Minggu, 26 Agustus 2018

Sidang Ke-6 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, Saksi Wiwiet Febryanto Beber Adanya Uang Keamanan

Baca Juga

Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman saat mencecar pertanyaan kepada saksi mahkota Wiwiet Febrianto, Kamis (23/08/2018), di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya - Jawa Timur.

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-6 (enam) terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017, yang di gelar hari ini, Kamis 23 Agustus 2018, berlangsung cukup lama namun penuh kejutan-kejutan peristiwa yang sebelumnya tak banyak belum mencuat ke permukaan.

Persidangan yang di gelar di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Iskandar Marwanto, Budi Nugraha, Muhammad Riduwan, Tito Jaelani, Tri Anggoro Mukti dan Arin Karniasari menghadirkan 10 (sepuluh) orang saksi yang terdiri dari 5 (lima) orang saksi dari kalangan birokrasi dan 5 orang saksi lainnya dari pihak swasta.

5 orang saksi dari kalangan birokrasi itu masing-masing adalah mantan Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono, Kepala BPPKAD Kota Mojokerto Agung Moeljono, tersngka/terpidana mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febrianto, Sekretaris Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Nara dan seorang staf pada Sekretaris DPRD Kota Mojokerto Haris.

Sedangkan 5 orang saksi dari pihak swasta itu masing-masing adalah Irfan Dwi Cahyono alias Ipank selaku Direktur CV. Benteng Persada, Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Agrindo Jaya Sejahtera, Taufik Fajar alias Kaji selaku pihak swasta lain, Agung Hariyanto pihak swasta lain (sopir) dan Hanif Mashudi selaku pihak swasta lain (kontraktor) yang juga orang kepercayaan tersangka/terpidana mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi Amanat Nasional (PAN) Umar Faruq.

Persidangan beragenda mendengarkan keterangan para saksi yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman ini, Tim JPU KPK yang hadir dalam persidangan kali ini yakni Budi Raharjo dan Tito Jaelani, juga menghadirkan terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus dengan didampingi Tim Penasehat Hukum dari Kantor Advokat "MAHFUD & REKAN" jalan Babatan Pilang XI/I (Blok E1/1) Surabaya - 60227 yang beranggotan Mahfud, SH., Iko Kurniawan, SH., MHum. dan Mazza Muhandi, SH., MH.

Persidangan itu sendiri dibagi dalam 2 (dua) sesi. Dimana, dalam persidangan sesi pertama yang di mulai sekitar pukul 10.00 WIB ini, Tim JPU KPK mendudukkan 5 (lima) orang saksi dihadapan Majelis Hakim untuk di dengar kesaksiannya. Mereka, yakni tersangka/terpidana mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, Irfan Dwi Cahyono alias Ipank selaku Direktur CV. Benteng Persada, Taufik Fajar alias Kaji selaku pihak swasta lain, Agung Hariyanto pihak swasta lain (sopir) dan Hanif Mashudi selaku pihak swasta lain (kontraktor) yang juga orang kepercayaan tersangka/terpidana mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi Amanat Nasional (PAN) Umar Faruq.

Pantauan Harian BUANA, 2 diantara 10 saksi yang dihadirkan Tim JPU KPK kali ini sangat menarik untuk di simak keterangannya. Bahkan, kedua saksi itu bisa dikatakan sebagai 'Saksi Mahkota' dalam perkara ini. Keduanya, yakni saksi mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto yang dalam perkara ini  juga sebagai tersangka/ terpidana dan saat ini tengah menjalani masa hukumannya di Lapas kelas I Surabaya, dan satunya lagi saksi mantan Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono.

Menariknya, saksi mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto ini
mendapat giliran pertama untuk di dengar keterangannya. Menariknya pula, sidang yang di gelar mulai sekitar pukul 10.00 WIB hingga sekitar pukul 16.55 WIB ini, selama sekitar 4 jam ia dihujani pertanyaan baik oleh JPU KPK maupun Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman. Sedangkan saksi mantan Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono, mendapat giliran kesembilan untuk di dengar keterangannya dalam persidangan.

Setelah Tim JPU KPK memastikan keterangan saksi mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto yang terdapat dalam BAP yang telah di paraf poin per poinnya dan yang telah ditanda-tanganinya tiap-tiap lembarnya itu tidak-ada yang akan dicabut dan bahkan dibenarkan oleh saksi, barulah Tim JPU KPK melanjutkan meminta keterangan kepada mantan Kadis PUPR Wiwiet Febryanto yang juga sebagai tersangka/terpidana dalam perkara tersebut.

"Saudara saksi, pada saat kejadian Operasi Tangan Tangan oleh Tim Penyidik KPK (Red: Jum'at 16 Juni 2017 malam hingga Sabtu 17 Juni 2017 dini-hari) atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017, saudara saksi menjabat sebagai apa?", tanya JPU KPK Budi Raharjo kepada saksi Wiwiet Febryanto dalam ruang sidang, Kamis (23/08/2018) siang.

Atas pertanyaan JPU KPK tersebut, saksi mantan Kadis PUPR Wiwiet Febryanto yang juga sebagai tersangka/terpidana dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017 ini menerangkan, jika saat itu dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas (Kadis) PUPR Pemkot Mojokerto.

"Saat kejadian itu (Red: saat dirinya ditangkap petugas KPK dalam suatu OTT pada Jum'at 16 Juni 2017 silam), saya menjabat sebagai Kepala Dinas PU (Red. PUPR = Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) Pemkot Mojokerto", terang mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto.

Selanjutnya terjadi dialog panjang antara TIM JPU KPK dengan saksi mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto yang dalam perkara tersebut juga sebagai tersangka/terpidana yang kurang-lebihnya sebagaimana tersebut dibawah. Berikutnya, penyebutan :
JPU = JPU KPK,
Hakim =  Majelis Hakim,  dan 
Saksi = mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto.

JPU :  Bisakah suadara saksi jelaskan, sebagai Kepala Dinas PUPR, apakah yang menjadi tugas dan tanggung-jawab suadara?
Saksi :  Secara garis besar, membantu kepala daerah melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan di bidang pekerjaan umum (Red: pekerjaan umum dan penataan ruang).

JPU :  Waktu itu yang menjabat Kepala Daerah siapa?
Saksi :  Yang mengankat dan melantik saya,  pak Walikota Mas'ud Yunus.

