Selasa, 23 Februari 2021

KPK Temukan Pemotongan Insentif Nakes Rumah Sakit Hingga 70 Persen

Baca Juga


Plt. Jubir Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya pemotongan insentif Tenaga Kesehatan (Nakes) yang diberikan pemerintah oleh pihak pengelola rumah sakit.

KPK mengingatkan, supaya pihak manajemen atau pengelola rumah sakit berhenti menyunat insentif dari pemerintah sebagai bantuan untuk para Nakes tersebut.

Sebagaimana disampaikan Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara (Jubir) Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding, bahwa KPK menerima informasi adanya pemotongan insentif Nakes oleh pihak manajemen rumah-sakit dengan besaran 50 hingga 70 persen.

“Insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan secara langsung tersebut, diketahui dilakukan pemotongan oleh pihak manajemen untuk kemudian diberikan kepada Nakes atau pihak lainnya yang tidak berhubungan langsung dalam penanganan pasien Covid-19", kata Plt. Jubir Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/02/2021).

Lebih lanjut, Ipi membeberkan, pada Maret hingga akhir Juni 2020, melalui kajian cepat terkait penanganan Covid-19 khususnya di bidang kesehatan, KPK menemukan 'sejumlah permasalahan' terkait pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan berdasarkan analisis terhadap Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor: HK.01.07/MNENKES/278/2020.

Adapun permasalahan tersebut, yakni risiko in-efisiensi keuangan negara yang disebabkan duplikasi anggaran untuk program pemberian insentif tenaga kesehatan di daerah melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Belanja Tidak terduga (BTT).

Permasalahan lainnya, yaitu proses pembayaran yang berjenjang menyebabkan lamanya waktu pencairan dan meningkatkan risiko penundaan serta  dan pemotongan insentif atau santunan tenaga kesehatan oleh pihak yang tidak bertanggung-jawab.

Kemudian, adamya proses verifikasi akhir yang terpusat di Kementerian Kesehatan yang dapat menyebabkan lamanya proses verifikasi dan berdampak pada lambatnya pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan.

Atas permasalahan-permasalahan tersebut, KPK merekomendasikan perbaikan terkait pengajuan insentif tenaga kesehatan pada salah-satu sumber anggaran saja (BOK atau BTT)

Terkait itu, KPK juga menyarankan pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan di kabupaten/ kota/ provinsi yang dibiayai dari BOK, cukup dilakukan oleh tim verifikator daerah.

“Pembayaran insentif dan santunan yang dilakukan secara langsung kepada nakes atas rekomendasi tersebut, Kementerian Kesehatan telah menindaklanjuti dan menerbitkan regulasi baru dengan perbaikan pada proses verifikasi dan mekanisme penyaluran dana insentif dan santuan bagi nakes yang menangani Covid-19", beber Ipi.

Ipi menegaskan, ntuk memastikan para Nakes menerima haknya tanpa ada pemotongan, KPK meminta Inspektorat dan Dinas Kesehatan untuk bersama-sama turut melakukan pengawasan dalam penyaluran dana insentif dan santunan bagi nakes.iD

Ipi menandaskan, insentif dan santunan kepada Nakes merupakan bentuk penghargaan dari pemerintah kepada tenaga kesehatan yang menangani Covid-19.

“Pemerintah memberikan insentif dan santunan kematian yang diatur dalam Kepmenkes 278/2020 tanggal 27 April 2020 yang merupakan hak bagi tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19 pada fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah", tandas Ipi.

"Sebelumnya, pada Maret hingga akhir Juni 2020 melalui kajian cepat terkait penanganan Covid-19 khususnya di bidang kesehatan, KPK menemukan sejumlah permasalahan terkait pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan berdasarkan analisis terhadap Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/MNENKES/278/2020", tandasnya pula. *(Ys/HB)*