Baca Juga
Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-7 (tujuh) terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017, yang di gelar hari ini, Selasa 28 Agustus 2018, meski berlangsung cukup lama, namun sangat menarik dan penuh kejutan-kejutan peristiwa yang sebelumnya tak banyak diketahui khalayak umum.
Persidangan yang di gelar di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Iskandar Marwanto, Budi Nugraha, Muhammad Riduwan, Tito Jaelani, Tri Anggoro Mukti dan Arin Karniasari, menghadirkan 10 (sepuluh) orang saksi yang terdiri dari 4 (empat) orang saksi dari kalangan birokrasi dan 6 (enam) orang saksi lainnya dari kalangan Anggota DPRD Kota Mojokerto.
4 orang saksi dari kalangan birokrasi itu masing-masing adalah mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Novi Raharjo yang saat ini menjabat sebagai Kepala Disporabudpar Kota Mojokerto, mantan Kabid Aset pada BPPKAD Kota Mojokerto Ani Wijaya yang saat ini menjabat sebagai Kabag Umum Setdakot Mojokerto, Kabid Keuangan BPPKAD Kota Mojokerto Riyanto dan Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno yang sebelumnya menjabat sebagai Sekdakot Mojokerto (2006 - 2013).
Sedangkan 6 orang saksi dari kalangan DPRD Kota Mojokerto itu, masing-masing adalah M. Cholid Firdaus Wajdi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Udji Pramono dari Partai Demokrat (PD), Riha Mustofa dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M. Gunawan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Deny Novianto dari Partai Demokrat (PD) dan Odiek Prayitno dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Persidangan ke-7 terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 yang beragenda mendengarkan keterangan para saksi yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman ini, Tim JPU KPK yang hadir dalam persidangan kali ini, yakni Tri Anggoro Mukti dan Arin Karniasari menghadirkan terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus dengan didampingi Tim Penasehat Hukum dari Kantor Advokat "MAHFUD & REKAN" jalan Babatan Pilang XI/I (Blok E1/1) Surabaya - 60227 yang beranggotan Mahfud, SH., Iko Kurniawan, SH., MHum. dan Mazza Muhandi, SH., MH.
Persidangan ke-7 terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus ini sendiri, di gelar dalam 2 (dua) sesi. Dimana, dalam persidangan sesi pertama yang di mulai sekitar pukul 10.15 WIB itu, Tim JPU KPK mendudukkan 4 (empat) orang saksi dari kalangan Birokrasi tersebut dalam 1 (satu) deret dihadapan Majelis Hakim. Sedangkan 6 (enam) orang saksi lainnya dari kalangan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, didudukkan Tim JPU KPK dihadapan Majelis Hakim dalam 2 (dua) deret.
Pantauan Harian BUANA, 2 diantara 10 saksi yang dihadirkan Tim JPU KPK kali ini sangat layak untuk di garis bawahi uraian-uraian keterangan maupun penjelasannya. Bahkan, kedua saksi itu bisa dikatakan sebagai 'Saksi Mahkota' dalam persidangan kali ini. Keduanya, yakni saksi Suyitno selaku Wakil Wali Kota Mojokerto yang sebelumna menjabat Sekdakot Mojokerto (2006 - 2013) dan saksi M. Kholid Virdaus Wajdi selaku Anggota DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi Gabungan unsur PKS.
Setelah mencecar Kabid Perbendaharaan BPPKAD Riyanto dengan belasan pertanyaan terkait proses penganggaran hingga keberadaan Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dalam Rapat Pembahasan Perubahan - Anggaran Belanja Daerah (P-APBD) Kota Mojokerto di sebuah hotel di kawasan Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto, JPU KPK Arin Karniasari langsung mengarahkan sasaran cecaran pertanyaan ke Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno.
"Pada saat rapat pembahasan anggaran di hotel Trawas tersebut pada 1 Nopember 2016, apakah saksi Suyitno juga hadir selaku Wakil Wali Kota Mojokerto", tanya JPU KPK Arin Karniasari kepada saksi Riyanto.
Menanggapi cecaran JPU KPK Arin Karniasari tersebut, saksi Riyanto mengaku, jika dirinya tidak-tahu tentang keberadan orang nomor dua dijajaran Pemkot Mojokerto itu. "Saya tidak tahu", jawab Riyanto, singkat.
