Minggu, 11 Juni 2017

Jaga Penguatan Ekonomi Kerakyatan Dan Pundi-pundi PAD, Dewan Serukan Lelang Pembangunan Pasar Tanjung Anyar Bersistem BGS Harus Transparan

Baca Juga


Ketua F-PKB DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik.

Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Tanggapan sejumlah pihak atas sikap tegas kalangan DPRD Kota Mojokerto berupa koreksi ataupun kritik yang dilontarkan terhadap rencana pelaksanaan proyek Pembangunan Revitalisasi Pasar Tanjung Anyar bersistem Build Operate and Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah (BGS) dengan mempersepsikan sebagai suatu sikap penolakan Dewan terhadap program pembangunan pasar tradisional tersebut, dibantah keras oleh kalangan Legislator setempat. "Ketika mengalirnya suatu kritik dan atau koreksi dianggap sebagai suatu hambatan atau bahkan suatu ancaman yang membahayakan, inilah kedangkalan yang justru perlu untuk digali lebih dalam agar arusnya lancar. Kami meyakini, mereka tidak mengikuti jalannya RDP (Red. Rapat Dengar Pendapat), atau mengikuti tapi tidak paham persoalan", sergah Junaedi Malik, Minggu (11/06/2017) malam, melalui Ponselnya.

Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) yang juga anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik menegaskan, bahwa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 26 Mei 2017 yang lalu, memang benar jika pihaknya meminta kepada pihak dinas terkait untuk mejelaskan kronologi dan latar-belakang yang membuat Disperindag tanpa berkomunikasi terlebih dahulu merubah persetujuan hasil Rapat Pembahasan APBD 2016. "Yang pertama, lihat kontennya dulu. Kan sudah jelas, ruang lingkupnya Rapat Dengar Pendapat. Artinya, DPRD mendengarkan alasan-alasan atau latar belakang yang dalam hal ini pihak Disperindag, sehingga merubah persetujuan dewan dari hasil Rapat Pembahasan APBD 2016, yakni pendanaan pembangunan revitalisasi pasar Tanjung Anyar bersumber dari dana APBD Kota Mojokerto. Jadi, kurang pada tempatnya jika dalam konten RDP digunakan untuk menjustice ataupun menvonis yang dalam hal ini menolak program pembangunan pasar tersebut", tegas Junaedi Malik.

Lebih jauh, Junaedi Malik memaparkan panjang-lebar tentang sifat dan ruang-lingkup Rapat Dengar Pensapat. Diantaranya, bahwa RDP adalah rapat antara Sub Komisi, Komisi, beberapa Komisi dalam Rapat Gabungan Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus dengan pejabat pemerintah yang mewakili Instansinya, baik atas undangan Pimpinan DPR maupun atas permintaan pejabat pemerintah terkait. Dimana, rapat ini dipimpin oleh pimpinan Komisi, pimpinan Rapat Gabungan Komisi, pimpinan Badan Legislasi atau pimpinan Panitia Khusus. Sedangkan Rapat Dengar Pendapat umum adalah rapat antara Sub Komisi, Komisi, beberapa Komisi dalam Rapat Gabungan Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus dengan perseorangan, kelompok, organisasi atau badan swasta, baik atas undangan Pimpinan DPR maupun atas permintaan yang bersangkutan. Rapat ini dipimpin oleh pimpinan Komisi, pimpinan Rapat Gabungan Komisi, pimpinan Badan Legislasi, atau pimpinan Panitia Khusus. "Jadi, nuansanya akan lain jika sampai dibawa ke ranah Sidang Paripurna ataupun Sidang Paripurna Istimewa dengan konten Hak Interpelasi, Hak Angket ataupun Hak Menyatakan Pendapat", paparnya.

Politisi PKB yang telah duduk sebagai anggota DPRD Kota Mojokerto selama 2 (dua) periode ini menjelaskan, bahwa sejak pasar tradisional tersebut kembali dalam pengelolaan Pemkot Mojokerto, maka sejak itulah program pembangunannya sudah mulai direncakan. Terkait berlarut-larutnya pelaksanaan pembangunannya hingga sekarang inilah yang menjadi pertanyaannya. Terlebih, dengan adanya segi pendanaan bersistem APBD diseret-seret menggunakan sistem BGS (Bangun Guna Serah). "Yang kita pahami adalah, baru pada tahun 2013 lalu pasar Tanjung Anyar ini kembali dikelola Pemkot. Karena kondisinya yang kurang memadai lagi, maka program pembangunannya sudah mulai direncanakan. Bahkan, dalam pembahasan APBD 2016 sudah disetujui untuk dibangun atau direvitalisasi yang pendanaannya dari dana APBD. Namun, kenyataannya berlarut-larut hingga sekarang dan bahkan diseret-seret untuk beralih sistem BGS", jelas junaedi Malik.

