Kamis, 30 Agustus 2018

Sidang Ke-8 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, Saksi Purnomo: Tambahan Penghasilan Ide Suyitno

Baca Juga

Saksi Purnomo saat di dengar keterangannya dalam Sidang Ke-8 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, Kamis (30/08/2018).

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-8 (delapan) terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017, yang di gelar hari ini, Kamis 30 Agustus 2018, mulai terungkap teka-teki 'sosok' dibelakang layar diduga sebagai inisiator permintaan tambahan penghasilan tidak resmi Anggota DPRD Kota Mojokerto

Sidang yang di gelar di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Iskandar Marwanto, Budi Nugraha, Muhammad Riduwan, Tito Jaelani, Tri Anggoro Mukti dan Arin Karniasari, pada persidangan kali ini menghadirkan 8 (delapan) orang saksi yang terdiri dari 3 (tiga) orang saksi mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto dan 5 (lima) orang saksi dari kalangan Aparatur Sipil Megara (ASN) atau Pegawari Negeri Sipil Negara (PNS) di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto.

3 orang saksi mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu adalah mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PDI-P Purnomo, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PKB Abdullah Fanani dan mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PAN Umar Faruq yang telah mendapatkan vonis dalam perkara tersebut dan saat ini tengah menjalani masa hukumannya, masing-masing hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 6 bulan penjara.

Sedangkan 5 (lima) orang saksi lainnya dari kalangan Aparatur Sipil Megara (ASN) atau Pegawari Negeri Sipil Negara (PNS) di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto adalah Sekretaris DPRD Kota Mojokerto mantan Kepala Kadis PUPR Pemkot Mojokerto (2014-2015) Mokhamad Effendy yang saat ini menjabat Sekretaris DPRD (Sekwan) Kota Mojokerto, mantan Kepala Dinas Pendidikan Pemkot Mojokerto (2015-2016) Subambihanto yang saat ini menjabat Assisten Sekdakot Mojokerto, Kabid Penganggaran pada BPPKAD Kota Mojokerto Subektiarso, Kabid pada Bappeko Mojokerto Helmi dan staf pada kantor Sekretariat DPRD Kota Mojokerto Puguh Susanto.

Persidangan ke-8 terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 yang beragenda mendengarkan keterangan para saksi yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman ini, Tim JPU KPK yang hadir dalam persidangan kali ini yakni Muhammad Riduwan dan Tito Jaelani, menghadirkan terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus dengan didampingi Tim Penasehat Hukum dari Kantor Advokat "MAHFUD & REKAN" jalan Babatan Pilang XI/I (Blok E1/1) Surabaya - 60227 yang beranggotan Mahfud, SH., Iko Kurniawan, SH., MHum. dan Mazza Muhandi, SH., MH.

Persidangan ke-8 terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus yang dimulai sekitar pukul 10. 45 WIB ini, di gelar dalam 2 (dua) sesi. Dimana, pada persidangan sesi pertama, Tim JPU KPK mendudukkan 5 (lima) orang saksi dihadapan Majelis Hakim. Kelimanya, yakni 3 tersangka/terpidana mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut dan Sekretaris DPRD (Sekwan) Kota Mojokerto Mokhammad Effendy serta staf pada kantor Sekretariat DPRD Kota Mojokerto Puguh Susanto.

Dalam persidangan yang beragendakan mendengarkan keterangan para saksi kali ini, Tim JPU KPK mengawali lontaran cecaran permintaan keterangan pada saksi mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo terkait kedudukannya sebagai Ketua DPRD Kota Mojokerto.

"Pak Purnomo pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Mojokerto periode tahun berapa?", lontar JPU KPK Tito Jaelani pada saksi Purnomo, mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PDI-Perjuangan, Selasa (30/08/2018), dalam persidangan.

Atas lontaran pertanyaan JPU KPK Tito Jaelani tersebut, saksi Purnomo mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto yang juga sebagai tersangka/terpidana dalam perkara ini menyatakan, bahwa dirinya menjabat jabatan tersebut pada tahun 2015 hingga tahun 2017.

"Saya menjabat Ketua DPRD Kota Mojokerto pada tahun 2015 sampai 2017", kata saksi Purnomo mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto, menjawab pertanyaan JPU KPK Jaelani tersebut.