Tak berhenti di sini, JPU KPK Arin Karniasari kembali menegaskan 3 keberadaan Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dalam rapar pembahan anggaran tersebut, "Saudara tidak tahu atau tidak dengar...?", tegas JPU KPK Arin Karniasari.
Untuk kedua kalinya saksi Riyanto menjawab pertanyaan JPU KPK Arin Karniasari terkait keberadaan Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno di lokasi rapat pembahasan anggaran tersebut. "Kami tidak tahu dan tidak dengar keberadaan beliau di situ", jawab Kabid Keuangan BPPKAD Kota Mojokerto Riyanto.
Atas kukuhnya pengakuan Kabit Keuangan BPPKAD Kota Mojokerto tersebut, JPU KPK Arin Karnisari membuka BAP saksi Riyanto oleh Penyidik KPK saat saksi Riyanto dimintai keterangan di kantor KPK jalan Kuningan Persada - Jakarta Selatan pada beberapa waktu lalu
"Baik. Ini di BAP saudara. Masih di (BAP) nomor 12. Saya juga mendengar dari mas Subektiarso, bahwa pas brik pak Wakil Wali Kota, pak Suyitno datang untuk menemui Pimpinan DPRD. Iya? Tapi saudara tidak melihat? Saudara hanya mendengar dari Subektiarso", ujar JPU KPK Arin Karniasari seraya minta penegasan jawaban saksi Riyanto.
Setelah mendengar kesaksian dalam BAP dibacakan JPU KPK, saksi Riyanto meresponnya dengan mengatakan "Ya" dan "Ya" saja. Baru kemudian JPU KPK Arin Karniasari langsung mengarahkan cecaran pertanyaan kepada Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno.
Selanjutnya terjadi dialog panjang antara TIM JPU KPK Arin Karniasari dan Tri Anggoro Mukti serta Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman dengan saksi mahkota Suyitno selaku Wakil Wali Kota Mojokerto, yang kurang-lebihnya sebagaimana berikut : [penyebutan selanjutnya: JPU* = JPU KPK Arin Karniasari, JPK** = JPU KPK Try Anggoro Mukti, Hakim = Majelis Hakim dan Saksi = Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno].
JPU : Saya langsung saja ke pak Suyitno ya. Saudara menjabat sebagai Wakil Wali Kota Mojokerto ya?
Saksi : Ya.
JPU : (sampai sekarang) masih bapak?
Saksi : Masih
JPU : Sejak kapan saudara menjabat sebagai Wakil Wali Kota Mojokerto?
Saksi : Sejak 2014 sampai Desember 2018.
JPU : Sejak 2014 sampai Desember 2018. Berbarengan dengan Terdakwa ya?
Saksi : Ya.
JPU : Baik. Terkait dengan yang disampaikan saksi Riyanto dan beberapa saksi yang lain, saudara hadir dalam rapat pembahasan R-RAPBD (Kota Mojokerto) di hotel Grand Royal Trawas Mojokerto pada bulan Nopember 2016. Bisa saudara jelaskan?
Saksi : Saya memang mendengar suasana dalam rapat pembahasan itu deadlock. Saya tidak melihat rapat itu. Saya waktu itu dua kali, yang satu di hotel Grand Trawas. Saya waktu itu ijin sama di pak Wali (Red: Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus), "Pak Wali, saya ijin mau melihat teman-teman DPR di Royal sama di Fanda. Kata pak Wali, ya". Waktu sampai di Royal, saya ndak masuk ruang rapat pembahasana. Saya waktu itu hanya sampai di luar ruangan rapat pembahasan anggaran. Saya tidak masuk di ruang rapat pembahasan. Waktu itu, saya hanya sampai di pintu masuk, di situ ada ruangan lobi, di ruang lobi situ saya bicara.
JPU : Baik, saya potong. Saudara waktu itu mengetahui di situ ada rapat pembahasan anggaran itu siapa yang melaporkan kepada saudara?
Saksi : Lupa saya siapa yang memberitahu saya. Waktu dikatakan, pak Wawali rapat pembahasan sampai sekarang belum selesai
JPU : Lalu setelah saudara sampai di ruang tersebut, apa yang saudara lakukan selanjutnya?