JPU :  Selanjutnya, tadi kan saudara sebutkan, bahwa salah-satu tugas saudara adalah sebagai Kepala Dinas PU adalah membantu kepala daerah melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, kalau PUPR sendiri merupakan kepanjangan dari apa?", lanjut JPU KPK Budi Raharjo.
Saksi :  Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

JPU :  Sebelum saya lanjutkan, saudara kan sudah setuju dengan BAP yang sudah saudara tanda-tangani ini, apakah saudara merasa di tekan atau saudara di paksa untuk memberikan keterangan ini?", tanya JPU KPK Budi Raharjo.
Saksi :  Tidak.

JPU :  Apakah keterangan yang sudah saudara berikan ini akan saudara cabut atau ada yang akan saudara cabut kembali?
Saksi :  Tidak dan tidak ada.

JPU :  Apakah semua keterangan yang sudah suadara berikan itu sudah baca kembali dan saudara paraf setiap lembarnya?
Saksi :  Sudah, sudah.

JPU :  Sudah anda baca dan sudah saudara parah tiap lembarnya dan sudah saudara tanda-tangani. Baik kita lanjutkan pak. Jadi, tidak ada yang akan saudara cabut keterangan yang sudah suadara berikan saat suadara di periksa penyidik?
Saksi :  Keterangan dalam BAP tersebut tidak saya cabut.

JPU :  BAP tersebut saudara benarkan isinya, sejauh ini?
Saksi :  Ya, BAP tersebut sejauh ini benar dan tidak akan saya cabut kembali.

JPU :  Jadi tidak ada yang akan saudara cabut kembali. Baik, kita lanjutkan. Sejak kapan dan siapakah yang mengangkat saudara sebagai Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto?
Saksi :  Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus

JPU :  Dari tahun 2016 ya. SK yang mengangkat saudara siapa?
Saksi :  Bapak Wali Kota Mojokerto, pak Mas'ud Yunus.

JPU :  Di beberapa persidangan sebelumnya saudara sudah dimintai keterangan terkait program Jasmas. Saudara bisa terangkan nggak, apa yang dimaksud dengan program Jasmas itu?
Saksi :  Jasmas itu adalah program Penataan Lingkungan yang usulannya berasal dari Anggota DPRD yang ditujukan untuk masing-masing konstituennya di masing-masing daerah pemilihannya.

JPU :  Bagaimana prosesnya dari awal sehingga program Jasmas itu di ACC sampai akhirnya masuk menjadi program Penataan Lingkungan atau Penling?
Saksi :  Jasmas di usulkan Anggota DPRD untuk konstituennya, lalu di bahas di Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) tingkat kelurahan, kecamatan hingga tingkat kota.

JPU :  Bisa dijelaskan pak, proses awal  program Jasmas ini hingga akhirnya di ACC masuk di dalam nomenklatur di dinas saudara (PUPR).
Saksi :  Yang pertama, program Jasmas yang berasal dari usulan warga melalui Musrenbang di tingkat masing-masing kelurahan, lalu di bawa ke Musrenbang di tingkat kecamatan dan berjenjang naik ke tingkat kota. Kedua, program Jasmas yang diusulkan oleh Anggota DPR dari hasil kegiatan Anggota DPR ketika melakukan serap aspirasi kepada konstituennya yang disebut reses. Hasil dari reses itu dibahas dalam Musrenbang berjenjang di tingkat kecamatan dan berjenjang ke tingkat kota. Hasilnya, masukkan dalam APBD dengan nomenklatur program Penataan Lingkungan atau Penling yang pos anggarannya pada dinas PU.

JPU :  Oke, kita selesaikan dulu. Berarti dari keterangan saudara saya bisa mengambil kesimpulan tentang Penling, bahwa sebetulnya Jasmas itu adalah Penling, Jasmas ini nomenklaturnya masuk dalam Penling. Oke, satunya Musrenbang, Musrenbang ini berarti prosedur dari masing-masing kelurahan, berjenjang kecamatan, berjenjang di tingkat kota terus masuk ke dinas PU. Itu prosedur yang pertama ya. Yang kedua, merupakan alokasi daripada usulan Anggota Dewan, tapi nomenklaturnya sama, nomenklaturnya Penling.
Kita lanjut. Penling ini mulai tahun berapa pak?
Saksi : Sudah lama, sudah semenjak beliau menjabat.

JPU :  Sudah lama, sudah sejak Terdakwa ini menjabat. Terdakwa ini menjabat sejak tahun berapa pak, selaku Walikota?
Saksi :  Akhir tahun 2013.
Hakim :  Saya kira fokus pada tahun Penling yang di tahun kejadian saja ya.

JPU :  Baik. Terhadap proses pengadaan, di tahun 2016 ada Penling?
Saksi :  Tahun 2016 ada dan dilaksanakan.

JPU :  Tahun 2016. Tahun 2017 ada Penling?
Saksi :  Tahun 2017 alokasi anggaran ada.

JPU :  Setahu saudara, di tahun 2017 berapa total alokasi anggaran Penling?
Saksi :  36 sampai 37.

JPU :  36 sampai 37 rupiah?
Saksi :  36 sampai 37 miliar rupiah.

JPU :  36 sampai 37 miliar rupiah. Dan alokasi Penling tersebut, tadi kan saudara menyatakan terbagi dua, yang satu untuk Musrenbang yang satu untuk Dewan. Berapa yang terserap untuk alokasi Dewan dan berapa yang terserap untuk alokasi Musrenbang itu pak?
Saksi :  Kalau tidak salah, 8 sampai 9 miliar untuk hasil Musrenbag, 26 sampai 27 untuk usulan Dewan

JPU :  8 sampai 9 miliar rupiah untuk Musrenbang, berarti 37 miliar rupiah dikurangi 9 miliar untuk Jasmas?
Saksi :  26 miliar untuk alokasi Anggota Dewan.

JPU :  Tadi kan saudara menerangkan totalnya sampai 37 miliar rupiah?
Saksi : 9 miliar untuk alokasi Musrenbang

JPU :  Terus kalau yang sisanya, 27 miliar itu dialokasikan untuk?
Saksi :  Salah-satunya untuk itu pak, untuk... apa, untuk... biaya umum atau pendampingan.

JPU :  Oke, jadi dari itu terbagi 3 (tiga) lagi? Dari 37 miliar rupiah, kita coba urut lagi, dari Rp. 37 miliar, 8 sampai 9 miliar rupiah untuk Musrenbang, lalu Rp. 1 miliar untuk biaya umum atau pendamping, lalu sisanya untuk Jasmas.
Saksi :  Ya pak.

JPU :  Sebelum saya membahas tentang alokasi Jasmas tahun 2017 yang baru saja anda pastikan, apakah di tahun 2016 ini seluruh proyek Jasmas atau Penling ini terserap?
Saksi :  Tidak keseluruhan pak, berdasarkan kontrak.

