Jumat, 17 Agustus 2018

Adakah Benda Keramat Dalam Islam ?

Baca Juga

Oleh: H. Machfud Machradji.


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Audzubillahiminasy syaithanirrajim
Bismillahirrahmanirrahim


« لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ ». متفق عليه

“Sesunguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereka masuk lubang Dhab (sejenis kadal), niscaya akan kalian ikuti”. [HR. Bukhâri dan Muslim].


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda bahwa Allah Azza wa Jalla sangat membenci orang yang melakukan kebiasaan jahiliyah:

عَن ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللهِ ثَلاَثَة مُلْحِدٌ فِي الْحَرَمِ وَمُبْتَغٍ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَمُطْلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُرِيْقَ دَمَهُ)). رواه مسلم

“Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Manusia yang paling dibenci Allah Azza wa Jallaada tiga; orang melakukan dosa di tanah haram, orang yang mencari kebiasaan jahiliyah dalam Islam dan orang yang mengincar darah seseorang tanpa hak untuk ia tumpahkan (membunuhnya)”. [HR. Muslim].


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengubur kebiasaan jahiliyah itu di bawah telapak kakinya, sebagaimana beliau nyatakan:

((أَلاَ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمِيْ مَوْضُوْعٌ)) رواه مسلم

“Ketahuilah segala sesuatu dari urusan jahiliah terkubur di bawah telapak kakiku “[HR. Muslim].


عَنْ أَبِيْ وَاقِدٍ اللَّيْثِيْ، قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَىْ حُنَيْنٍ وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ، وَلِلْمُشْرِكِيْنَ سِدْرَةٌ يَعْكُفُوْنَ عِنْدَهَا وَيَنُوْطُوْنَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ، يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ، فَمَرَّرْناَ بِسِدْرَةٍ فَقُلْنَا: ياَ رَسُوْلَ اللهِ إجْعَلْ لَناَ ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (اللهُ أَكْبَرُ! إِنَّهَا السُّنَنُ، قُلْتُمْ ـ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ ـ كَمَا قَالَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْلُ لِمُوْسَى: (إجْعَلْ لَنَا إلهاً كَماَ لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُوْنَ) لَتَرْكَبُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ”. [رَوَاهُ التِّرْمِذِيْ وَصَحَّحَهُ]. هَذاَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.

Dari Abu Waqid Al Laysie, ia berkata: “Kami keluar bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Hunain, saat itu kami baru saja keluar dari kekufuran. Orang-orang musyrikin memiliki sebatang pohon yang besar, mereka duduk di sisinya dan menggantungkan senjata-senjata mereka padanya. Pohon itu disebut pohon Dzâtu Anwâth. Lalu kami melewati sebatang pohon yang besar pula. Maka kami berkata: ”Ya Rasulullâh jadikanlah untuk kami pohon Zatu Anwâth, sebagaimana mereka memiliki pohon Dzâtu Anwâth”.

Rasululâh n pun bertakbir (Allahu Akbar), Demi Zat yang jiwaku berada ditangannya, sesungguhnya ucapan kalian ini sebagaimana ucapan Bani Israil kepada Musa Alaihissallam: “Jadikanlah untuk kami sembahan sebagaiman mereka memiliki sesembahan! Musa berkata: sesungguhnya kalian kaum yang bodoh. Sesungguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang sebelum kalian”, [HR Tirmidzi].

مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ

“Barangsiapa yang bergantung kepada sesuatu (makhluk seperti jimat dan yang lainnya), maka dia akan dibiarkan bersandar kepada makhluk tersebut (tidak ditolong oleh Allah ta’ala)", [HR. Ahmad, no. 18781, 18786 dan At-Tirmidzi, no. 2072.


Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata, “Hasan ligairihi,” dan dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ghayatul Marom, no. 297].