Saksi : Sampai di lobi, saya langsung ketemu sama pak Sek (Red: Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono). Di situ ada pak Faruq (Red: Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PAN Umar Faruq ).
JPU : Bertemu dengan siapa saudara di situ?
Saksi : Pak Sekda Agoes Nierbito. Di situ ada pak Faruq. Saya pak Faruq dan pak Agoes Nierbito duduk satu meja, di lobi itu. Di meja yang lain sebelah waktu itu ada pak Agung (Red: Kepala BPPKAD Kota Mojokerto Agung Moeljono) dan bebrapa Kepala Dinas yang lain. Setelah itu, saya omong-omong dengan pak Umar Faruq, ndak orang yang lain. Jadi, ndak ada DPR yang lain nggak ada. Saya berdua dengan pak Faruq dan pak Sek (Red: Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono). Setelah itu saya tanya, "Ada apa kok lama (Red: rapat pembahasan anggaran) pak Faruq?". "Gimana pak Suyitno, teman-teman ini, istilahnya judul kayak apa ini? Judulnya kayak apa ini? Iki dilanjutno opo gak (Red: Bhs Jawa = ini dilanjutkan apa tidak)?", kata Umar Faruq. "Lha terus yok opo (Red: Bhs Jawa = Lha lantas bagaimana?", sahut Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno. "Yo biasane lah (Red: Bhs Jawa = Ya seperti biasanya lah !", kata Umar Faruq. "Biasane opo (Red: Bhs Jawa = biasanya apa?", balas Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno). Dia (Umat Faruq) bilang, "Uang dok (uang getok palu)". Lalu saya bilang, "Karena saya ini Wakil Wali Kota, saya ini ndak punya wewenang, wewenangnya di Wali Kota". Saya ngebel pak Wali, "Pak, teman-teman DPR ini mintak uang dok". Pak Wali njawab, "Apa di situ ada pak Sekda?". Saya jawab, "Ada". Akhirnya saya kasihkan pak Sekda HP saya, pak Wali ngomong sama pak Sekda. Setelah ngomong-ngomong begitu, sudah, begitu pak Sek ngomong selesai, HP saya ambil.
Hakim : Stop. Selesai itu maksudnya apa?
Saksi : Selesai itu tanyakan pak Sek dan pak Wali.
Hakim : Saudara tahu apa yang dibicarakan?
Saksi : Ndak tahu, apa itu yang diomongkan dengan pak Wali itu.
Hakim : Masak ndak tahu apa yang dibicarakan, kan dekat?
Saksi : Dekat, tapi ndak tahu yang dibicarakan apa. Waktu itu pak Sek hanya bicara iya, iya, iya gitu saja, tapi ndak tahu apa yang dibicarakan pak Sek dengan pak Wali itu. Tapi begitu pak ngomong seleseai, tak ambil HP saya itu.
Hakim : Jadi saudara ndak tahu yang dibicarakan Sekda sama Wali Kota itu ya?
Saksi : Saya ndak tahu. Tapi saya ngomong setelah bicara sama pak Faruq, "Pak Wali, teman-teman DPR minta uang dok pak Wali".
Hakim : Saudara pernah nggak mendengar dari pak Sekda tentang pembicaraan itu?
Saksi : Oo... ndak! Karena saya dan pak Sekda dengan pak Faruq.
Hakim : Apa yang dibicarakan oleh pak Sekda?
Saksi : Nggak tahu.
Hakim : Masak nggak tahu, kan jaraknya dekat?
Saksi : Dekat, tapi di telepon, kan nggak tahu pak.
Hakim : Saya nggak tanya apa yang diomongkan pak Wali, yang saya tanya, pak Sek ngomong apa waktu?
Saksi : Ya, pak Sek hanya ngomong, iya, iya, iya gitu aja...! Tapi saya ndak tahu apa jawabannya itu. Setelah itu HP kita bawa saya pulang, sudah.
JPU* : Baik. Tadi kan saudara katakan, saat itu ada Harlis dan Pimpinan DPRD. Apakah di situ ada Anggota DPR lainnya?
