Baca Juga
Kota JAKARTA - (harianbuana.com).
Persoalan diskriminasi dan kriminalisasi jurnalis, belakangan ini sering terjadi, bahkan bisa dibilang telah mencapai tingkat krusial yang sangat membahayakan. Rentetan penangkapan demi penangkapan wartawan di hampir seluruh wilayah Indonesia akibat pemberitaan yang tidak dapat diterima oleh segelintir orang telah mengancam eksistensi elemen kontrol sosial di masyarakat. Tewasnya wartawan Sinar Pagi Baru, Muhammad Yusuf, di Lapas Klas IIB Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan di penghujung bulan suci Ramadhan lalu, merupakan gong pertanda kematian jurnalisme kritis di negeri ini.
Seperti diungkapkan oleh Senator DPD RI Fachrul Razi, MI asal Aceh dalam menyikapi kondisi pers dalam negeri yang semakin buruk akibat maraknya kasus kriminalisasi terhadap wartawan oleh sejumlah oknum aparat kepolisian.
"Ratusan wartawan saat ini sedang menjalani proses hukum, dilaporkan ke polisi akibat pemberitaan media. Mekanisme penyelesaian sengketa pers adalah melalui koridor UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang oleh karena itu, seluruh tindakan aparat kepolisian yang menangkap wartawan karena pemberitaan dan memprosesnya melalui penerapan peraturan di luar UU Pers adalah kriminalisasi. Itu dapat dikategorikan ilegal, polisi telah melakukan pelanggaran hukum", ungkap Fachrul Razi kepada wartawan melalui saluran selulernya, Jumat (06/07/2018).
Lebih jauh, kandidat doktor di bidang ilmu politik ini juga menyoroti tewasnya wartawan Muhammad Yusuf dalam tahanan Lapas kelas IIB Kotabaru - Kalimantan Selatan pada 10 Juni 2018 lalu lalu.
"Tewasnya wartawan Muhammad Yusuf di Lapas Klas IIB Kotabaru Kalimantan Selatan lalu itu hakekatnya adalah gong kematian pers Indonesia. Ini tanda bahaya yang mengancam keberadaan elemen kontrol publik terhadap penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara kita", ujar senator muda yang akrab disapa 'Bang Fachrul' ini.
Keadaan pers di tanah air yang sudah sangat genting itu, lanjut Bang Fachrul, bahkan sudah diketahui dan direspon oleh PBB, yakni UNESCO. Sebagaimana diberitakan di berbagai media, bahwa Pimpinan UNESCO Audrey Azoulay, (Kamis, 05/07/2018) menyerukan agar dilakukan penyelidikan dan pengungkapan secara terang-benderang tentang kematian Muhammad Yusuf.
"Pihak internasional sudah mencium bau tidak sedap tentang kondisi pers di negara kita. UNESCO sudah bersuara dan akan menjadikan kasus kematian 'misterius' wartawan Kalsel Muhammad Yusuf sebagai pintu masuk untuk mencermati perkembangan demokrasi di negeri ini yang terancam mandeg akibat kriminalisasi pers yang marak dilakukan aparat bersama lembaga dewan pers", ujar Bang Fachrul.
Untuk mengatasi masalah pelik tersebut, Fachrul Razi menyampaikan langkah-langkah strategis-teknis yang harus dilakukan para pihak terkait. "Pertama, kita mendesak Kapolri bersama jajarannya untuk menghentikan proses kriminalisasi terhadap wartawan di seluruh Indonesia, baik yang sedang berproses hukum maupun yang sedang dilaporkan oleh masyarakat. Polisi jangan jadi centengnya para oknum pengusaha dan pejabatlah. Umumnya kasus yang diproses polisi itu khan yang dilaporkan oknum berduit, kalau bukan pengusaha, yaa politisi, pejabat, dan semacamnya", beber Bang Fachrul.
Kedua, menurut Fachrul Razi, lembaga pemangku pers yang dinilai gagal melindungi kemerdekaan pers Indonesia, yakni Dewan Pers, harus diperiksa dan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
"Dewan Pers harus dimintai pertanggungjawaban, mengapa situasi kemerdekaan pers bisa memburuk seperti belakangan ini. Mereka diberikan dana APBN puluhan miliar setiap tahun untuk mengembangkan kemerdekaan pers, bukan sebaliknya membungkam kebebasan pers. Mereka harus diseret ke meja hijau. Apalagi terkait kematian wartawan Muhammad Yusuf, para pengurus Dewan Pers dan staf ahlinya wajib mempertanggung-jawabkan kebijakan mereka yang melanggar hukum itu", tegas Bang Fachrul.
Dirinya juga menyarankan agar para pekerja pers harus bersatu memperjuangkan dan menjaga kemerdekaan pers Indonesia, sebab menurutnya, tanpa kemerdekaan pers, demokrasi tidak mungkin berjalan.
"Saya harapkan agar kawan-kawan pers se-Indonesia bersatu, perjuangan mempertahankan kemerdekaan pers itu butuh persatuan sesama pekerja pers. Kita ciptakan kehidupan pers merdeka yang kuat, kokoh dan merata kekuatannya di seluruh wilayah Indonesia", harap Fachrul. *(HWL/DI/Red)*
BERITA TERKAIT :
*UNESCO Serukan Penyelidikan atas Kematian Wartawan Indonesia Mohammad Yusuf