JPU :  Berdasarkan kontrak. Oke, berapa total keseluruhan 2016 untuk Musrenbang.
Saksi :  Awalnya Rp.16 sampai 17 miliar untuk Musrenbang dan Jasmas, setelah PAK ada perubahan menjadi 21 miliar rupiah.

JPU :  Oke. Awalnya 16 - 17 miliar rupiah untuk Musrenbang dan Jasmas ini, lalu ada PAK, perubahan menjadi 21 miliar ini. Apakah setelah ada perubahan semuanya bisa terserap? Atau apakah ada dari Jasmas yang tidak tercofer di tahun 2016 sehingga dialihkan ke tahun 2017?
Saksi :  Ada.

JPU :  Berapa kegiatan pak?
Saksi :  Beberapa pekerjaan tidak terserap karena terbentur aturan, misal RAB yang diajukan setelah kita klarifikasi tidak sesuai spesifiksinya, sehingga kita pending pelaksanaannya untuk disempurnakan spesifikasinya.

JPU :  Setelah di klarifikasi tidak sesuai aturan di dinas anda. Apakah bukan juga bukan berbenturan karena di Musrenbang ada di Jasmas ada?
Saksi : Salah-satu itu.


Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman saat kembali mencecar pertanyaan kepada saksi mahkota Wiwiet Febrianto, Kamis (23/08/2018), di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya - Jawa Timur.

Meski telah 1 jam lebih mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto ini dicecar puluhan pertanyaan, namun masih belum juga ada tanda-tanda JPU KPK akan mengakhirinya. Bahkan, justru mulai mengalir pertanyaan yang lebih tajam dari Tim JPU KPK terhadap 'Saksi Mahkota' yang ini.

Bahkan pula, sejurus kemudian, meluncur pertanyaan-pertanyaan tajam dari Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman menghunjam deras ke diri mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto yang dalam hal ini sebagai saksi yang sekaligus tersangka/terpidana dalam perkara ini.

JPU :  Baik untuk selanjutnya kita coba masuk ke cerita ini pak ya. Di keterangan saudara, di awal-awal persidangan yang lalu, ada saudara sebutkan tentang 'komitmen fee'. Komitmen fee yang di minta Anggota DPRD Kota Mojokerto. Bisa bapak jelaskan pak, apa sih yang dimaksud dengan 'komitmen fee' itu pak?
Hakim :  Sebentar, sebelum di jawab. Jadi saya mendengar yang saudara bicarakan tadi banyak menyangkut kronologis penganggaran. Yang dibicarakan ini menyangkut Penling ya? Penling ini aspirasi dari Musrenbang dan dari Dewan. Terkait yang berasal dari Dewan, apakah ada sesuatu yang akan diserakan kepada Dewan? Mungkin bentuknya fee atau dan lain-lain.
Saksi :  Ada pak.

Hakim :  Bagaimana saudara tahu bahwa pihak Dewan ini minta fee atas Penling atau Jasmas tadi?
Saksi :  Tiap awal tahun pada waktu tahun pengannggaran kami dimintai.

Hakim :  Siapa yang meminta saudara untuk menyerahkan fee?
Saksi :  Kalau secara formal, Pimpinan.

Hakim :  Pimpinan siapa?
Saksi :  Pimpinan DPRD Kota Mojokerto pak Purnomo, pak Fanani dan pak Faruq.

Hakim :  Apakah di dalam pemberian fee itu atas inisiatif saudara atau atas perintah siapa?
Saksi :  Kalau pemberian fee itu merupakan bentuk komitmen Pimpinan dan Anggota Dewan.

Hakim :  Itu apakah komitmen saudara dengan Dewan atau komitmen yang lain dengan Dewan?
Saksi :  Itu sudah jadi kebiasaan yang sudah berjalan sejak tahun-tahun sebelumnya.

Hakim :  Saudara melakukan kebiasaan ini atas inisiatif saudara atau berdasarkan atas perintah seseorang?
Saksi :  Kalau fee Jasmas itu permintaan DPRD pak.

Hakim :  Realisasi komitmen fee itu, atas inisiatif saudara atau atas perintah siapa?
Saksi :  Ya Pimpinan DPRD pak.

Hakim :  Tadi di tanya Penuntut Umum bahwa Berita Acara Pemeriksaan saudara ini sudah benar.
Saksi :  Iya.

Hakim :  Saya minta pada Penuntut Umum untuk membacakan keterangan saksi ini ya. Pada poin 5, jawaban nomer 6 poin 5. Copy force!
JPU :  Baik, memang tujuan kami nanti akan kesana. Jawaban pada nomer 6 poin 5. Pada tanggal 6 Juni 2017, tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yaitu Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani menemui bapak Walikota untuk menanyakan komitmen Pemerintah Kota Mojokerto dan DPRD Kota Mojokerto terkait kewajiban triwulan dan komitmen fee atas proyek Jasmas. Adapun adanya pertemuan antara Anggota DPRD dengan Walikota tersebut, karena beberapa saat setelah pertemuan tersebut, saya di telepon Bapak Walikota untuk menghadap dalam pertemuan antara Walikota dengan Anggota DPRD tersebut tentang.... (belum selesai membaca).
Hakim :  Titik. Betul itu !?
Saksi :  Ya.
Hakim :  Naah...! Sudah masuk itu.

JPU :  Lanjutkan dibacanya yang mulia?
Hakim :  Cukup.

Hakim :  Jadi betul ya !? Saudara dipanggil oleh terdakwa, untuk menyelesaikan realisasi komitmen fee.
Saksi :  Tapi yang saya sampaikan dalam BAP itu, setelah saya di panggil pak Walikota..... (belum selesai menerangkan).

Hakim :  Ya pada intinya saudara di minta bertemu dengan Pimpinan DPRD, karena perintah?
Saksi :  Perintah untuk menemui Pimpinan yang mulia.
Hakim :  Oleh Terdakwa?
Saksi :  Oleh pak Walikota

Hakim :  Ini merupakan kebiasaan sebelum-sebelumnya?!
Saksi :  Tidak yang mulia, karena saya menjabat Kepala Dinas PU baru pada awal 2016.

JPU :  Saudara kan selaku Kepala Dinas PU. Ini tahun 2017?  Tahun sebelum-sebelumnya ini merupakan kebiasaan. Jadi sebagai kebiasaan tahun sebelum-sebelunya?
Saksi :  Tapi yang saya sampaikan dalam BAP itu, saya di panggil pak Walikota, saya di minta untuk menemui ketiga Pimpinan Dewan. Makanya di dalam BAP itu... (belum selesai menerangkan)

Hakim :  Ini cukup. Ada komitmen fee, ya kan?
Saksi :  Ya yang mulia.