Saksi : Nggak ada
Hakim : Sebentar. Jadi setelah HP selesai, HP saudara ambil. Apa pak Sek ndak pernah ngomong lagi?
Saksi : Ndak, saya langsung pulang.
Hakim : Ini dalam BAP saudara: lalu HP saya kasih ke pak Sekda Mas Agoes; pak Wali dan Sekda kelihatan.....; setelah selesai bicara pak Sekda memberikan HP ke saya; pak Sekda mengatakan, "Yo wis ya pak Faruq". Saya duduk disebelahnya mendengar kata "Yo wis ya". Betul?
Saksi : Betul.
Hakim : Maksudnya apa "Yo wis" itu apa?
Saksi : Ndak tahu. Saya ngomong begini, "Ndak tahu saya, akhirnya saya mungkin sudah pulang".
Hakim : Yo wis ini bahasa Jawa ya?
Saksi : Iya. Ndak tahu maksudnya apa, ndak tahu saya.
JPU* : Baik. Tadi saudara mengatakan, ketika ada permintaan dari pak Faruq, yang menanyakan uang dok dan saudara menyatakan hanya sebagai Wakil Wali Kota, saudara menelpon Terdakwa. Apa yang saudara sampaikan kepada Terdakwa di telepon pada saat itu?
Saksi : Saya begini. Karena bukan wewenang saya pak Faruq, cobak tak telpono pak Mas'ud. Lalu saya telepon, "Pak Mas'ud, ini lho teman-teman minta uang dok". Pak Mas'ud ngomong, "Di situ ada pak Sek kah?". Saya jawab, "Ada". Lalu saya berikan HP saya ke pak Sek.
JPU** : Kelanjutannya bagaimana masa anda nggak ingin tahu?
Saksi : Tidak
JPU** : Ketika terjadi pembicaraan yang alot saudara ditelepon seseorang yang saudara lupa, betul kan?
Saksi : Betul.
JPU** : Lalu kenapa saudara tidak ingin tahu dengan istilah "Yo wis ya" itu tadi?
Saksi : Saya memahami, bahwa saya Wakil Wali Kota. Dan saya itu ndak punya kebijakan karena itu wewenangnya Wali Kota. Dan semua kebijakan di pak Wali. Saya ngomong apapun kalau pak Wali ndak setuju ya ndak bisa.
Hakim : Terkait "Yo wis" tadi lho. Saudara kan di lobi bersama saudara Faruq ya?
Saksi : Betul.
Hakim : Apakah saudara mengetahui Anggota Dewan ini minta komitmen fee dari Wali Kota?
Saksi : Ndak tahu. Saya cuma ngomong, sekarang Faruq minta uang dok itu saja.
Hakim : Saudara telepon ya ke pak Walikota?
Saksi : Iya.
Hakim : Terkait Dewan ini, apakah saudara mengetahui kalau Dewan minta uang komitmen ke Walikota? Komitmennya.
Saksi : Belum pasti pak. Belum pasti maksudnya di sini, karena waktu itu pak Faruq minta uang dok gitu saja.
Ketika pertanyaan yang dilontarkan baik oleh Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman maupun Tim JPU KPK menyentuh istilah komitmen, komitmen fee, 7 (tujuh) sumur, uang triwulan dewan maupun istilah tambahan penghasilan (tidak resmi) dewan, orang nomor dua dijajaran Pemkot Mojokerto ini menjawabnya dengan 'tidak tahu' dan/atau 'tidak tahu saya' dan/atau 'saya tidak tahu' ataupun 'ndak tahu' atau 'ndak tahu saya' atau 'saya ndak tahu'.
Ironisnya, meski pernah menjabat sebagai Sekdakot Mojokerto selama kurang-lebih 8 tahun, Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno mengaku jika dirinya baru mengetahui adanya fee proyek Jasmas atau sukses fee maupun uang 7 (tujuh) sumur atau uang triwulan itu justru setelah adanya OTT KPK pada pertengahan Juni 2017 silam. “Fee Jasmas tidak tahu, hanya dengar saja. Tahu saya setelah OTT", kilahnnya.
