Baca Juga
Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Wiwiet Febryanto, terpidana kasus tindak pidana korupsi 'suap' pengalihan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017, meski tidak menjabat lagi sebagai Kepala Dinas (Kadis) PUPR Pemkot Mojokerto karena harus menjalani Vonis atau Putusan Hakim berupa hukuman badan 2 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider Rp. 250 juta, namun hingga saat ini Pemkot Mojokerto belum menyopot status Wiwiet Febryanto sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkup Pemkot Mojokerto.
Pemkot beralasan, meski Putusan Pengadilan Tipikor Surabaya Jawa Timur (Jatim) terhadap pejabat yang terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pertengahan Juni 2017 silam itu sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, seperti dipublikasikan pada laman KPK, namun petikan vonis Pengadilan Tipikor Surabaya tanggal 10 Nopember 2017 itu belum diterima pihak Pemkot.
Hal itu, membuat Pemkot Mojokerto belum dapat memroses pemberhentian Wiwiet Febryanto sebagai ASN atau PNS Pemkot Mojokerto. “Sepanjang petikan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap belum diterima (Red: Pemkot Mojokerto), maka sanksi pemberhentian sebagai ASN belum bisa dilakukan", terang Kepala Badan Kepegawaian (BKD) Kota Mojokerto Endri Agus Subianto saat dikonfirmasi melalui selulernya, Kamis (01/02/2018).
Kepala BKD Kota Mojokerto menjelaskan, bahwa proses pemberhentian Wiwiet Febryanto sebagai ASN, akan langsung dilakukan oleh Tim Penindakan Pelanggaran Disiplin ASN, jika petikan vonis yang sudah inkracht itu diterima Walikota Mojokerto dalam kapasitasnya selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). “Regulasinya ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN", jelas Endri Agus Subianto.
Lebih jauh, Endri Agus Subianto memaparkan, bahwa dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN ini, mengatur tentang pemberhentian ASN dengan tidak-hormat apabila ASN dimaksud dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 tahun dan tindak pidana yang dilakukan dengan berencana. "Mengacu ketentuan dalam PP Nomor 11 Tahun 2017, tertutup kemungkinan bagi yang bersangkutan (Red: Wiwiet Febriyanto) tetap menyandang status ASN atau PNS. Acuannya pada tindak pidana yang dilakukan dan lama hukuman yang dijatuhkan Hakim", papar Kepala BKD Kota Mojokerto, Endri Agus Subianto.
Dikonfirmasi soal belum diberhentikannya Wiwiet Febryanto sebagai ASN Pemkot Mojokerto, sementara rilis KPK menyebutkan bahwa perkara Wiwiet Febriyanto dinyatakan inkracht berdasar Putusan PN Tipikor Surabaya Nomor : 161/Pid.Sus-TPK/2017/PN.SBY, tanggal 10 Nopember 2017, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Setdakot Mojokerto Puji Hardjono menerangkan, jika pihak Pemkot Mojokerto sudah mengajukan permintaan petikan putusan ke Pengadilan Tipikor Surabaya sejak pekan kemarin. "
"Pemkot sudah mengirim surat permintakan Salinan Putusan Pengadilan ke Pengadilan Tipikor Surabaya. Sudah dikirim minggu kemarin. Namun, sampai sekarang belum ada balasan", terang Kabag Hukum Setdakot Mojokerto Puji Hardjono.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam amar putusannya yang dibacakan dalam sidang yang digelar pada Jum'at 10 Nopember 2017, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti menyatakan, bahwa terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto terbukti secara sah dan meyakinkan telah 'menyuap' Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto terkait komitment fee proyek Penataan Lingkungan (Penling) atau yang sering disebut dengan proyek Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat).
“Menyatakan, terdakwa Wiwiet Febryanto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah telah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 KUH Pidana", tegas Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti saat membacakan putusan dalam persidangan diruang Cakra, Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum’at (10/11/2017) siang
Atas pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut, Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto diganjar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti dengan hukuman badan 2 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan, 3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto yang turut terjaring OTT KPK bersama Wiwiet Febryanto pada Jum'at (16/01/2017) tengah-malam hingga Sabtu (17/06/2017) dini hari, yakni Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto (PDI-P), Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto (PAN) dan Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto (PKB), dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Selasa 5 Desember 2017, masing-masing diganjar Majelis Hakim Tipikor Surabaya yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti harus menjalani hukuman badan 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara.
Vonis tersebut dijatuhkan, karena Majelis Hakim yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti menilai, bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, dakwaan JPU KPK dan pleidoi para terdakwa, ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 12 huruf a, jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(DI/Red)*