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

“Sesungguhnya mantra-mantra, jimat-jimat dan pelet itu syirik.” [HR. Ahmad, no. 3615, Abu Daud no. 1776, 3883 dan Ibnu Majah, no. 3530. Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata, “Shahih lighairihi,” dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah, no. 2854].


يَا رُوَيْفِعُ لَعَلَّ الْحَيَاةَ سَتَطُولُ بِكَ بَعْدِى فَأَخْبِرِ النَّاسَ أَنَّهُ مَنْ عَقَدَ لِحْيَتَهُ أَوْ تَقَلَّدَ وَتَرًا أَوِ اسْتَنْجَى بِرَجِيعِ دَابَّةٍ أَوْ عَظْمٍ فَإِنَّ مُحَمَّدًا -صلى الله عليه وسلم- مِنْهُ بَرِىءٌ

“Wahai Ruwaifi’, bisa jadi engkau akan hidup lama sepeninggalku, maka kabarkanlah kepada manusia, bahwasannya siapa yang mengikat jenggotnya, atau menggunakan kalung (jimat) dari busur panah, atau beristinja dengan kotoran hewan atau tulang, maka Muhammad –shallallahu’alaihi wa sallam- berlepas diri darinya.” [HR. Abu Daud, no. 36, Shahih Abi Daud, no. 27].


Sahabat yang mulia Abu Basyir Al-Anshori radhiyallahu’anhu berkata,

أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ قَالَ عَبْدُ اللهِ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ وَالنَّاسُ فِي مَبِيتِهِمْ فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم رَسُولاً أَنْ لاَ يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيرٍ قِلاَدَةٌ مِنْ وَتَرٍ أَوْ قِلاَدَةٌ إِلاَّ قُطِعَتْ

“Bahwasannya beliau pernah bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pada salah satu perjalanan beliau –berkata Abdullah (rawi): Aku mengira beliau mengatakan-, ketika itu manusia berada pada tempat bermalam mereka, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk menyampaikan, “Janganlah tertinggal di leher hewan tunggangan sebuah kalung dari busur panah atau kalung apa saja kecuali diputuskan”.” [HR. Al-Bukhari no. 3005 dan Muslim no. 5671].


Sahabat yang mulia Imron bin Al-Hushain radhiyallahu’anhu menuturkan,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ وَيْحَكَ مَا هَذِهِ قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ وَهْنًا انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا

“Bahwasannya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melihat di tangan seorang laki-laki terdapat gelang dari tembaga, maka beliau berkata, “Celaka engkau, apa ini?” Orang itu berkata, “Untuk menangkal penyakit yang dapat menimpa tangan.” Beliau bersabda, “Ketahuilah, benda itu tidak menambah apapun kepadamu kecuali kelemahan, keluarkanlah benda itu darimu, karena sesungguhnya jika engkau mati dan benda itu masih bersamamu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya”[2].” [HR. Ahmad, no. 20000].


مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ

“Barangsiapa yang mengenakan jimat maka Allah ta’ala tidak akan menyempurnakan hajatnya, dan barangsiapa yang mengenakan wada’ah (jimat batu pantai) maka Allah ta’ala tidak akan memberikan ketenangan kepadanya.” [HR. Ahmad, no. 17404].


Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata, “Hadits hasan".

ألاَ أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ هِيَ كَنْزٌ مِنْ كُنُوْزِ الْجَنَّةِ؟ لاَ حَوْلاَ وَلاَ قُوَّةَ إلاَّ باِللهِ

“Tidakkah engkau ingin aku tunjukkan satu kalimat, yang ia merupakan harta dari harta karun surgawi? (dialah kalimat) ‘Laa haula walaa quwwata illaa billaah’”.
[Shahih Bukhari: 4205, 6384, Shahih Muslim: 2704].


