Sabtu, 16 Mei 2020

KPK Menilai, Data Maskin Penerima Bansos Tidak Akurat Merupakan Kelalaian Pemda

Baca Juga

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Penyaluran bantuan sosial (Bansos) bagi Masyarakat Miskin (Maskin) terdampak pandemi wabah virus corona atau Corona Virus Disease – (Covid–19) banyak mengungkap polemik. Di antaranya, realisasi di lapangan banyak dinilai rawan tidak tepat sasaran. Mulai dari potensi adanya data fiktif hingga perubahan status sosial seseorang di daerah yang tidak segera diperbarui, sehingga data orang miskin berpotensi tidak akurat.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menjelaskan, bahwa hal yang paling sulit dari realisasi bantuan sosial (Bansos) ini adalah pada koordinasi. Yang mana, jumlah penerima seharusnya diperbarui setiap periode tertentu.

Menurut Pahala, terkait kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid–19 termasuk implementasi Rp. 405 triliun untuk masyarakat terdampak Covid–19, KPK bertindak untuk melakukan koordinasi dan monitoring dan bukan pencegahan potensi korupsi.

"Jadi, dalam penanganan Covid-19 ini yang Rp. 405 triliun, masuk ke tempat saya (KPK) sebagai koordinasi dan monitoring daripada pencegahannya", jelas Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menjelaskan dalam diskusi daring Syndicate Forum, Jumat 15 Mei 2020.

Diterangkannya, dari berbagai subsidi atau Bansos yang telah diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin, seharusnya sudah ada basis datanya. Sehingga, jika semua data itu solid tidak perlu lagi membuat pendataan baru untuk penyaluran Bansos Covid–19. "Koordinasi di negara kita ini memang penyakit", cetus Pahala.

Pahala menilai, Pemda telah lalai dalam memberikan data yang akurat terkait masyarakat miskin. Sebab, banyak daerah yang tidak memperbarui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)-nya, sehingga berpotensi adanya data fiktif. "Saya menggaris bawahi, Pemerintah Daerah itu lalai. Jadi, itu harusnya di-update DTKS oleh Dinas Sosial setahun 2 kali, tahun lalu dinaikkan setahun 3 kali, sekarang setahun 4 kali", tandasnya.

Pahala menandaskan, sejak tahun 2018 hanya ada sekitar 280 Pemda yang sudah melakukan update, sisanya tidak ada pembaruan sama sekali. "Jadi, orang miskinnya di situ aja terus. Satu, belum tentu ada NIK-nya. Kedua, belum tentu dia masih miskin. Itu kewajiban Pemda (untuk meng-update)", tandasnya.

Pahala pun mengungkap adanya kemajuan dalam pendataan ini, yakni di internal Kementerian Sosial yang menggabungkan data PKH dengan DTKS. "Itu kemajuan. Kemajuan kedua, pendataan dengan Dukcapil berjalan di tingkat pusat, di tingkat daerah tinggal dipastikan saja updating ini", ungkapnya pula. *(Ys/HB)*