Sabtu, 01 Juni 2019

KPK Sebut Sofyan Basir Tunjuk Kuasa Hukum Baru khusus Untuk Praperadilan

Baca Juga

Juru Bicara KPK Febri Diansyah.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Kabar dicabutnya gugatan praperadilan yang dimohonkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT. PLN (Persero) Sofyan Basir, tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pembanguan PLTU Riau–1 melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penetapan status hukumnya sebagai Tersangka, mendapat tanggapan dari Termohon yang dalam hal ini KPK.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menyatakan, hingga kini pihaknya belum menerima pemberitahuan resmi soal pencabutan gugatan praperadilan tersebut.

"Jadi, itu baru pernyataan di publik saja saya kira. Untuk pemberitahuan secara resminya, belum ada pencabutan praperadilan dengan tersangka SFB (Sofyan Basir) tersebut", ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selatan, Jumat 31 Mei 2019.

Febri Diansyah menjelaskan, tim penyidik justru menerima surat yang menyatakan bahwa Sofyan Basir menunjuk penasihat hukum baru untuk menangani proses gugatan praperadilan.

"Nah, itu tadi juga kami klarifikasi dan konfirmasi terhadap Tersangka. Kita lihat saja nanti, apakah benar praperadilan itu masih akan berjalan terus atau tidak?", jelas Febri Diansyah.

Sementara itu, Soesilo Aribowo sebelumnya memebenarkan bahwa selaku Kuasa Hukum Sofyan Basir, pihaknya sudah mencabut permohonan praperadilan yang dimohonkan kliennya.

"Benar sudah kami cabut", kata Soesilo Aribowo, Kuasa Hukum Sofyan Basir saat dikonfirmasi di Jakarta pada Jum'at 24 Mei 2019 lalu.

Dikonfirmasi lagi soal pencabutan praperadilan tersebut pada Jumat 31 Mei 2019, Soesilo menyebut jika pihaknya sudah memberikan tembusan terkait pencabutan praperadilan Sofyan.

Namun, saat ditanya lagi soal Kuasa Hukum Khusus yang disiapkan Sofyan untuk mengajukan praperadilan kembali, Soesilo mengaku akan mengonfirmasinya kembali kepada Sofyan Basir.

"Saya masih konfirmasi, saya belum mendapat konfirmasi. Kemarin dicabut tanggal saya lupa tetapi sudah dicabut, memang saya mendengar belum mendapat surat dari pengadilan. Tetapi, saya sudah memberikan tembusan juga ke KPK. Bahwa kami mencabut", jelas Soesilo Aribowo, di kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jumat 31Mei 2019.

Sementara itu, terkait posisi Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN (Persero), pihak Manajemen PT. PLN (Persero) menyatakan bahwa Sofyan Basir telah mengajukan Surat Pengunduran Diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT. PLN (Persero) setelah KPK menahannya pada Selasa 28 Mei 2019 lalu.

"Pengunduran diri (Sofyan Basir) diterima Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) hari ini dan disetujui", ujar Pelaksana Harian (Plh) Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN Dwi Suryo Abdullah, di Kantor Kementerian BUMN, Rabu 28 Mei 2019.

Lebih lanjut, Dwi Suryo mengungkapkan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 23 April 2019 lalu, Sofyan Basir dinon-aktifkan dari tugasnya sebagai Dirut PT. PLN. Kemudian, Dewan Komisaris menunjuk Direktur Sumber Daya Manusia Muhammad Ali sebagai Pelaksana-tugas (Plt) Dirut PT. PLN dengan masa jabatan selama 30 hari atau berakhir 23 Mei 2019 lalu.

Kemudian, pada 23 Mei 2019, Sofyan Basir cuti dan menunjuk pelaksana Pelaksana-harian (Plh) Dirut PT. PLN (Persero) yaitu Direktur Bisnis Regional Jawa bagian Tengah Amir Rosidin dan Direktur Perencanaan Korporat Syofvi Felienty Roekman.