Berikutnya terjadi dialog panjang antara TIM JPU KPK Tito Jaelani dan Mohammad Riduwan serta Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman dengan saksi 5 orang saksi pada persidangan sesi pertama yang kurang-lebihnya sebagaimana tersebut di bawah. Yang penyebutan selanjutnya:
Hakim = Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman;
JPU* :  JPU KPK Tito Jaelani;
JPU** =  JPU KPK Muhammad Riduwan;  Saksi* =  saksi Purnomo mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PDI-Perjuangan;
Saksi** =  saksi Umar Faruq mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PAN;
Saksi*** = saksi Abdullah Fanani mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PKB;
Saksi**** =  saksi Sekretaris DPRD (Sekwan) Kota Mojokerto Mokhammad Effendi;
Saksi***** =  saksi staf (pramusaji) pada kantor sekretariat DPRD Kota Mojokerto.

JPU* :  Saudara Saksi kenal dengan Terdakwa?
Saksi* :  Kenal.

JPU* :  Selaku apa Terdakwa?
Saksi* :  Walikota Mojokerto.

JPU* :  Periodenya?
Saksi* :  2013 - 2108.

JPU* :  Ya, mitra kerja saudara ya? Baik.
Selaku Ketua DPRD, bisa saudara jelaskan secara singkat mengenai Tupoksi (Red: Tugas Pokok dan Fungsi) atau kewenangan DPRD itu apa?
Saksi* :  mempunyai tugas dan wewenang membuat Peraturan Daerah bersama-sama Walikota, membahas dan memberikan persetujuan rancangan Peraturan Daerah mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang diajukan Walikota, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan APBD.

JPU* :  Membuat Perda bersama Walikota, membahas dan memberikan persetujuan dan R-APBD sebagai fungsi Budgetting dan fungsi pengawasan pelaksanaan Perda dan APBD ya? Baik. Terkait fungsi saudara sebagai Anggota DPRD, apakah saudara pernah mengetahui terkait adanya program pembangunan PENS.
Saksi* :  Pernah tapi gagal

JPU* :  Bisa saudara jelaskan, apa yang dimaksud dengan PENS itu?
Saksi* :  PENS adalah program dari Dinas Pendidikan tingkat perguruan tinggi yang merupakan cabang dari yang ada di Surabaya.

JPU* :  Program PENS ini timbul atau ada di anggaran untuk anggaran tahun berapa pak?
Saksi* :  Kalau tidak salah, tahun Anggaran 2016

JPU* :  Untuk jumlah anggarannya saudara mengetahui?
Saksi* :  Untuk tahun 2016 Rp. 7 miliar.

JPU* :  Kemudian, apa alasan tidak terlasananya pak? 'Gagal' tadi itu lho!
Saksi* :  perencanaan dari dinas terkait.

JPU* :  Apakah pernah program PENS ini dilakukan pembahasan dengan anggota DPRD?
Saksi* :  Ya, pernah.

JPU* :  Pernah ya? Tahun berapa ?
Saksi* :  Tahun 2016

JPU* :  Tahun 2016, baik. Baik pak Purnomo ya, terkait dengan hal ini kan kita sudah pernah bersidang. Sebelumnya kita sudah pernah bersidang ya? Langsung saja pak Purnomo, apakah pak Purnomo ini pernah menerima sejumlah uang dari pak Wiwiet Febryanto, saudara kenal dengan pak Wiwiet ? 
Saksi* :  Kenal.

JPU* :  Kenal? Selaku apa sih pak Wiwiet ?
Saksi* :  Kepala Dinas PUPR.

JPU* :  Dinas PUPR. Apakah saudara pernah menerima sejumlah uang?
Saksi* :  Pernah, bukan untuk saya sendiri tapi untuk seluruh Anggota Dewan.

JPU* :  Uang untuk apa itu pak?
Saksi* :  Itu adalah uang fee daripada Jasmas

JPU* :  Fee dari Jasmas. Bisa saudara jelaskan apa yang dimaksud dari Jasmas itu pak?
Saksi* :  program aspirasi masyarakat terkait dengan program penataan lingkungan.

JPU* :  Penling itu pak ya?
Saksi* :  Penling.

JPU* :  Apa di Penling itu hanya untuk Jasmas saja atau ada juga untuk alokasi yang lain pak?
Saksi* :  Nggak ada.