Diduga tak mampu menahan keherananya atas banyaknya jawaban 'tidak tahu' yang dilepas Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno, hingga membuat JPU KPK Tri Anggoro Mukti melontarkan sentilannya. "Saudara saksi ini kok banyak ndak tahunya ya? Masak dikit-dikit tidak tahu, dikit-dikit ndak tahu. Sebelum menjabat Wakil Wali Kota, saudara menjabat Sekda kan? Saudara menjabat Sekda Kota Mojokerto sejak tahun berapa ya?", lontar JPU KPK Tri Anggoro Mukti.
Atas lontaran pertanyaan sentilan JPU KPK tersebut, Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno menyebutkan, jika dirinya menjabat Sekdakot Mojokerto sejak 2006 hingga 2013 jelang memasuki penetapan Pasangan Calon Wali Kota - Wakil Wali Kota Mojokerto pada Pilwali Mojokerto 2013. "Ya memang kita ndak tahu. Karena memang tidak pernah di beri tahu dan dilibatkan. Jangankan soal anggaran, soal mutasi jabatan saja saya tidak tahu. Saya menjabat Sekda sejak tahun 2006 sampai tahun 2013, jelang penetapan Paslon Pilwali Mojokerto 2013", sebut Suyitno.
Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno pun menyakal ketika di desak mengetahui soal 'tambahan penghasilan' dan komitmen fee yang diterima Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto. "Selama dua tahun terakhir saya sama sekali tidak diajak ngomong oleh Walikota. Saya hanya wakil (Red: Wakil Wali Kota Mojokerto), mungkin tidak ada gunanya. Jangankan soal proyek, uang tambahan penghasilan atau fee jasmas saya tidak tahu dan tidak dengar. Urusan Baperjakat saya juga tidak dilibatkan", lontar Suyitno.
Meski demikian, Suyitno mengaku mendengar rumor adanya aliran uang fee dari proyek multiyears senilai Rp. 130 miliar untuk sasaran Gedung GMSC, Jembatan Rejoto, proyek jalan Gamapala. Ia pun menyebut nama Ismail, pengusaha Surabaya yang menjadi pengendali proyek multiyears tersebut. "Sejauh mana anda mengetahui komitmen fee dan nilai proyek multiyears itu?", tanya Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman.
Dengan polosnya Suyitno mengakui jika informasi terkait adanya aliran fee proyek multi-years tersebut didengarnya dari LSM dan wartawan. "Saya tidak tahu sendiri, tapi dapat informasi dari LSM dan wartawan", kilahnya.
Hingga dipenghujung persidangan, ketika Majelis Hakim meminta terdakwa Mas’ud dan Tim Penasehat Hukumnya untuk memberi tanggapan atas keterangan 10 saksi yang dihadirkan JPU KPK dalam persidangan ke-7 ini, hanya keterangan Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno saja yang dibantah keras oleh Wali Kota non-aktif Mas'ud Yunus
Dalam salah-satu kesaksiannya dipersidangan, Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno bersaksi, bahwa di tahun 2014 Suyitno meminjam uang kepada Wiwiet Febryanto sebesar Rp 300 juta yang saat itu menjabat Kepala Disporabudpar Pemkot Mojokerto. Dari pinjaman uang tersebut, Rp 200 juta diserahkan kepada Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus sebagai pinjaman untuk kebutuhan hajatan mantu putranya. Sedangkan sisanya sebesar Rp. 100 juta dipergunakan untuk keperluan pribadi Suyitno.
Atas kesaksian Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno tersebut, Wali Kota non-aktif Mas'ud Yunus membantahnya dengan keras. “Memang pada 24 Agustus 2014 saya mantu. Tapi untuk kebutuhan hajatan, saya tidak pernah meminjam uang kepada saudara Suyitno yang disebut sebesar Rp. 200 juta itu", bantah terdakwa Mas’ud Yunus menanggapi kesaksian Suyitno tersebut.
Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus pun membantah keras kesaksian Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno tentang pelarangan terhadap Wiwiet Febryanto untuk ikut cawe-cawe menangani proyek multiyears di Kota Mojokerto senilai Rp. 130 miliar yang penanganannya sudah dikondisikan ke Ismail, seorang pengusaha dari Surabaya yang dikatakan saksi Suyitno sebagai orang kepercayaan Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus.