Hakim :  Bagaimana komitmen fee yang saudara lakukan?

Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman tersebut, saksi Wiwiet Febrianto menerangkan secara panjang lebar terkait komitmen fee yang sudah berjalan sejak tahun-tahun sebelumnya. Diantaranya, dari program Jasmas tahun 2017 bernilai total sekitar Rp. 26 miliar itu, untuk setiap Anggota Dewan biasa mendapat jatah proyek Jasmas senilai Rp. 1 miliar, untuk Wakil Ketua Dewan mendapat jatah proyek Jasmas senilai Rp. 1,25 miliar dan untuk Ketua Dewan mendapat jatah proyek Jasmas senilai Rp. 1,5 miliar sebagai bagiannya.

Dari plot jatah proyek Jasmas 2017 atau program Penataan Lingkungan tersebut, setiap Anggota Dewan mendapat pembagian cash-fee proyek atau sukses-fee proyek atau komitmen fee proyek sebesar 8% (delapan persen).

"Awalnya Dewan minta komitmen fee 12 persen, lalu turun menjadi 10 persen dan terakhir minta 8 persen", terang saksi mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto memenuhi Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman

Kembali menjawab cecaran pertanyaan Tim JPU KPK terkait sejak kapan adanya  komitmen fee program Jasmas maupun uang triwulan, saksi Wiwiet Febryanto menjelaskan, bahwa sejak akhir Desember 2016 lalu telah terjadi kesepakatan antara dirinya selaku Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto dengan kalangan DPRD Kota Mojokerto terkait 'komitmen fee' sekaligus persentase besaran 'fee' itu sendri.

"Akhir tahun 2016, sudah ada komitmen fee Jasmas maupun uang triwulan Dewan", jelas saksi Wiwiet Febryanto memenuhi permintaan JPU KPK Tito Jaelani.

Lebih jauh, JPU KPK Tito Jaelani meminta saksi Wiwiet Febryanto untuk menjelaskan ikwal pertemuannya dengan 3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto bersama Wali Kota Mojokerto di rumah dinas Wali Kota Mojokerto jalan Hayam Wuruk No. 51 Kota Mojokerto.

"Dalam BAP, saudara saksi bersama Terdakwa (Red: Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus), pada 05 Juni 2018, bertemu dengan tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto di rumah dinas Wali Kota Mojokerto. Apakah di situ ada dibicarakan menanyakan permintaan tentang realisasi uang 'komitmen fee' program Jasmas atau uang triwulan Dewan", lontar Tito Jaelani.

Atas pertanyaan JPU KPK Tito Jaelani tersebut, Wiwiet Febryanto mengaku, jika kehadirannya di rumah dinas Wali Kota Mojokerto itu lantaran di telepon Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus agar dirinya mengahap.

"Seperti dalam BAP saya. Usai pertemuan dengan tiga pimpinan Dewan, yaitu pak Purnomo, pak Umar Faruq dan pak Abullah Fanani di rumah dinas Walikota, saya di telepon pak Mas'ud Yunus untuk mengahadap beliau di rumah dinas Walikota. Di situ, saya di perintah untuk menemui Pimpinan DPRD Kota Mojokerto", jelas saksi mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto.

Diduga, kedantangan tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto ke rumah dinas Wali Kota Mojokerto untuk menemui Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus itu, di duga dengan maksud menanyakan  tentang realisasi uang 'komitmen fee' program Jasmas sebesar 12% (dua belas persen) dari nilai proyek Jasmas dan uang triwulanan dewan.

"Di situ, saudara di perintah Terdakwa untuk menyelesaikan sukses fee atau komitmen fee dan uang triwulan ya Dewan ya !?", lontar Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman.

Atas lontaran pertanyaan Ketua Majelis Hakim tersebut, saksi Wiwiet Febryanto mengelaknya. Ia bersikukuh jika saat itu dirinya di perintah Wali Kota Mojokerto hanya untuk menemui Pimpinan DPRD Kota Mojokerto saja.

"Tidak yang mulia. Waktu saya di perintah pak Mas'ud Yunus untuk menemui Pimpinan DPRD Kota Mojokerto", ujar saksi mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto.

Keesokan harinya, yakni Rabu (06/06/2018), saksi Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto menjalankan perintah Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus untuk menemui Pimpinan DPRD Kota Mojokerto di ruang kerja Ketua DPRD Kota Mojokerto.

"Baru keesokan harinya, Rabu 6 Juni 2018, saya memenuhi perintah pak Walikota Mas'ud Yunus untu menemui Pimpinan DPRD Kota Mojokerto di ruang kerja Ketua DPRD Kota Mojokerto pak Purnomo. Di situ saya bertiga, saya (Red: Wiwiet Febryanto), pak Purnomo dan pak Fanani (Red: Abdullah Fanani). Pak Faruq di luar, ruang tunggu", jelas saksi Wiwiet Febryanto pula di dalam persidangan.

Diduga, dalam pertemuan mantan saksi Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto dengan Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Abdullah Fanani di ruang kerja Ketua DPRD Kota Mojokerto itu, untuk membicarakan realisasi janji pemberian uang komitmen fee program Jasmas dan uang triwulan dewan agar Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto memperlancar pembahasan Perubahan - Anggaran Pensapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kota Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017 atau APBD Perubahan TA 2017 maupun pembahasan Rancangan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Kota Mojokerto TA 2018.

"Apakah dalam pertemuan di ruang kerja Ketua DPRD Kota Mojokerto itu saudara saksi bersama Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq ada dibicarakan permintaan komitmen fee dan uang triwulan Dewan?", tanya JPU KPK Tito Jaelani.

Atas pertanyaan tersebut, saksi Wiwiet Febryanto mengatakan, jika dalam pertemuan itu, dia dan 2 (dua) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut membicarakan teknis pelaksanaan program Penling.

" Di situ kami (bertiga) membicarakan teknis pelaksanaan program Penling. Pak Faruq tidak ikut dalam pertemuan, dia di luar ruangan, depan ruang kerja pak Purnomo (Red: ruang tunggu)", kata saksi Wiwiet menjawab pertanyaan JPU KPK Tito Jaelani.

Tak percaya begitu saja, Tim JPU KPK terus mengejar saksi Wiwiet Febryanto atas dugaan dalam pertemuan tersebut, tersangka/terpidana mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto  Purnomo dan tersangka/terpidana Abdullah Fanani meminta agar saksi Wiwiet Febriyanto segera merealisasi uang 'komitmen fee' dan uang triwulan dewan sebesar antara Rp. 390 juta hingga Rp. 395 juta per-triwulan serta segera merealisasi uang 'komitmen fee' program Jasmas tahap pertama sebesar 8% atau sebesar Rp. 500 juta.