JPU* :  Terkait dengan Musrenbang itu pak?
Saksi* :  Kalau Musrenbang itu usulan dari pemerintah atau dari dinas

JPU* :  Usulan dari dinas pak ya, dari Eksekutif. Baik. Kalau dari Legeslatif Jasmas. Proses pengusulan Jasmas itu bagaimana pak, prosesnya?
Saksi* :  Melalui perencanaan, melalui ee... R-APBD.

JPU* :  R-APBD, baik pak. Terkait Jasmas itu hanya untuk tahun 2017 atau sebelumnya ada? Terkait dengan Jasmas ini pak.
Saksi* :  Seingat saya, mulai tahun 2015 sudah ada.

JPU* :  2015, baik pak. Terkait dengan Jasmas yang sudah dimulai tahun 2015, apakah ada pembahasan-pembahasan pak terkait dengan Jasmas ini pak, sebelumnya?
Saksi* :  Ya ada.

JPU* :  Apakah langsung masuk di APBD atau langsung di APBD Perubahan pak, untuk Jasmas ini?
Saksi* :  Oo... APBD itu.

JPU* :  APBD. Pembahasannya itu bagaimana pak dilakukan pak?
Saksi* :  Ya kita sudah ngerti, karena kebutuhan pembangunan fisik untuk seluruh Anggota Dewan mengusulkan supaya di rekom melalui PUPR.

JPU* :  Baik pak terkait yang tadi, terkait dengan APBD pak. Apakah pernah saudara melakukan pertemuan untuk membahas terkait dengan membahas Rancangan APBD tahun 2016 yang dilakukan di hotel Royal yang berlokasi di Trawas Kabupaten Mojokerto?
Saksi* :  Pernah.

JPU* :  Pernah. Kapan itu pak tepatnya?
Saksi* :  Itu kalau tidak salah akhir 2015, kalau nggak Oktober ya Nopember.

JPU* :  Pernah, akhir 2015. Tepatnya sekitar bulan Nopember, betul itu pak?
Saksi* :  Kurang-lebihnya itu.

JPU* :  Kurang-lebihnya, baik pak. Pada pertemuan itu pak, di hotel Royal Trawas di Mojokerto itu pak, yang hadir siapa saja di pertemuan itu pak?
Saksi* :  Kalau pertemuan itu ya seluruh dinas.

JPU* :  Seluruh dinas. Ini dalam artian undangan dari siapa pak? Undangan dari dinas?
Saksi* :  Undangan, saya yang ngundang.

JPU* :  Dari DPRD mengundang dinas-dinas terkait untuk membahas R-APBD ini pak?
Saksi* :  Ya.

JPU* :  Baik. Saat itu, sepengetahuan saudara, Terdakwa ini datang tidak pak?
Saksi* :  Tidak.

 JPU* :  Tidak. Yang datang siapa pak dari Eksekutif pak?
Saksi* : Kalau yang Eksekutif ya hampir seluruhnya, kepala dinas dan Sekda.

JPU* :  Sekda. Saat itu di jabat oleh siapa pak?
Saksi* :  Pak Agoes Nierbito...(belum selesai, Red: Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono).

JPU* :  Mas Agoes. Kemudian pak, dalam rapat itu, apa yang d bahas pak, mengenai hal apa?
Saksi* :  Ya keseluruhan program dari dinas atau OPD di ajukan ke situ.

JPU* :  Apakah di sana juga ada pembahasan mengenai Jasmas tadi?
Saksi* :  Ada, itu dibahas dengan dinas PUPR.

JPU* :  PUPR. Di bahas di sana juga pak?
Saksi* :  Ya, di bahas di sana.

JPU* :  Di bahas disana. Baik, bisa diceritakan lebih detail mengenai rapat tadi pak, di Trawas itu pak, pada bulan Nopember itu pak, 2015, apa yang terjadi di sana?
Saksi* :  Ya semuanya pak, apa yang diusulkan kita bahas .

JPU* :  Baik, terkait program kerja, kemudian proses-proses anggarannya apa saja yang di ajukan gitu pak ya? Apakah saat itu ada ada Walikota, Wawali, Wawali, pak Wawali.
Saksi* :  Itu ada di luar ruang rapat pak ya.

