Baca Juga
Salah-satu suasana sidang ke-2 perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan tinggi di Kemenag, Rabu 12 Juni 2019, di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang ke-2 (dua) atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan tinggi di Kementerian Agama (Kemenag) dengan terdakwa Haris Hasanuddin selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Provinsi Jawa Timur dan Muhammad Muafaq Wirahadi selaku Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik digelar hari ini, Rabu 12 Juni 2019, di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.
Sidang beragenda Pemeriksaan Saksi-saksi kali ini, selain menghadirkan kedua Terdakwa, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menghadirkan 6 (enam) Saksi.
Ke-enam Saksi itu, yakni Nur Kholis Setiawan selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama (Kemenag) sekaligus Panitia Seleksi (Pansel) Jabatan Tinggi di Kemenag, anggota DPRD Kabupaten Gresik Abdul Wahab dan PNS Kemenag pada Kantor Wilayah Kemenag Yogyakarta Abdul Rochim yang keduanya diketahui merupakan sepupu dari Anggota Komisi XI DPR-RI non-aktif Mokhammad Romahurmuziy alias Romi, Ahmadi selaku Kepala Biro Kepegawaian Kemenag, Amin Nuryadi selaku staf pribadi mantan Ketua Umum PPP M. Romahurmuziy dan mantan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jatim Moh Roziqi yang juga merupakan mertua dari terdakwa Haris Hasanuddin.
Dalam persidangan, menjawab cecaran pertanyaan tim JPU KPK, Sekjen Kemenag Nur Kholis Setiawan mengungkap peran Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan di lingkungan Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur.
Menurut Nur Kholis, Menag Lukman Hakim Safiuddin mengintervensi agar memasukkan nama Haris Hasanuddin selaku Kepala Bidang (Kabid) Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari'ah Kanwil Kemenag Jawa Timur sebagai peserta yang masuk "3 (tiga) Besar Calon Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur".
Nur Kholis pun mengungkapkan, bahwa upaya intervensi Menag Lukman Hakim Safiuddin itu berawal pada 29 Januari 2019. Yang mana, ketika Nur Kholis menyampaikan ke Menag Lukman Hakim Safiuddin tentang surat yang dikirim Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) ke Kemenag yang intinya meminta Menag Lukman Hakim Safiuddin selaku PPK untuk tidak meloloskan dan melantik Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Jatim, direspons Menag Lukman Hakim Safiuddin dengan sebatas 'akan mendalaminya' saja.
Rekomendasi KASN itu, karena Haris Hasanuddin belum 5 (lima) tahun berselang dijatuhi sanksi disiplin ASN/PNS. Sementara salah-satu syarat untuk bisa mengikuti Seleksi Jabatan adalah tidak sedang terkena sanksi disiplin ASN/PNS dalam 5 tahun ke belakang.
Nur Kholis Setiawan juga mengungkapkan, bahwa dari sebelum proses penetapan dan pelantikan, Menag Lukman Hakim Safiuddin sudah cenderung memilih Haris Hasanuddin.
Menurut Nur Kholis, hal itu terlihat dari Menag Lukman Hakim Safiuddin yang tetap memerintahkan Panitia Seleksi (Pansel) agar memasukkan nama Haris Hasanuddin. Alasannya, Haris Hasanuddin pernah menjabat Pelaksana-tugas (Plt.) Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim dan Lukman mengetahui kompetensi yang bersangkutan.
"Saya sudah menghitung, meskipun risiko disuruh membatalkan. Saya terus melapor kepada beliau dan kemudian beliau katakan ingin dalami", ungkap Sekjen Kemenag Nur Kholis Setiawan menjawab pertanyaan tim JPU KPK dalam persidangan, Rabu 12 Juni 2019.
Atas hal tersebut, Nur Kholis Setiawan menangkap sinyal, bahwa Menag Lukman Hakim Safiuddin mempunyai kecenderungan untuk memilih Harris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim.
Nur Kholis Setiawan pun bersaksi, bahwa selama proses seleksi jabatan, dirinya selalu memberitahun perkembangan hasil seleksi jabatan Haris Hasanuddin kepada Menag Lukman Hakim Safiuddin.
"Ada 3 kalimat. Bagi setiap calon untuk Jatim, saya hanya kenal saudara Haris Hasanuddin, saya sudah tahu kompetensi saat (Haris Hasanuddin) menjabat sebagai Plt Kakanwil Jatim", tandas Nur Kholis Setiawan.
Nur Kholis menjelaskan, saat itu terdapat 6 (enam) orang pelamar jabatan Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur. Melihat surat rekomendasi dari KASN, tim Pansel memberikan nilai tidak tinggi kepada Haris Hasanuddin, sehingga total hasil penilaian Haris Hasanuddin berada di urutan ke-4 (empat).