Di antaranya juga adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda:

مَا عَلَى الأَرْضِ رَجُلٌ يَقُــوْلُ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَاللهُ أكْبَرُ وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَـمْدُ لِلّـهِ وَلاَ حَوْلاَ وَلاَ قُوَّةَ إلاَّ باِللهِ، إلاَّ كُفِّرَتْ عَنْهُ ذُنُوْبُهُ وَلَوْ كَانَتْ أَكْثَرَ مِنْ زَبْدِ الْبَحْرِ

“Tidaklah ada seseorang di atas bumi yang mengucapkan; (yang artinya: Tiada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, dan Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, segala pujian bagi Allah, dan tiada daya kekuatan melainkan dengan daya kekuatan Allah), kecuali pasti Allah akan menghapus dosa-dosanya sekalipun dosa tersebut lebih banyak dari buih di lautan”.
[HR. Tirmidzi dan al-Hakim, Shahiihul Jaami’: 5636].


هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

“Apakah ada pencipta selain Allah yang memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3).


Allah ta’ala berfirman,

وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Dan milik Allah lah kekuasaan atas langit dan bumi.” (QS. Ali ‘Imran: 189).


Allah ta’ala berfirman,

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah: Siapakah yang memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan, siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, siapakah yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan. Niscaya mereka akan menjawab, Allah. Maka katakanlah, Lalu mengapa kalian tidak bertakwa” (QS. Yunus: 31).