JPU* :  Di ruang lobi pak ya?
Saksi* :  Ya.

JPU* :  Baik. Saat itu, kapan ada di sana?
Saksi* :  Itu kalau nggak salah hari kedua atau ketiga.

JPU* :  Hari kedua atau hari ketiga. Apa yang di bahas dengan pak Wawali saat itu?
Saksi* :  Waktu itu nggak ada itu pak, nggak ada.

JPU* :  Terus apa yang diobrolkan saudara selaku Ketua DPRD dengan Wakil Walikota?
Saksi* :  Itu di luar rapat pak ya, di hotel Royal itu, kebetulan pak Fanani dan saya dan pak Faruq... (belum selesai)

JPU* :  O pak Faruq ada, pak Fanani ada dan saudara, Pimpinan semua ada ya?
Saksi* :  Pak Fanani kebetulan selaku DPRD sudah beberapa kali, memimpin rapat.  Saya bersama pak Faruq, bersama pak Sek (Red: Sekdakot Mojokerto), bersama pak Edwin menemui pak Suyitno.

JPU* :  Pak Suyitno di luar ruang rapat tadi pak ya?
Saksi* :  Ya.

JPU* :  Kemudian, apa yang di bahas dengan pak Wakil Wali Kota  dengan para Pimpinan DPRD ini?
Saksi* :  Yang di maksud dengan bukan pembahasan?

JPU* :  Ya. Ngobrol-ngobrol ya pak ya?
Saksi* :  Ya. Jadi kebetulan kan ada yang menghubungi saya, saudari Santi telepon saya memberitahu tahu, anu segera merapat, pak Wawali datang.

JPU* :  Santi siapa?
Saksi* :  Anu, Santi Golkar.

JPU* :  Golkar, dari Fraksi Golkar pak ya?
Saksi* :  Ya. Di situ saya bertiga ngomong ngobrol-ngobrol sama ngopi di meja lobi, menyampaikan, berhubung kan saya kan jadi Ketua baru 2 (dua) bulan pak?

JPU* :  Baru 2 bulan, ya. Lalu?
Saksi* :  Pak gimana ini kok deadlock? Kenapa kok deadlock? "Iya ada apa", saya gitu. "Itu, minta saran sama yai-mu", (kata Suyitno kepada saksi Purnomo)

JPU* :  Sebentar, yai siapa?
Saksi* :  Yai anu, dia (Sayitno) manggil 'Yai" ke Walikota.

JPU* :  Oo... yai itu panggilan pada yang lebih tua gitu ya?
Saksi* :  Ya ya, yai itu kyai.

JPU* :  Kyai.
Hakim :  Penyebutan kyai itu pada pak Wali atau kepada... (belum selesai).
Saksi* :  Ya, kepada pak Wali.

JPU* :  Kepada pak Mas'ud Yunus itu ya?
Saksi* :  Ya, ke pak Mas'ud Yunus. Terus saya bilang, bisa tah? Uwis koen njaluk pira? (Red: Bhs Jawa = sudah kamu minta berapa?), pasti di kasih, begitu katanya (Red: kata Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno).

Hakim :  Sebentar, sebentar pak, siapa yang ngomong begitu? [Uwis koen njaluk pira? (Red: Bhs Jawa = sudah kamu minta berapa?)]
Saksi* : Pak Suyitno.

JPU* :  Pak Suyitno yang ngomong seperti itu pak ya?
Saksi* :  Ya, pak Suyitno.

JPU* :  Kemudian, apa disampaikan juga nominalnya? Ada 100 (seratus), 50 (lima puluh, 65 (enam puluh lima)?
Saksi* :  Iya, saya bilang, itu uang apa? Terus dia (Suyitno) bilang, bahasa Jawa-nya ya, "Dina ngene iki yai-mu duwike akeh, njaluka pira ae di tutup" (Red: Hari begini ini kyai-mu uangnya banyak, minta berapa saja dipenuhi).

JPU* :  Diterjemahkan langsung saja ya!
Saksi* :  Ya. Hari gini kyai-mu uangnya,  banyak, minta berapa saja pasti di kasih. Terus saya bilang, uang apa, bisakah? Ya kita berlima. Jadi ada pak Faruq, ada pak Edwin, ada pak...(belum selesai).

JPU* :  Edwin dari mana pak Edwin?
Saksi* :  Dari Gerindra.