Nyatanya, setelah pertemuan dengan Pimpinan Dewan di ruang kerja Ketua DPRD Kota Mojokerto teraebut, di hari yang sama, Selasa 06 Juni 2017, di Restoran Bon Cafe Pakuwon Trade Center Surabaya, saksi Wiwiet Febriyanto mengaku bertemu dengan 2 (dua) orang kontraktor yang menjadi rekanan dari Dinas PUPR. Kedua rekanan tersebut yakni Irfan Dwi Cahyono alias Ipank selaku Direktur CV. Benteng Persada dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Agrindo Jaya Sejahtera.

Dalam keterangannya, pada pertemuan tersebut, saksi Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto mengaku meminta uang sejumlah Rp. 930 juta kepada kedua kontraktor tersebut, dengan imbalan akan mendapat pekerjaan yang akan dianggarkan pada P-APBD atau APBD Perubahan Tahun Anggaran 2017.

Hal itu, diiyakan oleh saksi Dodi Setiyawan ketika di konfirmasi langsung oleh JPU KPK Tito Jaelani dihadapan Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan. Bahkan, Dodi Setiyawan mengaku, awalnya saksi Wiwiet Febryanto meminta untuk disediakan uang Rp. 2 miliar lebih, lalu turun serta turun dan terakhir disepakati Rp. 930 juta.

Uang sejumlah Rp. 930 juta itu merupakan uang hasil patungan dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank sebesar Rp. 200 juta dan dari Dodi Setiyawan sebesar Rp. 730 juta yang akan diberikan dalam dua tahap. Dimana, untuk tahap pertama di realisasi sebesar Rp. 430 juta dan pada tahap kedua direalisasi Rp. 500 juta hingga total jumlahnya Rp. 930 juta.

Baru pada Sabtu (10/06/2017) dini hari, saksi yang sekaligus sebagai tersangka/terpidana dalam perkara ini, Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto menerima uang sebesar Rp. 430 juta dari dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank dan Dodi Setiawan di parkiran KFC jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square.

Selanjutnya, di hari yang sama, Sabtu (10/06/2017) sekitar pukul 10.00 WIB, saksi yang sekaligus sebagai tersangka/terpidana dalam perkara ini, Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto menyerahkan sebagian uang pemberian Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank dan Dodi Setiyawan sebesar Rp. 150 juta kepada Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, di parkiran Restoran Mc. Donald jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo.

Dihadapan Majelis Hakim, saksi Wiwiet Febryanto mangaku, bahwa saat menyerahkan uang sebesar Rp. 150 juta tersebut kepada tersangka/terpidana Purnomo sembari mengatakan, jika uang tersebut sebagai realisasi 'komitmen fee' dan menjanjikan sisanya sebesar Rp. 350 juta akan diserahkan pada pertengahan bulan Juni 2017.

"Waktu menyerahkan kepada pak Purnomo, saya katakan, pak Pur kekurangannya akan saya berikan dua hari lagi, selambat-lambatnya menjelang Hari Raya Idul Fitri (Red: 1438 H / 2017)", kata saksi Wiwiet Febryanto, menjawab pertanyaan JPU KPK Tito Jaelani.

Dalam keterangannya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman ini,  saksi Wiwiet Febryanto juga mengaku, jika sisa uang pemberian dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank dan Dodi Setiawan di parkiran KFC jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square sebesar Rp. 430 juta setelah dikurangi dengan jumlah uang yang sudah dialirkan ke Anggota DPRD Kota Mojokerto melalui tersangka/terpidana Purnomo sejumlah Rp. 150 juta sehingga bersisa Rp. 280 juta itu, digunakan oleh saksi Wiwit Febyanto untuk membayar cicilan hutang Pemkot  Rp. 100 juta sebagai cicilan pertama atas temuan audit BPK RI dalam pengerjaan proyek Graha Mojokerto Service City (GMSC) Kota Mojokerto. Sedangkan sisanya Rp. 180 juta digunakan saksi Wiwiet Febryanto untuk membayar hutang Pemkot biaya keamanan ke Kejaksaan.

Sampai disini, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman langsung menanggapi dan meminta saksi untuk memperjelas keterangannya. "Stop. Saudara saksi, saya minta saudara menjelaskan kembali keterangan saudara ini. Kok aneh..., Pemkot punya hutang biaya keamanan ke Kejaksaan...!? Lalu saudara yang bayar...!? Apalagi hutang uang keamanan pada Kejaksaan. Sangat aneh itu !? Saya minta saudara untuk menjelaskan yang sejelas-jelasnya !", tandas Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman.

Setelah mengambil nafas dalam-dalam, saksi Wiwiet Febryanto pun membeber soal pinjaman Pemkot kepada pihak Kejaksaan yang dirasa janggal oleh Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman.

"Baik yang mulia. Sebagian dari uang itu (Red: uang pemberian dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank dan Dodi Setiawan sebesar Rp. 430 juta), Rp. 180 juta digunakan bayar pinjaman Pemkot ke Kejaksaan untuk biaya penyelesaian suatu persoalan hukum tahun 2014", beber saksi Wiwiet Febryanto.

Majelis Hakim terlihat sangat tersentak mendengar keterangan yang di beber oleh saksi Wiwiet Febryanto tersebut. Bahkan, secara spontan Ketua Majelis menunjuk panitera agar mencatat keterangan saksi yang dirasa aneh dan menarik untuk didalami.

"Catat itu (Red: sembari menunjuk panitera). Saudara saksi, anda kan Kepala Dinas PU, kok anda yang membayar hutang Pemkot. Lagi pula aneh ini, Pemkot Hutang..., ke Kejaksaan terkait suatu perkara.  Apa hubungannya dengan saudara, kok saudara mau bayar hutang Pemkot...!?", ujar Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman disusul lemparan pertanyaan kepada saksi Wiwiet Febryanto.

Kembali menjawab lemparan pertanyaan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, 'saksi mahkota' Wiwiet Febryanto pun kembali membeber fakta yang tak banyak diketahui oleh khalayak umum dan kembali mengagetkan Majelis Hakim.

"Memang kenyataannya seperti itu pak Hakim. Bahkan, saya juga telah membayar uang keamanan untuk salah-satu LSM (Red: Lembaga Swadaya Masyarakat) sebesar Rp. 40 juta", beber saksi Wiwiet Febryanto pula yang kembali mengagetkan Majelis Hakim.

Didalam terperangahnya, tepat pukul 13.30 WIB, Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman melakukan brik untuk melaksanakan sholat dhuhur.

