Senin, 20 Mei 2019

KPK Periksa Dua Kabag Pada Sekretariat DPR-RI Terkait Perkara Bowo Sidik

Baca Juga

Tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jasa pengangkutan distribusi pupuk Bowo Sidik Pangarso, usai menjalani pemeriksaan saat menuruni tangga lantai 2 ke lanti 1 gedung KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan  seusai.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).

Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwal pemeriksaan terhadap 2 (dua) Kepala Bagian (Kabag) pada Sekretariat DPR-RI terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jasa pengangkutan distribusi pupuk yang menjerat Anggota non-aktif Komisi VI DPR- RI Bowo Sidik Pangarso.

Kedua Kabag pada Sekretariat DPR-RI itu akan diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Indung (IND) dari PT. Inersia. Keduanya, yakni Dewi Resmini selaku Kabag pada Sekretariat Komisi VI DPR-RI dan Nanik Herry Mukti selaku Kabag pada Sekretariat Komisi VII DPR-RI.

Sebagaimana diterangkan Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah, bahwa keduanya akan diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Indung dari PT Inersia. Indung sendiri disebut-sebut merupakan tangan kanan tersangka Bowo Sidik Pangarso.

"Kedua saksi, Dewi Resmini selaku Kabag pada Sekretariat Komisi VI DPR-RI dan Nanik Herry Mukti selaku Kabag pada Sekretariat Komisi VII DPR-RI dipanggil (sebagai Saksi) untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka IND (Indung)", kata Febri, Senin 20 Mei 2019.

Lebih lanjut, Febri Diansyah menjelaskan, tim penyidik KPK mengindikasi dugaan keterlibatan petinggi PT. Humpuss Transportasi Kimia (HTK) atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jasa angkut distribusi pupuk ini. Tim penyidik KPK menduga, Marketing Manager PT. HTK, Asty Winasti yang dalam perkara ini telah ditetapkan KPK sebagai tersangka, tidak bermain sendiri.

"Dari identifikasi yang kami temukan tidak mungkin dia (Asty Winasti) berbuat sendiri. Nah, itu yang sedang kami telusuri, bagaimana sebenarnya mekanisme di PT HTK tersebut, sehingga kami perlu juga memeriksa beberapa pihak, dan juga MOU atau kerja sama itu kan kerja sama korporasi", jelas Febri Diansyah.

Hal itu, sebelumnya juga dijelaskan Febri Diansyah pula saat mengonfirmasi sejumlah wartawan ketika tim penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap Theo Lykatompesy selaku Komisaris PT. HTK dan Mashud Masdjono selaku Manager Keuangan PT. HTK.

Meski demikian, kali ini Febri masih enggan mengungkap secara detail terkait dugaan adanya perintah langsung dari petinggi PT. HTK  atau melalui rapat-rapat direksi P HTK kepada Asty untuk menyuap Bowo Sidik Pangarso selaku Anggota Komisi VI DPR-RI.

"Kalau substansinya kami tidak bisa sampaikan, kalau materi yang lebih tekhnis juga tidak bisa kami sampaikan. Tetapi, itu tentu jadi poin yang kami telusuri ya! Misalnya, apakah tersangka Asty ini dia berbuat sendiri. Tapi apa mungkin, dia berbuat sendiri?", ungkap Febri Diansyah.

Sejauh ini, KPK juga telah menggeledah Kantor PT. Humpuss Transportasi Kimia di Gedung Grahadi pada 30 Maret 2019 lalu. Yang mana, dalam penggeledahan itu, tim penyidik KPK menyita sejumlah dokumen terkait kerja-sama pengakutan produk Pupuk Indonesia dengan menggunakan kapal laut.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 3 (tiga) orang Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap tekait kerja-sama pengangkutan bidang pelayaran untuk kebutuhan distribusi pupuk dengan menggunakan kapal laut milik PT. HTK.

Ketiganya, yakni Anggota non-aktif Komisi VI DPR-RI Bowo Sidik Pangarso; Indung dari PT. Inersia yang disebut-sebut merupakan anak buah Bowo Sidik Pangarso  serta Asty Winasti selaku Marketing Manager PT. HTK.

KPK menduga Bowo Sidik Pangarso telah menerima suap dari Asty Winasti. Suap diberikan diduga agar PT. HTK bisa kembali mendapatkan kerja-sama dengan anak usaha PT. PIHC, yakni PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam hal distribusi pupuk.

KPK pun menduga, Asty Winasti telah memberi uang kepada Bowo Sidik Pangarso sebanyak 7 (tujuh) kali pemberian dengan total bernilai Rp. 1,6 miliar. Jumlah sebesar Rp. 1,6 miliar itu terdiri atas Rp. 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 (enam) kali penerimaan sebelumnya, yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130.

KPK juga menduga, uang pemberian Asty Winasti ditujukan agar Bowo membantu PT. HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo Sidik diduga meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton atas bantuannya.

Selain dari Asty Winasti, KPK pun menduga, Bowo Sidik Pangarso diduga menerima gratifikasi dari pihak lain terkait jabatannya senilai Rp. 6,5 miliar yang akan digunakan untuk melakukan 'serangan fajar' dalam Pemilu 2019 lalu. Yang dalam hal ini, KPK menyebut, pihaknya sudah mengidentifikasi pihak-pihak yang diduga pemberi gratifikasi tersebut. *(Ys/HB)*