Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta, wacana Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dikaji secara matang dan sistematis.
"KPK berharap, jika dilakukan revisi PP tersebut tidak memberikan kemudahan bagi para Napi (nara pidana) koruptor, mengingat dampak dan bahaya dari korupsi yang sangat merugikan negara dan masyarakat", kata Pelaksana-tugas (Plt) Juru Bicara (Jubir) KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (01/04/2020).
Ali Fikri menerangkan, KPK tidak ingin revisi PP tersebut malah justru membuat Napi koruptor lebih mudah bebas dari penjara, alih-alih untuk menekan jumlah penghuni penjara dan mencegah penyebaran Corona Virus Disesase - 2019 (Covid-19) di Lapas.
Selain itu, KPK melalui Biro Hukum KPK pun tidak pernah dimintai pendapat tentang substansi dari materi yang akan dimasukan dalam perubahan PP tersebut.
Terkait itu, KPK meminta Kemenkumham untuk membuka data terkait jumlah nara pidana kasus korupsi bila wacana revisi terhadap PP Nomor 99 Tahun 2012 tersebut benar-benar ditujukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
"Apabila fokus pengurangan jumlah Napi untuk mengurangi wabah bahaya Covid-19 terkait kasus korupsi, maka Kemenkumham menurut kami semestinya perlu menyampaikan kepada publik secara terbuka sebenarnya napi kejahatan apa yang over kapasitas di Lapas saat ini", terang Ali.
Lebih lanjut, Ali menjelaskan, KPK telah melakukan kajian terkait layanan Lapas yang juga mengidentifikasi persoalan kelebihan kapasitas dan potensi penyalahgunaan kewenangan sebagaimana perkara dugaan tindak pidana korupsi Kalapas Sukamiskin yang KPK tangani pada 2018 silam.
Dari tindak lanjut kajian tersebut, jelas Ali, atas 14 rencana aksi yang diimplementasikan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sejak 2019 itu baru ada satu rencana aksi yang statusnya selesai. "KPK meyakini, jika rencana aksi tersebut telah dijalankan semuanya, maka persoalan terkait layanan lapas termasuk over kapasitas dapat diselesaikan", jelas Ali Fikri.
Di samping itu, beber Ali Fikri, salah-satu rekomendasi KPK untuk menekan over kapasitas Lapas adalah memberi remisi bagi para pengguna Narkoba, mengingat hampir separuh dari penghuni Lapas dan Rutan meruoakan Napi terkait kasus Narkoba.
"Salah satu rekomendasi jangka menengah KPK dalam menekan overstay adalah mendorong revisi PP 99 Tahun 2012, khusus untuk pemberian remisi terutama bagi pengguna Narkoba, termasuk mendorong mekanisme diversi untuk pengguna Narkoba dengan mengoptimalkan peran Bapas dan BNN (rehab)", beber Ali.
Seperti diketahui, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Hal itu dilakukan, karena Napi koruptor dan Narkotika yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP tersebut, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 Napi lain dalam rangka pencegahan Covid-19 di Lapas atau Rutan.
Melalui revisi PP itu, Kemenkum dan HAM ingin memberikan asimilasi kepada Napi korupsi berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya ada sekitar 300 Napi.
"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012", kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar secara virtual, Rabu (01/04/2020). *(Ys/HB)*