"Baiklah..., tidak terasa sekarang sudah menunjukkan pukul 13.30 WIB. Kita jeda sejenak untuk istirahat sebentar sambil menjanlankan sholat dhuhur bagi yang muslim dan akan kita lanjutkan lagi pukul 14.00 WIB", tukas Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman sembari menggedokkan palu.

Sementara itu, dalam sidang perdana dengan terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto tahun anggaran 2017 yang digelar di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur pada Kamis 02 Agustus 2018 lalu, tampaknya KPK tidak hanya sebatas menjerat Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto, terpidana 2 tahun penjara Wiwiet Febriyanto, terpidana 4 tahun penjara Purnomo, terpidana 4 tahun penjara Umar Faruq dan terpidana 4 tahun penjara Abdullah Fanani saja. Melainkan, bisa jadi juga akan menjerat 22 orang Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya yang hingga sementara ini masih aman dan nyaman-nyaman saja.

Sebab, dalam Surat Dakwaan Nomor: 68/DAK.01.04/24/07/2018 atas terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 – 2018 yang dibacakan Tim JPU KPK dihadapan Majelis Hakim, Tim JPU KPK menyebutkan, bahwa 22 (dua puluh dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 turut menerima uang suap itu. Bahkan, dalam Surat Dakwaan yang dibacakannya, Tim JPU KPK juga menyebut 22 nama Anggota DPRD Kota Mojokerto itu.

Selain menyebut 22 Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya turut menerima aliran uang suap, dalam pembacaan dakwaannya, Tim JPU KPK juga menyebutkan sejumlah tempat pertemuan atas terjadinya peristiwa tindak pidana korupsi suap pembahasan P-APBD pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 yang menjerat terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto dan 4 (empat) orang terpidana sebelumnya, serta pembagian uang Rp. 450 juta untuk seluruh Anggota DPRD Kota Mojokerto.

"Bahwa terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 - 2018, bersama-sama dengan Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kota Mojokerto, pada sekitar bulan Desember 2016, Senin tanggal 5 Juni 2017, Sabtu tanggal 10 Juni 2017 dan Jumat tanggal 16 juni 2017, bertempat di rumah dinas Wali Kota Mojokerto jalan Hayam Wuruk Nomor 51 Kota Mojokerto, di parkiran Restoran Mc. Donald jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo, di rumah PAN jalan Kyai Hasyim Mansyur Nomor 13 Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Kota Mojokerto, yang masing-masing termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sejumlah Rp.150 juta dan Rp. 300 juta sebagai realisasi pemberian janji tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto, yaitu Purnomo, Umar Faruq dan Abdulah Fanani yang masing-masing selaku pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yang kemudian uang tersebut dibagikan kepada Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya, dengan maksud agar DPRD Kota Mojokerto memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Dinas PUPR Tahun Anggaran (TA) 2017 maupun memperlancar pembahasan Perubahan - Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (P-APBD) tahun 2017, yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD, yang juga diataur dalam UU RI Nomor 28 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), serta peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Kota Mojokerto, dan Perubahan Tata Tertib DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang Kode Etik DPRD Kota Mojokerto yang dilakukan sebagai berikut", sebut Tim JPU KPK juga.

Lanjut Tim JPU KPK, "Terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan R-APBD TA 2016 telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016. Terdakwa Mas’ud Yunus merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, dari bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000,- (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta Rupiah)", lanjutnya.

Ditambahkannya, "Selain terdakwa Mas’ud Yunus telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian fee berupa uang dari kegiatan Jaring Aspirasi Masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR Pemerintah Kota Mojokerto pada Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dengan nama kegiatan Penataan Lingkungan Pemukiman Penduduk Pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemerintah Kota Mojokerto kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap. Yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp. 573 juta", tambahnya.

Lebih jauh, secara bergantian Tim JPU KPK memaparkan kronogis peristiwa perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut. "Terdakwa Mas’ud Yunus selanjutnya pada bulan Desember 2016, bertempat di rumah dinas Wali Kota bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Dalam pertemuan itu, 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp. 65 juta per-tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017", paparnya.

Dipaparkannya pula terkait kesanggupan  terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto soal pemberian penghasilan tambahan bagi 22 Anggota dan 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto. "Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22 orang Anggota DPRD masing-masing sebesar Rp. 65 juta per-tahun, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp. 70 juta per-tahun dan Ketua sebesar Rp. 80 juta per-tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan. Sedangkan berkenaan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 hingga 8 persen dari nilai anggaran Rp. 26 miliar", papar Tim JPU KPK pula.

Selanjutnya, lanjut Tim JPU KPK, terdakwa Mas'ud Yunus bertemu di sebuah apartemen dikawasan Kelapa Gading - Jakarta Utara. Dimana, dalam pertemuan itu terdakwa Mas'ud Yunus melakukan pembicaraan menyangkut kepastian realisasi penghasilan tambahan bagi Anggota dan Pimpinan Dewan. “Pada bulan Februari 2017, bertempat di apartemen Kelapa Gading Jakarta Utara, pada saat kegiatan PDIP, terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo. Dalam pertemuan itu, membicarakan perihal kepastian realisasi pemberian tambahan penghasilan yang akan diberikan kepada Anggota DPRD Kota Mojokerto, pada saat itu menyetujui permintaan Purnomo. Namun tidak bisa segera memberikan dan meminta anggota DPRD untuk untuk 'tiarap' terlebih dahulu", lanjutnya.

Lebih jauh lagi, dalam pembacaan dakwaannya, Tim JPU KPK membeberkan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febriyanto sampai dengan bulan Mei 2017 belum merealisasikan janji pemberian tambahan penghasilan sebesar Rp. 65 juta per-tahun juga pemberian komitmen fee 7% - 8% dari kegiatan Jasmas tahun 2017 kepada 22 Anggota maupun 3 Pimpinan DPRD Kota Mojokerto yang disepakati sebelumnya.

Disisi lain, terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febryanto mengetahui adanya permasalahan berkenaan dengan APBD TA 2017, yaitu adanya penundaan pembayaran sebagian kegiatan di Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 pada kegiatan Penling sebesar Rp.13 miliar. Yang mana, hal ini mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan Penling dari sejumlah Rp. 38,568 milliar menjadi Rp. 25.568 miliar yang berpotensi pada berkurangnya jatah kegiatan Jasmas Anggota dan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto.

Dalam dakwaannya, JPU KPK juga membeberkan adanya kekeliruan pencatuman plot nama mata penganggaran pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Kota Mojokerto yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 sebesar sebesar Rp. 13.0096.913.000,- karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Padahal, supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa.

