Kamis, 15 Agustus 2019

KPK Tegaskan, Tidak Ada Kerugian Negara Pada Kasus Suap Restitusi Pajak PT. WAE

Baca Juga

Salah-satu suasana konferensi pers tentang perkara dugaan tindak pidana korupsi suap restitusi pajak, Kamis (15/08/2019) sore, di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan, tidak ada kerugian negara dalam kasus suap restitusi pajak yang melibatkan sebuah perusahaan berinisial PT. WAE yang bergerak di bidang penjualan mobil merk Jaguar, Bentley, Land Rover dan Mazda.

"Ini kasusnya beda. Ini bukan kasus kerugian negara. Kalau kerugian negara kan harus dihitung dulu. Ini suap kasusnya. Jadi, enggak ada kerugian negara", tegas Wakil Ketua KPK Saut usai konferensi pers di gedung KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (15/08/2019) sore.

Saut Situmorang menandaskan, dalam perkara ini, juatru negara yang harus tetap membayarkan kelebihan pajak perusahaan tersebut.

"Alih-alih perusahaan sebagai wajib pajak membayar pajak ke negara. Dalam kasus ini, justru ditemukan negara yang harus membayar klaim kelebihan bayar pada perusahaan", tandas Saut.

Seperti diketahui, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait restitusi pajak PT. WAE ini, KPK telah menetapkan 5 (lima) Tersangka. Suap diduga terkait pengajuan restitusi pajak PT. WAE senilai Rp. 5,3 miliar pada 2015 dan Rp. 2,7 miliar pada tahun pajak 2016.

Kelima Tersangka tersebut yakni Darwin Maspolim selaku Komisaris Utama PT. WAE (sebelum Tahun 2017) dan Komisaris PT. WAE (sejak Tahun 2017); Yul Dirga (YD) selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, Kanwil Jakarta Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil; Hadi Sutrisno (HS) selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT. WAE di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga; Jumari (JU) selaku Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT. WAE dan M Naim Fahmi (MNF) selaku Anggota Tim Pemeriksa Pajak PT. WAE

Darwin Maspolim (DM) selaku Komisaris Utama PT. WAE (sebelum Tahun 2017) dan Komisaris PT. WAE (sejak Tahun 2017), ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Sedangkan Yul Dirga selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, Kanwil Jakarta Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil; Hadi Sutrisno selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT WAE di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, Jumari selaku Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT. WAE dan M. Naim Fahmi selaku Anggota Tim Pemeriksa Pajak PT. WAE ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

KPK menyangka, tersangka DM selaku pemilik saham PT. WAE diduga memberi suap sebesar Rp. 1,8 miliar untuk YD, HS, JU dan MNF agar menyetujui pengajuan restitusi pajak PT. WAE tahun pajak 2015 sebesar Rp. 5,03 miliar dan tahun pajak 2016 sebesar Rp. 2,7 miliar.

Bermula dari PT. WAE yang merupakan perusahaan penamaman modal asing yang menjalankan bisnis dealer hingga servis berbagai mobil merek Jaguar, Bentley, Land Rover dan Mazda itu pada tahun 2015 menyampaikan SPT tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan dengan mengajukan restitusi Rp. 5,03 miliar. Beberapa waktu kemudian, kantor PMA 3 melakukan pemeriksaan lapangan.

Dalam pemeriksaan tersebut, Hadi Sutrisno bertindak sebagai supervisor, Jumari sebagai Ketua Tim dan Naim sebagai anggota tim yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Yang mana, dari hasil pemeriksaan, Hadi menyampaikan kepada PT. WAE bahwa dari hasil pemeriksaan bukan kelebihan bayar, melainkan kurang bayar.

KPK menduga, tersangka Hadi Sutrisno kemudian menawarkan bantuan untuk menyetujui restitusi dengan imbalan di atas Rp. 1 miliar. Tersangka DM menyetujui dan pihak PT. WAE mencairkan uang dalam 2 (dua) tahap dan menukarkan dalam bentuk valuta asing USD.

Selanjutnya, pada April 2017, terbitlah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKLB) Pajak Penghasilan yang menyetujui restitusi Rp. 4,59 miliar. SKPLB itu ditanda-tangani oleh Yul Dirga.

Kemudian, sekitar awal Mei 2017, salah-satu staf PT. WAE menyerahkan uang pada Tersangka HS di parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Barat sebesar USD 73.700 yang dikemas dalam sebuah kantong plastik hitam.

KPK menyangka, uang tersebut diduga kemudian dibagikan Hadi Sutrisno pada Yul Dirga, Kepala KPP PMA Tiga dan Tim Pemeriksa yaitu Jumari dan M. Naim Fahmi sekitar USD 18.425 per orang.

Sementara itu, untuk tahun pajak 2016 PT. WAE kembali menyampaikan SPT tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan dengan mengajukan restitusi sebesar Rp. 2,7 miliar. Yang mana, Yul Dirga menanda-tangani Surat Pemeriksaan dengan Hadi Sutrisno sebagai salah-satu dari tim pemeriksa.

KPK menduga, pada saat proses klarifikasi, tersangka HS memberitahu pihak PT. WAE, bahwa terdapat banyak koreksim, sehingga yang seharusnya lebih bayar menjadi kurang bayar. Dalam pertemuan berikutnya, tersangka HS kembali menawarkan bantuan dan meminta uang Rp. 1 miliar.

Permintaan HS sebesar itu mulanya tidak disepakati oleh PT. WAE. Hingga akhirnya terjadi kesepakatan tentang besaran fee yang disepakati adalah Rp. 800 juta yang kembali diberikan dalam bentuk satuan mata uang USD.

Berikutnya, pada Juni 2018 terbit Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan yang ditanda-tangani oleh tersangka Yul Dirga yang menyetujui restitusi sebesar Rp. 2,77 miliar.

Dua hari kemudian, pihak PT. WAE menyerahkan uang USD 57.500 pada tersangka Hadi Sutriano di toilet pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

KPK menyangka, uang tersebut kemudian diduga dibagikan Hadi kepada tim pemeriksa, yaitu Jumari dan Naim sekitar USD 13.700 untuk setiap orang. Sedangkan Yul selaku Kepala KPP PMA Tiga mendapatkan USD 14.400.

Terhadap Darwin Maspolim, KPK menyangka, tersangka Darwin Maspolim diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Terhadap Yul Dirga, Hadi Sutrisno, Jumari dan M. Naim Fahmi, KPK menyangka, keempatnya diduga telah melanggar Pasal 12 a atau b subsider pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*