Nur Kholis pun melaporkan kepada Menag Lukman Hakim soal nilai Haris Hasanuddin yang rendah saat proses seleksi. Namun, Nur Kholis mengklaim, Menag Lukman Hakim memberikan pernyataan yang dipahami Nur Kholis agar meloloskan di tahap seleksi. Namun, menurut Nur Kholis, Menag Lukman Hakim tetap meminta Nur Kholis sebagai Ketua Pansel untuk meloloskan Harris Hasanuddin.
"Kemudian ketika saya laporkan nilainya tidak sampai, jadi gini di Jatim yang melamar ada 6 (orang), 2 (orang) nggak lolos. Lalu ada 4 (orang) yang ikuti proses berikutnya dan kami sebagai Pansel karena sudah baca surat KASN (meminta tak melantik Haris) dan kami memberikan nilai tak tinggi kepada yang bersangkutan (Haris). Sehingga pada total, tentu dia pada urutan keempat. Saat itu, beliau (Menag Lukman Hakim Safiuddin) memerintahkan ke saya, masukan (Haris Hasanuddin) ke tiga besar", jelas Nur Kholis Setiawan seraya menirukan perintah Menag Lukman Hakim Safiuddin.
Setelah menerima arahan dari Menag Lukman Hakim Safiuddin, Nur Kholis Setiawan berdiskusi dengan 4 (empat) anggota Pansel lainnya. Yang mana, saat itu yang mengamini perintah Menag Lukman Hakim Safiuddin hanya ada 3 (tiga) orang termasuk dirinya. Dari kesepakatan ketiganya, akhirnya Haris Hasanuddin diloloskan.
"Ketika tiga orang, termasuk saya sudah rela, lalu saya sampaikan ke Kabiro kepegawaian 'Pak tolong diakomodir, gimana caranya beliau ini (Haris Hasanuddin) bisa masuk'. Maka, yang terjadi, saya belum memberi nilai makalah. Sehingga, saat itu saya memberi nilai makalah lebih tinggi daripada para peserta lain", tambah Nur Kholis Setiawan.
Sementara itu, dalam sidang perdana perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan tinggi di Kemenag dengan terdakwa Muhammad Muafaq Wirahadi selaku Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Gresik dan Haris Hasanudin selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Provinsi Jawa Timur yang digelar di tempat yang sama pada Rabu 29 Mei 2019 lalu, dalam membacakan Surat Dakwaannya, tim JPU KPK menyebut, bahwa Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin turut menerima uang dari Haris Hasanudin yang ingin mendapatkan jabatan sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.
Dalam Surat Dakwaan yang dibacakannya, tim JPU KPK pun mendakwa, bahwa Haris Hasanuddin selaku Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur diduga telah memberi suap sebesar Rp. 255 juta kepada mantan Ketua Umum PPP M.Romahurmuziy.
Uang ratusan juta itu, diduga diberikan Haris Hasanuddin kepada Romahurmuziy untuk mengintervensi proses pengangkatannya sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.
Dalam Surat Dakwaan yang dibacakannya, tim JPU KPK membeberkan, bahwa bermula dari Haris Hasanuddin menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabag) Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari'ah pada Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur yang juga menjabat Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur berkeinginan menduduki jabatan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur ini secara definitif.
Namun, keinginan Haris Hasanuddin tersebut terkendala salah-satu syarat administrasi, yaitu 'tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin dalam 5 tahun terakhir'. Sedangkan Haris Hasanuddin pernah dijatuhi sanksi disiplin pada tahun 2016. Namun, atas saran dari Ketua DPW PPP Jatim Musyaffa Noer, Haris Hasanuddin pun meminta bantuan ke Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy.
"Atas saran Musyaffa Noer, pada tanggal 17 Desember 2018 Terdakwa menemui Muchammad Romahurmuziy di rumahnya dan menyampaikan keinginannya menjadi Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur yang untuk itu terdakwa juga meminta bantuan Muchammad Romahurmuziy untuk menyampaikan hal itu kepada Lukman Hakim Saifuddin", beber tim JPU KPK membacakan Surat Dakwaannya.
Dalam Surat Dakwaan yang dibacakannya, Tim JPU KPK juga mengungkapkan alasan Haris mendekati Romahurmuziy lantaran keinginannya untuk mendapat jabatan itu terkendala persyaratan administrasi, yaitu tidak dijatuhi sanksi disiplin ASN dalam 5 tahun terakhir, sedangkan Haris pernah disanksi disiplin pada tahun 2016.