Dengan adanya permasalahan tersebut serta belum direalisasikannya janji pemberian tambahan penghasilan dan fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa Mas’ud Yunus yang menginginkan agar Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan penganggaran yang dimilikinya, yang dapat menghambat pelaksanaan APBD Dinas PUPR maupun menghambat pembahasan Perubahan APBD TA 2017, maka dalam pertemuan antara terdakwa Mas'ud Yunus dengan 3 terpidana Pimpinan DPRD Kota Mojokerto pada tanggal 5 Juni 2017 di rumah dinas Wali Kota Mojokerto, terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto memanggil Wiwiet Febryanto dalam pertemuan itu.

“Pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota, pada saat Purnomo, Abdulah Fanani dan Umar Faruq menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sebesar Rp. 65 juta per tahun maupun komitmen fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa (Mas'ud Yunus) kemudian menyanggupinya. Pada pertemuan tersebut, terdakwa Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas dan uang triwulan serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD", beber JPU KPK dalam pembacaan surat dakwaannya.

Menindak-lanjuti arahan terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto itu, lanjut Tim JPU KPK dalam dakwaannya, pada keesokan harinya Wiwiet Febriyanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD Kota Mojokerto untuk membicarakan rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per-triwulan serta uang komitmen fee proyek Jasms 2017.

"(Saat itu) Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk dua triwulan pertama, yakni sejumlah Rp. 790 juta dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp. 500 juta menjelang hari raya Idul Fitri. Atas permintaan tersebut, Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto menyanggupi akan memberikan terlebih dahulu uang komitmen fee proyek Jasmas sejumlah Rp. 500 juta. Untuk itu, Wiwiet Febriyanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV. Bintang Persada dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan di Dinas PUPR, yang akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2017”, lanjut Tim JPU KPK dalam dakwaannya.

Ditandaskannya, “Pada dini hari tanggal 10 Juni 2017, kemudian bertempat di parkiran KFC jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square, Wiwiet Febriyanto menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan sebesar Rp. 380 juta. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di parkiran Restoran Mc Donald jalan Panjang Kelurahan Sidoarjo, menyerahkan uang sejumlah Rp. 150 juta kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee proyek Jasmas dengan mengatakan, bahwa sisanya sejumlah Rp. 350 juta akan diberikan oleh Wiwiet Febriyanto pada pertengahan Juni 2017", tandas JPU KPK.

Dalam pembacaan dakwaannya, TIM JPU KPK juga menguraikan kronologis pembagi-bagian uang komitmen fee pyoyek Jasmas pemberian Wiwiet Febryanto pada 10 Juni 2017 siang sebesar Rp. 150 juta. Dimana, setelah menerima uang sejumlah Rp. 150 juta dari Wiwiet Fenriyanto, kemudian Purnomo membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp. 5 juta sebagai bagiannya. Sedangkan untuk Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD sebesar Rp. 12 juta sebagai bagiannya serta Purnomo selaku Ketua DPRD sebesar Rp. 15 juta sebagai bagiannya, yang kronologisnya peristiwanya diuraikan dengan cara:

1. Pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp. 57.500.000,- kepada Umar faruq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp. 30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp. 5 juta sebagai bagiannya, yakni Dedi Novianto (Partai Demokrat), Puji Pramono (Partai Demokrat), M. Kholid Firdaus Wajdi (PKS), Odik Prayitno (PKS), Riha Mustofa (PPP) dan Gunawan (PPP). Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica Maschur, Suyono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp. 5 juta yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.

2. Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdullah Fanani di rumahnya di jalan Surodinawan Kota Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp. 37.500.000,-. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang sejumlah Rp. 10 untuk Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyaroh (Fraksi PKB). Setelah itu, Abdullah Fanani juga menyerahkan uang sejumlah Rp. 15 juta kepada Sony Basoeki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), untuk Sony Basuki Rahardjo, Hardyah Santy dan Anang Wahyudi. 

Sedangkan sisanya, dibagikan Purnomo kepada 5 anggota Fraksi PDIP masing-masing sejumlah Rp. 5 juta, yakni Darwanto, Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliyat dan Gusti Patmawati. Kemudian Rp. 15 juta diberikan Purnomo kepada Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra) untuk Edwin Indrapraja, Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari

“Pada tanggal 16 Juni 2017 sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, menerima uang sebesar Rp. 500 juta dari Agung Haryanto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di depan Gang Suratan 1 jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Kemudian Wiwiet Febryanto meminta Taufik Fajar alias Kaji untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 300 juta kepada Umar Farooq melalui Hanif Mashudi. Kemudian Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan bungkusan plastit berisi uang sebesar Rp. 300 juta kepada Hanif Mashudi di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto", urai Tim JPU KPK dalam dakwaannya.

Di hari yang sama, lanjut JPU KPK dalam uraian dakwaannya, pada tanggal 16 Juni 2017 malam sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febriyanto dan Umar Faruq menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto tahun 2017 yang sekaligus tindak-lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi, bahwa dirinya telah menerima uang sejumlah Rp. 300 juta dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.

Atas kabar itu, Umar Faruq mendatangi kantor Hanif Mashudi di jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut, dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya.

Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlah uang yang dibawa oleh Hanif Mashudi sebesar Rp. 300 juta. Setelah itu Umar Faruq pergi menuju rumah PAN di jalan Kyai Haji Mansyur Nomor 13 Mojokerto. 

Sekitar pukul 23.00 WIB (Jum'at, 16 Juni 2017), Wiwiet Febriyanto menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikannya adalah sejumlah Rp. 300 juta yang telah diserahkannya melalui Umar Faruq. Sedangkan sisanya, akan direalisasikan di kemudian hari.

“Pada dini hari (16 Juni 2017) setelah pelaksanaan RDP, Purnomo menemui Umar Faruq  di rumah PAN. Tak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif mashudi supaya datang ke rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febriyanto sebesar Rp300 juta yang disimpan dalam tas Ransel warna hitam Merk ECCE,  dan saat itulah Hanif mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo serta Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut", lanjut JPU KPK dalam uraian dakwaannya.

Tim JPU KPK menegaskan, bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto, memberi tambahan penghasilan berupa uang sejumlah Rp. 150 juta dan Rp. 300 juta kepada Purnomo, Abdullah Fanani, Umar Faruq serta Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya  dengan maksud agar Pimpinan serta Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD Dinas PUPR TA 2017 maupun pembahasan Perubahan APBD TA 2017, bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 373 huruf b dan huruf g jucnto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), Pasal 49 huruf b dan huruf g Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Kota Mojokerto, Pasal 14 angka 2 dan angka 5 dan Pasal 15 ayat (2), serta Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang Kode Etik DPRD Kota Mojokerto

“Perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus merupakan Tindak Pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHA Pidana", tegas JPU KPK diakhir surat dakwaannya.