JPU* :  Dari Gerindra. Betul pak Faruq ya?
Saksi** :  Ya, betul.

JPU* :  Pak Fanani?
Saksi** :  Pak Fanani tidak tahu.

JPU* :  Oo... pak Fanani tidak ikut ya! Kemudian pak, terkait dengan penyampaian tadi, pak Suyitno ada mengatakan "Mau minta berapa?". 50 (lima puluh), 100 (seratus) atau 65, betul pak ya?
Saksi* :  Betul.
Saksi** :  Betul.

JPU* :  Kemudian, bapak jawab apa terkait dengan penawaran dari pak Suyitno itu?
Saksi* :  Waktu itu saya jawab, kalau tidak ada resiko ya nggak masalah dihubungkan.

JPU* :  Nggak masalah gitu pak ya?
Saksi* :  Ya. Terus beberapa menit kemudian pak Suyitno telepon yai, pak Wali.

JPU* :  Saudara ada mendengar langsung pak Suyitno menelepon pak Wali?
Saksi* :  Ya mendengar.

JPU* :  Apa yang disampaikan pak Suyitno dengan pak Mas'ud Yunus?
Saksi* :  Saya mendengar, "Yai ini teman-teman DPR mintak enam puluh lima juta". Ya teleponnya itu begitu.

JPU* :  Kemudian apa tanggapan dari pak Walikota saat itu?
Saksi* :  Kurang tahu, karena saat itu teleponnya tidak di spiker.

JPU* :  Ada yang disampaikan oleh pak Suyitno? Terkait apakah itu menyetujui Terdakwa terkait itu?
Saksi* :  Itulah, makanya saya itu tadi katakan teleponnya tidak di spiker. Yang disampaikan pak Suyitno setelah menelpon pak Wali, terkait realisasi (Red: uang 7 sumur atau ung dok atau uang triwulan), "Sudah disetujui". Kemudian pak Sekda menghindar dan ngomong, "Aku gak melok-melok lho, aku gak melok-melok lho...!". (Red: Bhs Jawa = Saya tidak ikut-ikut lho, saya tidak ikut lho...!).

Hingga disini, meski telah mencecar sedikitnya 58 pertanyaan, Tim JPU KPK masih menggerojok saksi Purnomo dengan puluhan pertanyaan lain hingga pertanyaan terkait detik-detik terjadinya Operasi Tangkap Tangan (OTT)  pada Jum'at (16/06/2017) malam hingga Sabtu (17/06/2017) dini-hari silam.

Diantaranya, selain soal macetnya setoran uang 7 (tujuh sumur) atau uang triwulan, juga soal uang komitmen fee atau uang fee Jasmas yang disorong Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto ke eksekutif untuk tahun anggaran 2017.

Tak hanya pada saksi mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PDI-Perjuangan Purnomo saja, Tim JPU KPK juga menggali keterangan dari saksi mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PAN Umar Faruq dan saksi mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PKB Abdullah Fanani. Keduanya pun di cecar dan digerojok dengan pertanyaan-pertanyaan serupa dengan saksi Purnomo.

Dari ketiga Pimpinan Dewan yang kini berstatus terpidana atas perkara tindak pidana korupsi tersebut, Tim JPU KPK terus menggali siapa inisiator pemberian ‘tambahan penghasilan’ dalam pertemuan di hotel Royal di kawasan Kecamatan Trawas Kabupaten pada Nopember 2015 silam itu.

Diantara keterangan saksi Purnomo tersebut membeberkan, bahwa pertemuan yang terjadi saat rehat makan siang di hari kedua pembahasan RAPBD 2016 tersebut terjadi antara tiga pimpinan Dewan plus ketua fraksi Partai Gerindra, Dwi Edwin Endra Praja dengan Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dan Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono.

Dimana, dalam pertemuan sembari ngopi di ruang lobi hotel Royal itu, Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno mencetuskan agar Dewan meminta  ‘tambahan penghasilan’ ke Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus yang disebutkannya saat itu uangnya banyak, berapapun yang diminta akan dipenuhinya.

Saksi Purnomo yang saat itu mengaku jika dirinya baru 2 (dua) bulan menjabat sebagai ketua Dewan, di respon Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dengan jawaban, berapapun besaran uang yang saksi Purnomo minta, pasti dipenuhi oleh Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus.

