Baca Juga
Logo di gedung KPK Jakarta
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan menindak tegas bagi siapapun pihak yang coba-coba mencari keuntungan dari penggunaan anggaran penanganan pandemi wabah virus corona atau Corona Virus Disease - 2019 (Covid-19). Termasuk anggaran untuk pengadaan alat kesehatan di masa pandemik COVID-19.
Pernyataan itu disampaikan untuk merespons pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir yang menyebut ada pihak-pihak tertentu yang mendorong agar pemerintah lebih sering mengimpor bahan baku obat-obatan dan alat kesehatan daripada memproduksi sendiri di dalam negeri.
Menurut Erick, dengan dorongan tersebut, di saat terjadinya pandemik suatu penyakit seperti saat ini, pihak tertentu yang disebut Erick sebagai mafia itu, akan diuntungkan.
Merespon soal itu, Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara (Jubir) KPK Ali Fikri mendorong menteri berlatar belakang pengusaha itu agar tidak segan melaporkan ke KPK bila ditemukan potensi kerugian negara akibat korupsi soal alat kesehatan.
"KPK akan tegas terhadap pihak yang bermain-main terkait pengadaan barang dan jasa terutama terhadap kebutuhan alkes untuk situasi saat ini", tegas Plt. Jubir KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at 17 April 2020.
Dijelaskannya, setiap laporan yang diterima akan ditelaah dan didalami terlebih dahulu oleh KPK. Apalagi saat ini KPK tergabung dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat pusat dan daerah bersama pemangku kepentingan lainnya.
"Tim itu akan ikut memantau dan melakukan evaluasi terkait alokasi serta penggunaan dana penanganan Covid-19", jelasnya.
Menurut Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan, ada beberapa potensi celah korupsi terkait bantuan yang dialokasikan oleh pemerintah bagi rakyat selama masa pandemik COVID-19.
Menurutnya pula, Dana Bantuan untuk Masyarakat Selama Masa Pandemik Covid-19, rawan digelapkan. Salah-satunya dana bantuan yang seharusnya diterima oleh warga tak sesuai nominalnya atau tidak diterima sama sekali.
Untuk dikatahui, pada Selasa 31 April 2020 yang lalu, Presiden RI Joko Widodo menganggarkan tambahan anggaran senilai Rp. 405,1 triliun untuk meringankan beban rakyat selama pandemik COVID-19.
Anggaran sebesar itu dibagi untuk 4 (empat) hal, yakni senilai Rp. 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp. 110 triliun untuk social safety net, Rp. 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR dan Rp.b150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
"Penggelapan rawan terjadi di dana bantuan. Bisa saja anggaran-anggaran sudah ditransfer, tetapi bermasalah pada saat pelaksanaannya. Jumlah bantuan (yang diterima) tak sesuai dengan yang diterima", ungkap Misbah dalam diskusi secara daring pada Kamis 09 April 2020 yang lalu.
Poin kerawanan lainnya, lanjut Misbah, kemungkinan adanya pemberian bantuan ganda. Program BLT (Bantuan Langsung Tunai) selain sudah wajib dianggarkan di dalam APBN juga terdapat di dalam APBD.
Sebelumnya, Ketua KPK Komjen Firli Bahuri menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2020 yang mengatur Pencegahan Korupsi terkait penggunaan anggaran Pengadaan Barang atau Jasa (PBJ) untuk mempercepat penanganan Covid-19.
Yang mana, SE tersebut, ungkap Firli, ditujukan ke Gugus Tugas di tingkat pusat dan daerah untuk memandu proses pengadaan barang dan jasa.
"Mengingat saat ini salah satu kegiatan penting adalah pengadaan barang dan jasa dalam penanganan COVID-19 seperti pengadaan APD, maka KPK dalam upaya pencegahan korupsi akan memonitoring dan koordinasi membantu Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di tingkat nasional dan daerah terkait pencegahan korupsi", ungkap Firli Bahuri pada pada Kamis 02 April 2020 yang lalu.
Firli Bahuri menegaskan, SE itu perlu untuk dirilis agar bisa menghilangkan keraguan bagi pelaksana di lapangan tentang pidana korupsi yang berpotensi dapat dikenakan kepada pelaksana. Apalagi, situasi saat ini situasi ditengah darurat dan membutuhkan kecepatan dalam eksekusinya.
"Di dalam surat edaran disampaikan rambu-rambu pencegahan yang diharapkan dapat memberi kepastian bagi pelaksana pengadaan bahwa sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, maka proses PBJ tetap dapat dilaksanakan tanpa keraguan", tegas Firli.
Sebelumnya pula, KPK juga sempat mengancam akan menggunakan ancaman hukuman mati terhadap siapa pun yang terbukti mengorupsi anggaran penanganan pandemi wabah Covid-19.
Plt. Jubir KPK, Ali Fikri, mengatakan institusi tempatnya bekerja kini akan mengawasi pengelolaan anggaran penanganan pandemi wabah Covid-19 senilai Rp. 405,1 triliun tersebut.
"Kami sudah mengingatkan bahwa penyelewenangan anggaran yang diperuntukan pada situasi bencana seperti saat ini ancaman hukumannya adalah pidana mati", tegas Ali Fikri, Rabu 01 April 2020.
Untuk membantu proses pengawasan pengelolaan anggaran penanganan pandemi wabah Covid-19 senilai Rp. 405,1 triliun itu, KPK sudah berkoordinasi dengan LKPP {Lembaga Kebijakan Pengadaan (barang/jasa) Pemerintah} dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kami sudah berkoordinasi dengan BPKP dan LKPP agar tidak terjadi tindak pidana korupsi dalam proses penggunaan anggaran tersebut", tandas Ali Fikri. *(Ys/HB)*