Menanggapi dakwaan JPU KPK tersebut, terdakwa Mas'ud Yunus melalui Kuasa Hukumnya Mahfud akan mengajukan eksepsi. Menurutnya, dakwaan JPU KPK tidak tepat. Pasalnya, kliennya adalah korban dan tidak tahu-menahu tentang dana yang dimaksud JPU KPK. “Karena kami menilai dalam dakwaan jaksa, klien kami ini korban, dia tidak tahu apa-apa terkait dana tersebut", terang Mahfud kepada sejumlah awak media, usai persidangan.

Mahfud, Penasehat Hukum Mas’ud Yunus menjelaskan, pihaknya mengajukan eksepsi atau keberatan karena menilai dakwaan JPU KPK tidak jelas dan tidak cermat. “Dakwaan yang tadi dibacakan tidak jelas. Wali Kota Mojokerto ditempatkan dalam satu hal yang awalnya tidak diketahui. Kalau dalam bahasa Surabaya dia ‘digigit’ bawahannya", jelas Mahfud.

Mahfud juga mengungkapkan, bahwa pihaknya ingin menyampaikan sesuatu diluar dakwaan. Apakah Mas'ud Yunus salaku Wali Kota Mojokerto sebagai inisiator atau sebagai orang yang dijebak. Menurutnya, itu poin yang paling penting. “Apa yang disepakati pun Wali Kota tidak tahu sebenarnya", ungkapnya.

Lebih jauh, Mahfud memaparkan, bahwa dakwaan perbuatan berlanjut yang dimaksud dalam dakwaan JPU KPK, yakni pasal 55 ayat 1 KUH Pidana, menurut Mahfud juga tidak jelas. “Perbuatan berlanjut yang dimaksud dalam dakwaan Pasal 55 KUH Pidana tidak jelas, apakah turut serta, tidak dirinci dengan jelas. Jadi, ada hal yang tidak ia ketahui dalam dakwaan", papar Mahfud.

Mahfud pun sempat menyinggung soal fakta-fakta persidangan dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto yang dengan bukti rekaman seolah-olah dikait-kaitkan dengan kliennya sehingga menjadikan Mas'ud Yunus sebagai tersangka dan terdakwa. Sedangkan menurut Mahfud, bukti rekaman itu tidak secara jelas bisa mendudukkan perkara yang sebenarnya.

“Kalau kita lihat, dari fakta-fakta persidangan dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto, ada hal yang tidak sinkron. Walikota dijadikan tersangka dan terdakwa atas hal yang direkam oleh Wiwiet Febriyanto. Dari hasil rekaman itulah kemudian seakan-akan walikota memerintahkan. Padahal kalau lihat rekamannya tidak seperti itu. Tidak secara eksplisit, jadi tidak jelas, sehingga kami akan mendudukkan pada porsi sebenarrnya, apakah sebagai inisiator atau dijebak oleh orang-orang tertentu. Semua orang sudah tahu siapa yang dimaksud", tandas Mahfud, Kuasa Hukum Mas'ud Yunus.

Sebelumnya, Tim Penyidik KPK menetapkan Mas’ud Yunus sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) atas perkara tersebut berdasar pada fakta persidangan yang muncul saat persidangan 4 (empat) tersangka sebelumnya, serta hasil pengembangan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi memberi suatu hadiah atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara yang dalam hal ini Anggota dan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto terkait pembahasan P-ABD pada Dinas PUPR Mojokerto Tahun Anggaran 2017.

Dalam perkara tersebut, Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ditetapkan sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) oleh KPK melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Sprin.Dik-114/01/11/2017 bertanggal 17 November 2017, dan KPK merilisnya secara resmi pada 23 Nopember 2017 malam sekitar 22.00 WIB.

Menyusul, dilakukannya pemeriksaan perdana terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka baru atau ke-5 (lima) dalam perkara tersebut pada Senin 4 Desember 2017 yang silam. Dilanjutkan dengan agenda  pemeriksaan ke-2 sebagai tersangka terhadap Mas'ud Yunus pada Jum'at 12 Januari 2018. Namun, diduga karena suatu hal, agenda pemeriksaan ke-2 itu batal.

Disusul agenda pemeriksaan ke-3 terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka pada Selasa 23 Januari 2018 dan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan ke-4 terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka ke-5 dalam dugaan perkara tersebut pada Rabu 7 Pebruari 2018 yang lalu.

Hingga pada agenda pememeriksaan ke-5 sebagai tersangka pada Rabu 9 Mei 2018 yang lalu, setelah diperiksa didalam ruang pemeriksaan penyidik KPK selama 7 jam lebih, begitu keluar dari ruang pemeriksaan, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sudah memakai rompi khas tahanan KPK warna orange dan dibawa petugas KPK ke Rumah Tahanan (Rutan) kelas I Cabang KPK di Jakarta Timur. Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ditahan KPK untuk 20 (dua puluh) hari kedepan terhitung Rabu 9 Mei 2018. 

PERKARA tersebut mencuat kepermukaan, setelah Tim Satgas Penindakan KPK mengungkapnya dalam kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jum't (16/06/2017) tengah-malam hingga Sabtu (17/06/2017) dini-hari. Dimana, dalam OTT tersebut, Tim Satgas Penindakan KPK mengamankan 6 orang di beberapa tempat di Kota Mojokerto, yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan awal di Mapolda Jatim.

Selanjutnya, Sabtu (17/06/2017) sekitar pukul 12.00 WIB, ke 6 orang itu diterbangkan ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di markas KPK jalan Kuningan Persada - Jakarta Selatan. Saat itu, KPK juga berhasil mengamankan barang bukti uang tunai dalam pecahan rupiah berjumlah Rp. 470 juta.

Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan secara intensif di markas KPK, berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara, 4 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo dari PDI-Perjuangan, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dari PAN dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dari PKB dan Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto.

Keempatnya sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Yang mana, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto sesuai tuntutan JPU KPK, yakni berupa hukuman badan 2 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan penjara.

Sedangkan terhadap Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PDI-Perjuangan, terhadap Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PAN dan terhadap Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari PKB, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis yang sama. Yakni, masing-masing dijatuhi hukuman badan 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara. *(DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
> Sidang Ke-5 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, Hakim : Jadi Para Anggota Dewan Ini Asalkan Ada Uang Langsung Caplok !?
> KPK Kembali Periksa Wali Kota Mojokerto Non-aktif
Empat Terpidana Kasus OTT Suap Proyek PENS Jadi Warga Binaan Lapas Kelas I Surabaya Di Porong Sidoarjo
> Sidang Ke-23 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Divonis 4 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 200 Juta