Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Ketua Dewan Pers Indonesia Hence Mandagi menolak keras permintaan kuasa hukum Edi Mulyadi, Herman Kadir untuk menyelesaikan kasus ujaran kebencian menggunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahin 1999 tentang Pers.
Peristiwa hukum yang terjadi dan menyebabkan Edi Mulyadi dilaporkan ke polisi, menurut Mandagi, bukan karena masalah pemberitaan pers yang dipersoalkan pelapor.
Namun, lebih karena pernyataan Edi tentang Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai macan yang jadi mengeong dan mengenai wilayah Kaltim sebagai tempat 'jin buang anak' sehingga menjadi aneh apabila ibu kota negara dipindahkan ke wilayah tersebut.
Edi juga mengatakan, bahwa segmentasi orang-orang di Kaltim adalah 'kuntilanak' hingga 'genderuwo'.
Kata Mandagi, persoalan yang menjadi delik pers apabila media membuat berita tentang sebuah peristiwa atau keterangan nara sumber, lalu pemberitaannya merugikan pihak yang terkait dalam berita tersebut.
"Persoalan Edi itu bukan sengketa pers sebagaimana diatur dalam UU Pers. Melainkan gugatan pidana pelanggaran UU ITE yang dilaporkan oleh orang yang merasa dirugikan", terang Mandagi yang juga Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia melalui siaran pers ke redaksi, Sabtu (29/01/2022).

Gusti Suryadarma, Ketum PWMI.
Kuasa hukum Edi, menurutnya, jangan menjadikan UU Pers sebagai tameng untuk melindungi perbuatan Edi yang tidak ada kaitan dengan kegiatan jurnalistik.
Bahwa, ada informasi Edi diundang di kegiatan itu sebagai wartawan senior dan menjadi nara sumber. Menurut Mandagi, itu adalah hal yang sudah jelas tidak terkait pemberitaan atau kegiatan jurnalistik yang dijalankan Edi.
"Kecuali di (Edi) diundang meliput dan membuat berita seperti itu. Nah, kejadiannya dia sebagai nara sumber yang berbicara sebagai kapasitas pribadi bukan sebagai wartawan peliput", jelas Mandagi.
Dijelaskannya pula, perlindungan bagi wartawan menurut UU Pers berlaku jika terkait dengan peliputan dan pemberitaan yang dilalukan wartawan melalui proses mencari dan menulis berita, kemudian memublikasikannya.
"Peindungan terhadap Edi jika karena Edi salah menulis berita dan dikenakan pasal kewajiban koreksi dan hak jawab", jelasnya pula.
Sebagai sesama wartawan, Mandagi menyarankan, penyelesaian perkara Edi ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
"Edi punya hak untuk menyampaikan kritik dan pendapat yang dijamin UU dan Hak Azasi Manusia. Namun jika pendapat dan kebebasan menyampaikan pendapat merugikan dan menyinggung banyak orang, sebaiknya minta maaf ke publik", kata Mandagi menyarankan.
Pada kesempatan terpisah, Wartawan Senior asal Kalimantan, Gusti Suryadarma juga menolak jika kuasa hukum Edi Mulyadi menjadikan UU Pers sebagai tameng hukum untuk melindungi kliennya dari jerat hukum UU ITE tentang ujaran kebencian.
Gusti Suryadarma yang juga menjabat Ketua Umum Persatuan Wartawan Media Mingguan ini menolak permintaan penyelesaian kasus Edi menggunakan UU Pers.
"Ini namanya ngawur. Edi itu narasumber (saat berbicara) bukan (pihak) yang menyebarkan. Jangan bawa-bawa Pers lah...!", pinta Gusti.
Sebagai informasi, kasus Edy Mulyadi ini mencuat setelah cuplikan video berisi pernyataannya yang mempermasalahkan pemindahan Ibu klKota Negara dari Jakarta ke Kalimantan beredar luas di media sosial. *(HM/HB)*