Menurut Kamus KKBI,
ke-ra-mat :
(1). suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketaqwaannya kepada Tuhan (orang yg bertakwa);
2 suci dan bertuah yg dapat memberikan efek magis dan psikologis kpd pihak lain (tt barang atau tempat suci);
me•nge•ra•mat•kan v menganggap keramat;
ke•ke•ra•mat•an n perihal (bersifat, berciri) keramat: ~ dan kesucian air Sungai Gangga tidak akan lenyap di mata penganut agama Hindu
magis
ma.gisn[a] bersifat magi; berkaitan dng hal atau perbuatan magi: tarian yg mengandung nilai magi disebut tarian –
magi1/ma•gi/ n sesuatu atau cara tertentu yang diyakini dapat menimbulkan kekuatan gaib dan dapat menguasai alam sekitar, termasuk alam pikiran dan tingkah laku manusia;
-- hitam magi yang digunakan untuk tujuan jahat;
-- putih magi yang digunakan untuk tujuan baik
tuah/tu•ah/ n 1 sakti; keramat; berkat (pengaruh) yang mendatangkan keuntungan (kebahagiaan, keselamatan, dan sebagainya): ada juga yang percaya pada -- azimat; keris ini mahal harganya, bukan karena gunanya, tetapi karena -- nya; 2 untung (yang bukan sewajarnya); bahagia: mengadu -- , mengadu untung (dalam perjudian dan sebagainya): untung ada, -- tiada, bekerja baik-baik akan ada juga hasilnya, tetapi tidak menjadi kaya; ada kekayaan, tetapi tidak terkenal namanya; menolak -- , melepaskan peluang baik; 3 keistimewaan; keunggulan (kehormatan, kemasyhuran, dan sebagainya);-- anjing, celaka kuda, pb nasib manusia tidak sama, ada yang beruntung dan ada pula yang celaka (tidak beruntung); -- ayam boleh dilihat, -- manusia siapa tahu, pb tidak ada orang yang dapat menentukan nasib seseorang; -- melambung tinggi, celaka menimpa, celaka sebesar gunung, pb berilmu tinggi, tetapi tidak mempunyai pekerjaan yang tetap sehingga hidupnya selalu susah juga;
bertuah/ber•tu•ah/ v 1 mempunyai tuah; 2 sakti; keramat; mendatangkan untung (keselamatan dan sebagainya): keris ~ , keris sakti; 3 kena tuah (kesaktian) orang; terpesona;sudah dapat gading ~ , tanduk tiada berguna lagi, pb setelah mendapatkan yang lebih baik, yang kurang baik ditinggalkan;
menuahi/me•nu•ahi/ v 1 memberi bertuah; mendatangkan tuah (kebaikan, kebahagiaan, dan sebagainya); mempengaruhi (memberkati) supaya baik; 2 mengatakan bertuah;
menuahkan/me•nu•ah•kan/ v 1 menceritakan kekayaan (keunggulan dan sebagainya) orang lain; 2 menentukan (mengecap dan sebagainya menjadi ...);
ketuahan/ke•tu•ah•an/ n 1 memperoleh tuah (keuntungan dan sebagainya); 2 kesaktian; keunggulan
sakti/sak•ti/ a 1 mampu (kuasa) berbuat sesuatu yang melampaui kodrat alam; mempunyai kesaktian: pendeta -- itu dapat berjalan di atas air; 2 mempunyai kuasa gaib; bertuah: umumnya masyarakat menganggap benda-benda peninggalan Wali Songo itu --; 3 keramat;
-- mandraguna Jw sakti yang luar biasa;
menyaktikan/me•nyak•ti•kan/ v membuat sesuatu menjadi sakti (kebal, bertuah, keramat): bulan Maulid ada orang yang - benda-benda pusaka kerajaan;
kesaktian/ke•sak•ti•an/ n 1 kepandaian (kemampuan) berbuat sesuatu yang bersifat gaib (melampaui kodrat alam): - itu diperolehnya dengan jalan bertapa di puncak gunung; 2 kekuasaan gaib: karena - yang dimilikinya, ia pun dapat menolak setiap guna-guna yang ditujukan kepada dirinya.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar memegang teguh akidah, tauhid. Tuhan yang mengatur, menguasai, menciptakan, memelihara seluruh yang ada dialam jagad raya ini hanya Allah Swt.
Meyakini dengan kuat bahwa yang mampu mendatangkan keselamatan, menimpakan bencana, mendatangkan rizqi, memberi kehidupan, menjatuhkan kematian, mengetahui dan menguasai hal-hal ghaib, keberuntungan, menolak dan mencegah keburukan maupun kejahatan, memelihara kenikmatan dan manfaat dunia dan isinya hanyalah Allah saja. Tidak ada yang lain. Pengingkaran terhadap hal ini maka jatuh pada perbuatan syirik, dosa besar yang tak akan diampuni oleh Allah Swt.
Dengan demikian bahwa dalam Islam tidak ada sesuatu benda maupun seorangpun yang keramat, sakti, bertuah. Yang Maha Besar, yang agung, yang keramat, yang sakti, yang bertuah hanyalah Allah Swt saja.
Islam melarang umatnya untuk mengikuti dan melestarikan kebiasaan umat terdahulu. Umat primitive jaman dahulu, jaman jahiliyah, jaman nenek moyang dan leluhur kita. Umat jahiliyah itu menganut kebiasaan animesme dan dinamisme.
Percaya bahwa benda-benda, alam, ruh-ruh mempunyai kekuatan ghaib, mampu memperbaiki nasib, mendatangkat rizqi, keselamatan, menolak bencana, menghancurkan rizqi, mendatangkan penyakit dll. Adalah sebuah kebiasaan jahiliyah umat terdahulu dalam bingkai animesme dan dinamisme.
Kebiasaan tersebut telah dihapus oleh Rasulullah Saw, dilarang oleh Rasulullah, diminta untuk ditinggalkan oleh Rasulullah Saw panutan Ummat Islam.
Oleh karenanya pegang teguh keimanan, jadilah orang Islam yang baik, sejati dan tulen. Tinggalkan kepercayaan adanya benda-benda keramat, sakti, bertuah dll.
Benda-benda yang dianggap keramat itu baisanya berupa batu, keris, kalung, sabuk, akik dll. Yang biasa dicari orang antara lain wesi kuning, wesi tawa, kul buntet, merah delima, tasbih bertuah, betoro karang, keris nogo sosro, pedang/samurai katana, pring petuk, matu dan batu mustika puter giling.
Semoga bermanfaat saudaraku.
Wal afwu minkum.... Wassalam.... *(M2/DI/Red)*