Sabtu, 01 Juni 2019

KPK Himbau Pemda Lampung Kembalikan Hadiah Lebaran 1 Ton Gula Pasir 

Baca Juga

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi sejumlah wartawan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghimbau Pemerintah Kota (Pemkot) Lampung untuk segera mengembalikan gratifikasi 1 ton gula pasir kepada perusahaan swasta. Yang mana, KPK mengetahui 1 ton gula itu diberikan oleh perusahaan swasta jelang perayaan Idul Fitri 2019 atas laporan Pemkot Lampung.

"Setelah analisa awal dilakukan, untuk menghindari konflik kepentingan, kami sarankan agar Pemda Lampung itu mengembalikan ke pihak pemberi", ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatam, Jumat (31/05/2019) malam.

Febri Diansyah menerangkan, bahwa KPK berharap dengan mengembalikan 1 ton gula itu bisa dijadikan pelajaran oleh perusahaan swasta untuk tidak memberikan hadiah, sumbangan-sumbangan atau gratifikasi lainnya jelang perayaan Idul Fitri atau pun pada momen-momen tertentu.

"Semestinya ada jalur lain, sehingga tidak melalui cara seperti itu. Satu ton gula itu diberikan ke Pemerintah Daerah (Lampung) dan bukan perorangan", terangnya Febri Diansyah.

Lebih lanjut, Febri Diansyah menjelaskan,  bahwa pemberian dari bawahan ke atasan atau pihak swasta ke penyelenggara negara di duga kuat terkait jabatan. Dijelaskannya juga, bahwa pemberian parsel dari bawahan ke atasan atau pihak swasta ke penyelenggara negara bisa diartikan terkait posisi mereka.

"Kami melihatnya tidak murni niat untuk berbagi ketika Lebaran, tetapi karena ada hubungan jabatan di sana", jelas Febri Dianyah.

Ditandaskannya, KPK menyarankan, apabila ingin menerima lalu memberikan sesuatu berupa makanan, maka lebih baik langsung disumbangkan ke pihak yang membutuhkan.

"Kemudian, setelah diberikan ke pihak yang membutuhkan, bisa dibuatkan tanda pelaporan dan dokumentasinya, lalu dilaporkan ke KPK melalui e-mail. Itu nanti akan dicatat sebagai pelaporan gratifikasi", tandasnya.

Febri menegaskan, KPK merekomendasi apabila akan menerima hadiah agar semua hadiah ditolak sejak awal dan apabila menerima hadiah berupa bahan maianan, agar segera disumbangkan ke panti asuhan.

"Jadi, di momen saling berbagi ini, agar hadiah berupa parsel itu diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Misalnya, ke rumah panti asuhan dan anak-anak yatim piatu", tegas Febri Diansyah.

Meski demikian, Febri Diansyah mengingatkan, kondisi yang ideal bagi penyelenggara negara seharusnya sejak awal menolak semua hadiah yang diberikan jelang perayaan Idul Fitri.

"Penolakan itu, nantinya bisa disampaikan ke KPK atau UPG (Unit Pengendali Gratifikasi) sehingga tidak perlu lagi ada proses-proses lanjutan. Ini menjadi target KPK pada tahun ini agar semaksimal mungkin melakukan penolakan terkait gratifikasi jabatan", pesan Febri.

Sementara itu, dari data yang dimiliki oleh KPK, ada 5 (lima) laporan penolakan penerimaan gratifikasi. Kata Febri Diansyah, itu lah kondisi yang ideal, sehingga tidak diperlukan proses lanjutan.

Febri Diansyah pun mengatakan, KPK juga menerima laporan beragam gratifikasi lain. Seperti parsel kue Lebaran, karangan bunga, bahan makanan dan uang dengan nilai mulai Rp. 50 ribu hingga Rp. 4 juta.

"Total gratifikasi yang dilaporkan ke KPK sebesar Rp. 39.183.000,00 dan SGD$ 1.000", kata Febri.

Menurut Febri, pelaporan terbanyak berasal dari kementerian/ lembaga, yakni ada 36 laporan, Pemerintah Daerah 5 laporan dan BUMN 3 laporan.

Febri memaparkan, bagi penyelenggara negara yang melaporkan penerimaan gratifikasi dengan kesadaran dan dalam kurun waktu 30 hari, maka ia bisa terbebas dari ancaman pidana seperti yang tertulis dalam pasal 12B UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

"Pidananya yaitu berupa penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Ada pula pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 milar", papar Febri.

Menurutnya, apabila gratifikasi baru dilaporkan setelah ada proses hukum yang dilakukan oleh KPK, maka KPK tidak dapat memrosesnya.

"Gratifikasi yang baru dilaporkan setelah ada proses hukum, kami akan menyerahkannya ke proses hukum yang berjalan. Sehingga, tindakan yang terbaik adalah menolak gratifikasi sejak awal", pungkasnya. *(Ys/HB)*