“Saya Tidak pernah memberikan perintah kepada Wiwiet untuk tidak ikut-ikut proyek multiyears. Mana mungkin saya memerintahkan begitu, Wiwiet adalah Kepala Dinas PUPR", bantah terdakwa Mas’ud Yunus pula dalam persidangan.
Bantahan tersebut disampaikan Wali Kota non-aktif Mas'ud Yunus dalam persidangan menanggapi kesaksian Suyitno soal 4 (empat) proyek multiyears senilai Rp. 130 miliar di Kota Mojokerto. 4 proyek multi-years itu, yakni GMSC, jembatan Rejoto, proyek trotoar dan saluran air sepanjang jalan Gajahmada - Pahlawan (Gamapala).
Terkait 4 proyek multi-years tersebut, Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dalam persidangan bersaksi, bahwa suatu waktu Wiwiet Febriyanto mengeluh kepadanya lantaran tidak diperbolehkan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus menangani proyek multiyears tersebut.
“Waktu itu, Wiwiet (Wiwiet Febriyanto) ‘wadul’ (Red: mengadu) ke saya, karena oleh Walikota ia tidak diperbolehkan ikut-ikutan menangani proyek multiyears, karena Walikota sudah mempercayakan kepada Ismail, pengusaha Surabaya", ungkap Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno menjawab pertanyaan majelis hakim, terkait pengakuan Suyitno dalam BAP saat dimintai keterangan oleh Penyidik KPK di Jakarta.
Dalam persidangan, Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno juga mengatakan, bahwa lantaran pengaduan Wiwiet Febryanto itu, Suyitno bersama Wiwiet Febryanto dan Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono menemui Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus.
Menurut Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dalam persidangan, Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono ikut bersamanya menemui Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus lantaran gerah disindir Suyitno, jika Sekdakot Mas Agoes Nierbito itu ‘main sendiri’ dalam proyek multiyears tersebut .
“Ya mungkin saja (Red: Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono) takut dengan saya, karena saya bilang apakah dia ‘main sendiri’. Makanya dia ikut menemui Walikota untuk membuktikan jika dia tidak turut campur proyek multiyears", kata Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dalam persidangan.
Menanggapi kesaksian Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dalam persidangan soal proyek multi-years tersebut, terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas’ud Yunus menyatakan, jika ia merasa tidak pernah menemui ketiga pejabat itu secara bersama-sama.
“Saya tidak merasa pernah ada pertemuan itu”, tegas Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud menanggapi kesaksian Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno tersebut.
Sementara itu, diberi kesempatan Majelis Hakim untuk menanggapi bantahan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus atas kesaksiannya dalam persidangan, Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno menegaskan, bahwa dirinya tetap bersikukuh dengan pernyataannya jika ia pernah meminjamkan uang Rp 200 juta ke Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus dikala orang nomor satu dijajaran Pemkot Mojokerto ini hajatan mantu pada 2014 silam.
“Uang itu saya serahkan melalui haji Tatok, ketua KONI yang merupakan orang dekat Walikota. Dua minggu kemudian, uang itu sudah dikembalikan. Dan saya juga sudah mengembalikan ke Wiwiet sejumlah yang saya pinjam (Rp 300 juta)", tegas Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno.
Terkait pertemuannya bersama Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono dan Wiwiet Febriyanto dengan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus, Suyitno tetap pada pernyataannya bahwa pertemuan itu ada. “Ada pertemuan itu", tandasnya.
Atas bantahan terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus tersebut, Majelis hakim menyatakan akan mempertimbangkan tanggapan Mas’ud Yunus yang diutarakan di ujung sidang tersebut.
Sebagimana diketahui, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus ditetapkan sebagai tersangka baru (ke-5) dalam perkara tersebut, berdasarkan munculnya fakta persidangan dan pengembangan hasil penyidikan kasus OTT KPK yang menjerat dan mempidanakan Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febriyanto dan 3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. *(DI/Red)*
BERITA TERKAIT :
> Sidang Ke-6 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, Saksi Wiwiet Febryanto Beber Adanya Uang Keamanan
> KPK Kembali Periksa Wali Kota Mojokerto Non-aktif
> Empat Terpidana Kasus OTT Suap Proyek PENS Jadi Warga Binaan Lapas Kelas I Surabaya Di Porong Sidoarjo
> Sidang Ke-23 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Divonis 4 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 200 Juta