“Idenya (Red: uang tambahan penghasilan) dari Wawalikota Suyitno. Jaluk piro (minta berapa), 40, 45, 100 (Rp 40 juta, Rp 45 juta, Rp 100 juta)...?! Soal itu katanya akan disampaikan ke Walikota Mas’ud Yunus", ujar Purnomo menjawab pertanyaan penuntut umum, menirukan ucapan Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno.

Penuntut umum kembali mempertegas pernyataan Purnomo. “Jadi uang tambahan penghasilan itu dianjurkan Suyitno untuk dimintakan ke Walikota?”, tanya JPU KPK Tito Jaelani yang diamini saksi Purnomo dan saksi Umar Faruq yang saat kejadian tengah bersama-sama dalam satu meja lobi di hotel Royal.

Dalam keterangannya, saksi Purnomo pun menyebut, bahwa tambahan penghasilan itu yang kemudian disebut dengan istilah 7 sumur yang kemudian disebut sebagai setoran triwulan.

Selain itu, saksi Purnomo pun membeber beberapa penerimaan 'tambahan penghasilan' di bulan Nopember 2015, Maret 2016, Nopember 2016 dan Desember 2016. Yang mana, pernyataan saksi Purnomo itu senada dengan apa yang dinyatakan saksi Abdullah Fanani dan saksi Umar Faruq.

Hanya saja, pernyataan ketiga saksi mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut  bertolak-belakang dengan keterangan yang disampaikan oleh Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dalam persidangan ke-7 yang di gelar pada Selasa 28 Agustus 2018 kemarin lusa.

Meski dalam persidangan tersebut Suyitno mengakui adanya pertemuan dengan Pimpinan Dewan tersebut, namun orang nomor dua di lingkup Pemkot Mojokerto ini menyangkal mengetahui soal 'tambahan penghasilan' dan komitmen fee yang diterima Pimpinan dan seluruh Anggota DPRD Kota Mojokerto.

Bahkan, dihadapan Majelis Hakim dan JPU KPK, Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno hanya mengakui jika saat itu Umar Faruq meminta 'uang dok' yang kemudian permintaan itu disampaikan ke Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus.

"Selama dua tahun terakhir saya sama sekali tidak diajak ngomong oleh Wali Kota. Saya hanya wakil (Red: Wakil Wali Kota Mojokerto), mungkin tidak ada gunanya. Jangankan soal proyek, uang tambahan penghasilan atau fee jasmas saya tidak tahu dan tidak dengar. Urusan Baperjakat saya juga tidak dilibatkan", ujar Suyitno dalam persidangan ke-7, Selasa (28/08/2018).

Dalam persidangan itu, Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno pun mengaku, bahwa dirinya mengetahui adanya fee Jasmas justru pasca terjadinya OTT. “Fee jasmas tidak tahu, hanya dengar saja. Tahu saya setelah OTT", akunya.

Sementara itu, dalam dakwaannya, salah-satu dakwaan Penuntut Umum menyebut, bahwa Mas’ud Yunus  selaku Wali Kota Mojokerto menyepakati adanya ‘tambahan penghasilan’ untuk memuluskan APBD 2016 yang diterima Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto pada Nopember 2015, Maret 2016, Nopember 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai Rp 1,465 miliar.

Dalam dakwaannya, selain menyebut merealisasikan tambahan penghasilan, JPU KPK juga mendakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto mengetahui pemberian fee jasmas APBD 2016 yang diberikan oleh saksi Wiwiet Febriyanto kepada seluruh anggota DPRD Kota Mojokerto yang terakumulasi sebesar Rp 573 juta. 

Sebagaiman diketahui, Mas'ud Yunus ditetapkan sebagai tersangka baru (ke-5) atas perkara teraebut pasca pengembangan kasus OTT KPK yang menjerat dan memidanakan mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto Wiwiet Febriyanto dan 3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. *(DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
> Sidang Ke-7 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, 3 Kesaksian Suyitno Dibantah Masud Yunus
> KPK Kembali Periksa Wali Kota Mojokerto Non-aktif
Empat Terpidana Kasus OTT Suap Proyek PENS Jadi Warga Binaan Lapas Kelas I Surabaya Di Porong Sidoarjo
> Sidang Ke-23 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Divonis 4 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 200 Juta