Rabu, 21 November 2018

Sidang Lanjutan Gugatan PMH Terhadap Dewan Pers, Saksi Ahli: Peraturan Dewan Pers Melanggar Undang-Undang Pers

Baca Juga

Dari kiri: Kuasa Hukum Penggugat Dolfie Rompas; Ketum DPP SPRI Hence Mandagi; Saksi Ahli Pers, Ibnu Mazjah, Dosen Pasca Sarjana Universitas Mathla’ul Anwar Banten dan Ketum DPN PPWI Wilson Lalengke saat foto bersama usai persidangan, Rabu (21/11/2018), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Saksi Ahli Pers dari Universitas Mathla’ul Anwar Banten Ibnu Mazjah yang dihadirkan penggugat dalam sidang lanjutan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Dewan Pers pada Rabu, 21 November 2018, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, secara tegas mengatakan bahwa Dewan Pers tidak memiliki kewenangan untuk membuat peraturan-peraturan yang mengikat bagi wartawan dan media.

“Dewan Pers melanggar UU Pers", tegas Ibnu Mazjah saat memberikan pendapatnya ketika ditanya Kuasa Hukum Penggugat Dolfie Rompas tentang kedudukan hukum peraturan-peraturan yang dibuat Dewan Pers tentang Uji Kompetensi Wartawan (UKW), Verifikasi Perusahaan Pers (VPP) dan Verifikasi Organisasi Pers (VOP).

Saksi ahli yang pernah berprofesi sebagai wartawan Harian Merdeka dan Elshinta ini juga mengatakan, bahwa Surat Edaran (SE) Dewan Pers yang berisi penerapan peraturan-peraturan, fungsinya bukan sebuah produk hukum yang mengikat. Artinya, ketika dia (Dewan Pers) membuat sebuah peraturan seharusnya tidak bertentangan dengan Undang-Undang.

“UKW itu seharusnya bukan sebuah hal yang mengikat atau menjadi kewajiban bagi wartawan, karena Undang-Undang Pers sendiri tidak secara spesifik memberikan peraturan yang mengharuskan  wartawan untuk melakukan apa yang disebut Uji Kompetensi", urai Dosen Pasca Sarjana Universitas Mathla’ul Anwar Banten, menjawab pertanyaan Kuasa Hukum.


Saksi Ahli Pers, Ibnu Mazjah, Dosen Pasca Sarjana Universitas Mathla’ul Anwar Banten saat di ambil sumpahnya dalam persidangan Gugatan PMH terhadap Dewan Pers yang di gelar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu 21 Nopember 2018

Dalam keterangannya di depan Ketua Majelis Hakim Abdul Kohar yang didampingi 2 (dua) Hakim Anggota, yakni Desbennery Sinaga dan Tafsir Sembiring, peraih gelar Doktor bidang hukum melalui Desertasi mengenai Pers ini menjelaskan, bahwa Kemerdekaan Pers itu artinya adalah segala tindakan menyangkut kebebasan berkespresi dan berpendapat merupakan hak yang paling hakiki dan paling mendasar yang dimiliki setiap warga negara dan bukan hanya Pers Nasional saja, tapi hak setiap warga negara.

“Jadi, pada intinya Dewan Pers memiliki fungsi pengawasan tanpa disertai pemberian sanksi dan Dewan Pers tidak berhak memberikan sansksi. Dia hanya sekedar memfasilitasi pers saja dan tidak bisa mengeluarkan sebuah kebijakan atau peraturan yang sifatnya mengikat. Dia hanya merupakan representasi dan organisasi pers. Adapun secara operasional menyangkut profesi wartawan yang lebih berperan adalah organsiasi pers dan Dewan Pers hanya sebagai jembatan dari masyarakat dengan organsiasi-organisasi pers itu sendiri", terang Ibnu.

Ibnu Mazjah juga berpendapat, bahwa Dewan Pers tidak memiliki kewenangan sesuai Undang-Undang Pers untuk menentukan apakah seseorang dikategorikan sebagai wartawan atau bukan.

"Jika ada rekomendasi Dewan Pers tentang itu (penentuan tentang wartawan atau bukan), berarti sudah menyalahi Undang-Undang dan merupakan pelanggaran", pendapat Ibnu Masjah.

Mengenai penyelesaian 'sengketa pers' yang ditanyakan oleh Majelis Hakim, Ibnu Mazjah menjelaskan, bahwa hal itu tidak diatur secara spesifik dalam UU Pers.

“Adapun diatur tentang penyelesaian sengketa pers tapi hanya bersifat anjuran yakni hak jawab. Dan itu ditujukan kepada medianya. Dewan Pers hanya melakukan peran mediasi', urai Ibnu menjawab pertanyaan Majelis Hakim.


Saksi Ahli Pers, Ibnu Mazjah, Dosen Pasca Sarjana Universitas Mathla’ul Anwar Banten saat memberi keterangan dalam persidangan Gugatan PMH terhadap Dewan Pers yang di gelar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu 21 Nopember 2018.

Ketika ditanya Majelis Hakim tentang pembinaan dalam kaitan kesalahan yang dilakukan pers apakah bagian dari perlindungan terhadap Pers, Ibnu menjelaskan, ada terminology yang dikelurkan Dewan Pers bahwa ada produk jurnalistik dan yang bukan produk jurnalistik.

“Media yang sudah terverifikasi akan diangap sebagai produk jurnalistik dan diberikan perlindungan, sementara media yang belum diverifikasi dianggap bukan produk jurnalistik, sehingga ini tidak mendapat perlindungan hukum dari Dewan Pers", beber Ibnu Mazjah sembari menjelaskan tentang perlindungan kemerdekaan pers yang dijalankan Dewan Pers.

Usai persidangan, Kuasa Hukum Penggugat Dolfie Rompas mengatakan, keterangan Saksi Ahli dalam persidangan kali ini telah membuktikan dua hal penting.

“Yang pertama, semua peraturan Dewan Pers adalah melanggar UU Pers dan tidak mengikat bagi insan pers. Dan yang kedua, Dewan Pers tidak memiliki kewenangan untuk membuat peraturan yang mengikat kepada wartawan", pungkasnya.

Turut hadir dalam persidangan, dari pihak Penggugat yakni Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat – Serikat Pers Republik Indonesia (DPP SPRI) Hence Mandagi dan Ketum Dewan Pimpinan Nasional – Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI) Wilson Lalengke.

Sementara itu, sidang lanjutan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Dewan Pers akan dilaksanakan pada Selasa 27 November 2018. *(HB)*