Walau bagaimanapun juga, lanjut junaedi Malik, ketika menggunakan sistem Build Operate and Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah (BGS) akan berkaitan dengan  Memorandum Of Understanding (MoU) yang tentunya pula harus menyebutkan sejauh mana kontribusinya terhadap Penguatan Ekonomi Kerakyatan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tentunya pula akan melibatkan Eksekutif dan Legialatif. "Menggunakan sistem BGS tentunya akan ada MoU antara pengelola dengan Pemerintah yang tentunya melibatkan pihak Eksekutif dan Legislatif. Kalau kita tidak tahu sejauh mana kontribusinya terhadap PAD dan keberpihakannya terhadap Penguatan Ekonomi Kerakyatan, apakah kita bisa digiring-giring untuk setuja-setuju begitu saja...? Intinya, hingga saat ini tidak ada istilah DPRD tolak atapun DPRD menolak", lanjutnya.

Terkait itu, pihaknya menyerukan, supaya pihak Disperindag Pemkot Mojokerto transparan dalam memberikan pemaparan terkait dialihkannya sistem pembangunan pasar Tanjung Anyar yang semula bersistem dana APBD Kota Mojokerto dirubah menjasi sistem BGS. "Ironisnya, ketika Rapat Dengar Pendapat, Kepala Disperindag selaku Penanggung-jawab Anggaran seolah-olah kurang paham dengan menyatakan jika ketika dia menduduki jabatannya, berkasnya sudah diatas meja. Ini kan aneh...!? Parahnya, terkait prosedur pelelangannyapun, pihak dinaspun belum bisa menyampaikannya secara tegas dan transparan. Sementara, dia sudah bisa menyebutkan jika proyek akan dimulai pada akhir September 2017. Janggal kan...!? Untuk itu, kami serukan agar Disperindag transparan dalam pelelangannya", seru Ketua F-PKB yang duduk di Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik.

Sebagaimana diketahui, terdapat Tata-cara Pelaksanaan Perjanjian BOT atau BGS antara pihak Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur. Yang mana, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, sebelum dilaksanakannya perjanjian BOT/BGS penyediaan infrastruktur, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah harus melakukan identifikasi proyek-proyek Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha, paling tidak dengan petimbangan:
1. Kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur,
2. Kesesuaian lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah,
3. Keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah,
4. Analisa biaya dan manfaat sosial.

Selain itu, setiap usulan proyek yang akan dikerjasamakanpun harus disertai dengan: (1). Pra studi kelayakan; (2). Rencana bentuk kerjasama; (3). Rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan (4). Rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian. Yang selanjutnya, berdasarkan hasil identifikasi proyek dan hasil konsultasi publik, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan prioritas proyek-proyek yang akan dikerjasamakan dalam daftar prioritas proyek. Yang mana, daftar prioritas proyek inipun harus dinyatakan secara terbuka untuk umum dan disebarluaskan kepada masyarakat.

Sementara itu, Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan kriteria sebagai berikut:
1. Tidak termasuk dalam rencana induk pada sektor yang bersangkutan,
2. Terintegrasikan secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan,
3. Layak secara ekonomi dan finansial,
4. Tidak memerlukan dukungan Pemerintah yang berbentuk kontribusi fiskal.

Lebih dari itu, proyek atas prakarsa Badan Usaha inipun wajib dilengkapi dengan adanya: (1). Studi kelayakan; (2). Rencana bentuk kerjasama; (3). Rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan (4). Rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian. Selanjutnya, barulah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan mengevaluasi proyek atas prakarsa Badan Usaha dimaksud. Dan, jika memenuhi persyaratan kelayakan, proyek atas prakarsa Badan Usaha dimaksud diproses melalui 'Pelelangan Umum' sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Ke-empat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. *(DI/Red)*