"Terdakwa tidak memenuhi syarat administrasi, sehingga dinyatakan tidak lolos seleksi tahap administrasi. Namun karena ada perintah dari Muchammad Romahurmuziy kepada Lukman Hakim Saifuddin, pada tanggal 31 Desember 2018 Mohamad Nur Kholis Setiawan (Sekretaris Jenderal Kemenag) atas arahan Lukman Hakim Saifuddin memerintahkan Ahmadi selaku panitia pelaksana seleksi menambahkan 2 orang peserta dalam Berita Acara Panitia Seleksi yaitu Haris Hasanudin dan Anshori", ungkap tim JPU KPK.
Tim JPU KPK pun mengungkapkan, bahwa pada akhirnya ada 4 (empat) orang yang lolos tahap administrasi dalam jabatan itu. Yaitu Haris Hasanudin, Barozi, Moh Khusnuridlo, dan Moch. Amin Mahfud. Namun, dalam perjalanannya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sempat menyampaikan ke Lukman mengenai adanya kejanggalan yaitu adanya nama Haris Hasanudin yang tercatat pernah mendapatkan hukuman disiplin.
"Selanjutnya Muchammad Romahurmuziy menyampaikan kepada Lukman Hakim Saifuddin agar tetap mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dengan segala risiko yang ada", ungkap tim JPU KPK pula.
"Pada tanggal 17 Februari 2019, Muchammad Romahurmuziy menyampaikan kepada Terdakwa, bahwa Menteri Agama sudah memutuskan untuk mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan akan mengambil segala risiko yang ada untuk tetap memilih Terdakwa dalam jabatan tersebut", lanjut tim JPU KPK juga.
Tim JPU KPK juga membeberkan, bahwa dalam prosesnya, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama (Menag) diduga melakukan intervensi atas pencalonan Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur, meski ada rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang menyebutkan ketidak-sesuaian seleksi jabatan tersebut karena Haris pernah dijatuhi sanksi disiplin ASN.
"Pada tanggal 1 Maret 2019, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama menghubungi Janedjri M. Gaffar selaku Staf Ahli Menteri Agama Bidang Hukum dan berkonsultasi mengenai cara untuk tetap mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur", beber tim JPU KPK.
Dijelaskannya, bahwa dari konsultasi itu, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama tetap akan mengangkat Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.
Namun, dalam perjalanannya, KASN sempat menyampaikan ke Kemenag mengenai adanya ketidak-sesuaian antara persyaratan umum seleksi terbuka dengan hasil seleksi administrasi, karena terdapat 2 (dua) orang peserta seleksi yaitu Haris Hasanudin dan Anshori yang ternyata keduanya pernah mendapatkan hukuman disiplin PNS pada tahun 2015 dan 2016.
"Atas temuan itu, KASN merekomendasikan kepada Menteri Agama untuk membatalkan kelulusan kedua orang tersebut", jelas tim JPU KPK.
Tim JPU KPK menyebut, bahwa Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama siap membela seorang pejabat di Kementerian yang dipimpinnya meski melanggar syarat untuk mendapatkan suatu jabatan. Namun, sikap Lukman itu disebut tim JPU KPK diselimuti iming-iming 'rasuah'.
Tim JPU KPK menegaskan, pada akhirnya, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama tetap mengangkat Haris Hasanuddin dalam jabatan itu. Diduga, sebagai imbalannya, Haris Hasanuddin memberikan uang total Rp. 70 juta pada Lukman Hakim Saifuddin dalam 2 (dua) kali pemberian.
"Tanggal 1 Maret 2019 di hotel Mercure Surabaya, Terdakwa melakukan pertemuan dengan Lukman Hakim Saifuddin. Dalam pertemuan tersebut, Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan bahwa ia 'pasang badan' untuk tetap mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu Terdakwa memberikan uang kepada Lukman Hakim Saifuddin sejumlah Rp 50 juta", tegas tim JPU KPK.
Tim JPU KPK menandaskan, bahwa pemberian uang sebagai bagian dari komitmen itu berlanjut di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebu Ireng Jombang Jawa Timur, pada Sabtu 09 Maret 2019 melalui Herry Purwanto.
"Pada tanggal 9 Maret 2019, bertempat di (Pondok Pesantren) Tebu Ireng Jombang, Terdakwa memberikan uang sejumlah Rp. 20 juta kepada Lukman Hakim Saifuddin melalui Herry Purwanto sebagai bagian dari komitmen yang sudah disiapkan oleh Terdakwa untuk pengurusan jabatan selaku Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur", tandas tim JPU KPK.
Terhadap Haris Hasanuddin, Tim JPU KPK mendakwa, bahwa Haris Hasanuddin selaku Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*