mampu memenuhi 4 (empat) dari 5 (lima) alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Yakni, meliputi keterangan saksi, surat visum, petunjuk dan pengakuan tersangka. "Hanya keterangan saksi ahli yang tidak disertakan penyidik karena dianggap sudah cukup bukti", jelasnya.

Selain kesaksian korban dan tersangka, lanjut Kasat Reskrim Polres Mojokerto, penyidik juga memintai keterangan 5 (lima) orang saksi. Diantaranya ibu korban berinisial K (36), tante korban, teman sekelas korban berinisial V dan dua tetangga korban. Dari keterangan para saksi yang tertuang dalam berkas acara penyidikan (BAP), membenarkan perbuatan pelaku yang menyetubuhi korban. Dalam BAP, Angga sendiri juga mengakui perbuatannya. "Syarat formal terkait surat menyurat dan syarat material terkait perbuatan tersangka memenuhi unsur Pasal yang kami sangkakan, yakni Pasal 81 ayat (2) atau Pasal 82 ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Tak ada tekanan maupun intimidasi oleh penyidik kepada para saksi", lanjut AKP Budi Santoso.

Dianggap sudah sempurna, baru pada 23 Juli 2015 berkas penyidikan kasus Angga dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto. Dimana, berkas No. BP/62/VII/2015/Reskrim itupun dinyatakan sudah lengkap (P21) oleh Kejari Mojokerto, sebagaimana tertuang dalam surat dari Kejari No. B-2034/O.5.9/Ep.1/08/2015 tanggal 10 Agustus 2015. "Berkas kami kirim langsung P21. Artinya, berkas dari penyidik sempurna dan memenuhi empat alat bukti. Penyidikan kami terang ke tersangka A (Angga). Tidak ada tersangka lain", beber AKP Budi Santoso.

Disentuh kemungkinan adanya tersangka lain yang disebut Angga staf TU di SMK swasta tempat UDL sekolah, Budi menyatakan itu bagian dari kebohongan yang dilakukan Angga. Ketika dimintai keterangan oleh penyidik, Angga tak pernah menyebut adanya pelaku lain. Bahkan, saat itu Angga mengakui perbuatannya menggauli korban hingga hamil. "Sampai detik ini, yang dikatakan A itu hanya isu dan tidak benar. Memang saat penyidikan ada surat kaleng yang isinya seperti yang dikatakan A. Tentu saja tak kami periksa oknum TU itu karena ini surat budek, surat kaleng yang tak jelas pengirimnya", tandasnya.

Terkait berubahnya keterangan para saksi di pengadilan yang berujung vonis bebas dari majelis hakim PN Mojokerto, kata Budi, itu di luar kewenangannya. Dia mengaku siap jika digugat oleh Angga dan keluarganya jika merasa dirugikan oleh penyidik. Begitu pula jika Angga melaporkan korban dan kepala desa tempat tinggal korban jika merasa difitnah. "Saya tak bisa berkomentar karena itu putusan hakim yang tak bisa dikomentari. Hakim bertanggung-jawab kepada Tuhan", pugkasnya, tegas. *(DI/Red)*