Setelah Sofyan mundur, digelar RUPS Luar Biasa pada hari ini kemudian menunjuk Djoko Rahardjo Abumanan  menjadi Plt dirut hingga RUPS menunjuk dirut definitif. Djoko Rahardjo sebelumnya merupakan Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara.

Selain sebagai Plt. Dirut PT. PLN, Djoko Rahardjo juga menjabat sebagai Direktur Strategis Pengadaan II. Surat Keputusan diberikan oleh Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah.

Terkait penunjukan Dirut PT. PLN definitif, Dwi mengingatkan, bahwa hal itu merupakan wewenang pemerintah selaku pemegang saham. Karenanya, Dwi belum bisa memastikan kapan Dirut PT. PLN (Persero) yang baru akan ditunjuk.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Sofyan Basir sebagai Tersangka pada 23 April 2019 lalu, menyusul kemudian  KPK menahannya pada Senin 27 Mei 2019, usai menjalani pemeriksaan sekitar 4,5 jam.

KPK menduga, Sofyan Basir diduga membantu anggota Komisi VII DPR-DI dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd. Johanes  Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp. 12,8 triliun.

KPK menduga, Sofyan Basir hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) PT PLN.

Padahal, pada tahun 2016 (saat itu) belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT. PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK).

Namun, diduga Safyan Basir telah menunjuk Johannes Budisutrisno Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1, karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat. Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN.

KPK menduga, setelah itu diduga  Sofyan Basir menyuruh salah-satu Direktur PT. PLN agar Power Purchase Agreement (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan. 



Sebagaimana diketahui, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pembangunan PLTU Riau–1 ini, KPK menetapkan Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN sebagai Tersangka pada 23 April 2019 lalu.

Menyusul kemudian, KPK menahan Sofyan Basir untuk 20 (dua puluh) hari kedepan pertama atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pembangunan PLTU Riau–1, dengan dugaan membantu mantan anggota DPR-RI Eni Maulani Saragih mendapatkan suap dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

KPK menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN dijanjikan jatah yang sama dengan yang direrima Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham yang dalam perkara ini telah lebih dulu diproses hukum.

KPK pun menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN diduga berperan aktif memerintahkan jajarannya agar kesepakatan dengan Johanes Budisutrisno Kotjo terkait proyek pembangunan PLTU Riau–1 segera direalisasikan.

KPK juga menduga, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN (Persero) ada di berbagai pertemuan di hotel, restoran, kantor PLN, dan di rumah pribadi Sofyan Basir terkait pembahasan proyek tersebut.

Sofyan Basir sendiri, merupakan orang ke-5 (lima) yang ditetapkan KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau–1 ini. Yang mana, sebelumnya, Eni Maulani Saragih, Johanes Budisutrisno Kotjo, Idrus Marham dan Samin Tan telah mendahului menjadi diproses hukum.

Baik Eni Maulai Saragih maupun Johanes Budisutrisno Kotjo dan Idrus Marham pada akhirnya pun telah divonis 'bersalah' dan dijatuhi sanksi pidana oleh Mejelis Hakim.

KPK juga menetapkan Idrus Marham sebagai Tersangka lantaran diduga membantu Eni serta turut aktif meminta suap ke Kotjo. Yang mana, saat ini Idrus Marham tengah mengajukan banding atas vonis bersalah dan sanksi pidana 3 (tiga) tahun penjara yang telah dijatuhkan Majelis Hakim kepadanya.

Sementara itu, Sofyan Basir sendiri, merupakan orang ke-5 (lima) yang ditetapkan KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau–1 ini. Sebelumnya, Eni Maulani Saragih, Johanes Budisutrisno Kotjo, Idrus Marham Dan Samin Tan telah mendahului menjadi Tersangka.

Eni Maulani Saragih, Johanes Budisutrisno Kotjo dan Idrus Marham telah divonis 'bersalah' dan dijatuhi sanksi pidana. Sedangkan untuk tersangka Samin Tan selaku Direktur Borneo Lumbung, informasi terakhir menyebutkan,  bahwa perkaranya belum dilimpahkah ke pengadilan.

Dalam perkara ini, KPK menyangka, Sofyan Basir selaku Dirut PT. PLN diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*