Kamis, 15 Oktober 2020

KPK Konfrontasi 5 Pegawai PT. Wika Terkait Dugaan Tipikor Proyek Jembatan Waterfront City

Baca Juga


Plt. Jubir Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 5 (lima) pegawai PT. Wijaya Karya (PT. Wika), Kamis 15 Oktober 2020. Mereka saling dikonfrontasi dan didalami pengetahuannya terkait dugaan pemberian sejumlah uang kepada 2 (dua) Tersangka dan pihak-pihak lainnya juga terkait besaran jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan PT. Wika untuk proyek multi-years contract pembangunan Jembatan Waterfront City atau Jembatan Bangkinang di Kabupaten Kampar Provinsi Riau tahun anggaran 2015–2016.

"Para saksi saling dikonfrontasi dan didalami pengetahuannya mengenai dugaan adanya pemberian sejumlah uang kepada 2 tersangka dan pihak-pihak lainnya dan juga terkait besaran jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh PT Wika untuk proyek pembangunan Jembatan Waterfront City multiyears contract TA 2015-2016", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara (Jubir) Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, kepada wartawan di Jakarta Selatan, Kamis 15 Oktober 2020.

Adapun 5 Saksi yang diperiksa tim Penyidik KPK hari ini, yakni:
1. Didiet Hadianto,  Project Manager PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk;
2. Bayu Cahya Saputra, Kepala Seksi Proyek Kecil, Staf pada Quantity Surveyor PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk, Departemen Sipil Umum Divisi 4 area Pulau Jawa dan Bali, pada 2015-2016 menjabat sebagai Kepala Seksi Teknik Komersial Tim Jembatan Waterfront City Bangkinang dari PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk;
3. Bimo Laksono, Karyawan PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk;
4. Firjan Taufa, Staff Marketing PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk
5. Ucok Jimmy, Pegawai PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Pihak PT. Wika telah merespons perihal dugaan tindak pidana korupsi 2 (dua) pegawainya tersebut. PT. Wika menegaskan, pihaknya selalu menghormati proses hukum terkait salah-satu pegawainya yang terjerat kasus dugaan korupsi proyek pembanguman Jembatan Waterfront City atau Jembatan Bangkinang di Kabupaten Kampar Provinsi Riau itu.

"Hal ini juga menjadi masukan perusahaan untuk mengevaluasi kembali proses bisnis yang telah dilakukan. Dalam menjalankan seluruh proses bisnis perusahaan, manajemen memahami bahwa iklim usaha yang sehat & bersih menjadi pondasi penting bagi ekosistem bisnis yang akuntabel dan berdaya saing", tegas Sekretaris Perusahaan PT. Wika (Persero) Mahendra Vijaya dalam keterangan tertulis, Selasa (29/09/2020) lalu.

Dalam perkara ini, pada 14 Maret 2019 silam, KPK telah mengumumkan Adnan selaku PPK proyek multi-years Pembangunan Jembatan Waterfront City pada Dinas BMP Pemkab Kampar tahun anggaran 2015–2016 dan Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya atau Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya I Ketut Suarbawa (IKT) sebagai Tersangka.

KPK menyangka, kedua Tersangka tersebut diduga telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dari paparan kronologi yang dipaparkan KPK, perkara ini bermula dari Pemkab Kampar mencanangkan beberapa proyek strategis, di antaranya pembangunan Jembatan Bangkinang atau yang kemudian disebut dengan Jembatan Waterfront City.

KPK menduga, pada pertengahan 2013, Adnan diduga mengadakan pertemuan di Jakarta dengan I Ketut Suarbawa dan beberapa pihak Iainnya. Diduga, dalam pertemuan itu, Adnan memerintahkan pemberian informasi tentang desain jembatan dan "engineer's estimate" kepada I Ketut Suarbawa.

Selanjutnya, pada 19 Agustus 2013, Kantor Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Kampar mengumumkan lelang pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2013 dengan ruang lingkup pekerjaan fondasi. Lelang tersebut, dimenangkan oleh PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Kemudian, pada Oktober 2013, ditanda-tangani kontrak pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2013 dengan nilai Rp. 15.198.470.500,– dengan ruang lingkup pekerjaan fondasi jembatan yang batas masa pelaksanaan sampai pada 20 Desember 2014.

Setelah kontrak tersebut, Adnan meminta pembuatan "engineer's estimate" pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2014 kepada konsultan dan I Ketut Suarbawa meminta kenaikan harga satuan untuk beberapa pekerjaan.

KPK menduga, kerja-sama antara Adnan dan I Ketut Suarbawa terkait penetapan harga perkiraan sendiri ini terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya sampai pelaksanaan pembangunan Jembatan Waterfront City secara tahun jamak yang dibiayai APBD Kabupaten Kampar Tahun 2015, APBD Perubahan Kabupaten Kampar Tahun Anggaran 2015 dan APBD Kabupaten Kampar Tahun Anggaran 2016.

KPK menduga, atas perbuatannya, Adnan selaku PPK proyek multi-years Pembangunan Jembatan Waterfront City pada Dinas BMP Pemkab Kampar tahun anggaran 2015–2016 diduga telah menerima uang kurang lebih sebesar Rp. 1 miliar atau 1 % (persen) dari nilai kontrak.

KPK pun menduga, diduga terjadi kolusi dan pengaturan tender secara melanggar hukum yang dilakukan oleh para Tersangka. KPK juga menduga, dalam pelaksanaan proyek ini diduga telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar Rp. 50 miliar dari nilai proyek multi-years Pembangunan Jembatan Waterfront City pada Tahun Anggaran 2015 dan 2016 dengan total Rp. 117,68 miliar. *(Ys/HB)*


BERITA TERKAIT :