Selasa, 05 Juli 2022

KPK Periksa 2 Saksi Terkait Perkara TPPU Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy

Baca Juga


Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy dan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa mengenakan rompi khas Tahanan KPK warna oranye tengah menuruni tangga dari lantai 2, saat diarahkan petugas keluar dari gedung Merah Putih KPK untuk menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta dan Rutan KPK pada Kaveling C1, Jum'at (13/05/2022) malam, usai konferensi pers.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (04/07/2022) kemarin telah memeriksa 2 (dua) Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Richard Louhenapessy (RL) selaku Wali Kota Ambon.

Tim Penyidik KPK melakukan pemeriksaan, untuk mendalami pengetahuan kedua Saksi itu tentang aset-aset milik Richard Louhenapessy yang diduga terkait dengan perkara dugaan TPPU yang disangkakan. Pemeriksan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan

"Keduanya didalami pengetahuannya terkait aset-aset milik tersangka RL dalam rangka pembuktian unsur pasal TPPU," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Selasa (5/7/2022).

Kedua Saksi tersebut dari unsur swasta, yakni Philygrein Miron Calvert dan Leberina Louisa Evelien. Keduanya juga dikonfirmasi oleh Tim Penyidik KPK soal uang-uang yang diduga diterima oleh Tersangka.

"Dikonfirmasi juga mengenai jumlah uang yang diduga diterima tersangka RL selaku Wali Kota Ambon", jelas Ali Fikri.

Sementara itu, dalam agenda pemeriksaan pada Senin (04/07/2022) kemarin, ada 1 (satu) Saksi yang mangkir dari panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK. Adapun Saksi yang tidak memenuhi panggilan pemeriksaan tersebut adalah Fahri Anwar S. Tim Penyidik KPK akan segera menjadwal ulang pemeriksaan Fahri Anwar.

"Saksi Fahri Anwar S tidak hadir tanpa konfirmasi. Akan dijadwal ulang dan KPK ingatkan agar saksi koperatif hadir memenuhi panggilan KPK", tegas Ali Fikri.

Sebagaimana diketahui, KPK kembali menetapkan Richard Louhenapessy selaku Wali Kota Ambon sebagai Tersangka. Kali ini, KPK menetapkan Richard Louhenapessy selaku Wali Kota Ambon sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Penetapan Richard Louhenapessy selaku Wali Kota Ambon senagai Tersangka Tersangka perkara dugaan TPPU tersebut berdasakan pengembangan perkara dugaan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan penerimaan gratifikasi terkait persetujuan ijin prinsip pembangunan cabang retail minimarket Alfamidi di Kota Ambon tahun 2020 yang sebelumnya telah menjeratnya.

"Selama proses penyidikan dugaan perkara awal tersangka RL (Richard Louhenapess), Tim Penyidik KPK kemudian mendapati adanya dugaan tindak pidana lain yang diduga dilakukan saat yang bersangkutan masih aktif menjabat Wali Kota Ambon berupa TPPU", terang Ali Fikri kepada wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Senin (04/07/2022).

Ali menjelaskan, Richard Louhenapessy selaku Wali Kota Ambon sengaja menyembunyikan asal usul kepemilikan harta bendanya dengan menggunakan identitas pihak lain.

"Di antaranya kesengajaan menyembunyikan maupun menyamarkan asal usul kepemilikan harta benda dengan menggunakan identitas pihak-pihak tertentu", jelas Ali Fikri.

Ditegaskan Ali Firi, bahwa Tim Penyidik KPK saat ini terus mengumpulkan berbagai alat bukti terkait pokok perkara dan mengonfirmasinya dengan memanggil saksi-saksi terkait.

"Pengumpulan alat bukti saat ini terus dilakukan dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi", tegasnya.

Ali memastikan, KPK akan terus menginformasikan perkembangan perkara ini kepada masyarakat. Ia berharap, masyarakat yang memiliki informasi mengenai aset terkait perkara ini dapat menyampaikan ke penyidik maupun call center di 198.

"Perkembangan penanganan dari perkara ini akan kami selalu kami sampaikan pada masyarakat. Kami mengharapkan dukungan masyarakat dimana jika memiliki informasi maupun data terkait aset yang terkait perkara ini untuk dapat menyampaikan pada tim penyidik maupun melalui layanan call center 198", ujarnya, penuh harap.

Sebelumnya, pada Jum'at (13/05/2022) malam, KPK secara resmi mengumumkan penetapkan Richard Louhenapessy selaku Wali Kota Ambon dan 2 (dua) orang lainnya sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan penerimaan gratifikasi terkait persetujuan ijin prinsip pembangunan cabang retail minimarket tahun 2020 di Kota Ambon.

Adapun 2 (dua) Tersangka lain tersebut, yakni Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan Amri (AR) seorang karyawan minimarket di Kota Ambon.

"Kita akan menyampaikan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji yang terkait persetujuan ijin, prinsip pembangunan usaha ritel di Kota Ambon tahun 2020 dan tentu juga tidak terlepas dari tindak korupsi gratifikasi dan suap", ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at (13/05/2022) malam.

Lebih lanjut, Firli Bahuri menerangkan, bahwa status perkara dugaan TPK suap dan penerimaan gratifikasi terkait persetujuan ijin prinsip pembangunan cabang retail minimarket tahun 2020 di Kota Ambont tersebut naik dari penyelidikan ke tahap penyidikan sejak awal April 2022.

"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan Tersangka. KPK telah menetapkan ada 3 (tiga) tersangka. Antara lain RL (Richard Louhenapessy) Wali Kota Ambon periode 2011–2016 dan periode 2017–2022", terang Firli Bahuri.

"Di samping itu, ada juga tersangka AEH, staf tata usaha pada Pemkot Ambon dan tersangka ketiga adalah AR swasta Karyawan AM di Kota Ambon", lanjutnya.

Konstruksi perkara yang disampaikan KPK menyebutkan, bahwa dalam kurun tahun 2020, Richard Louhenapessy yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2011–2016 dan periode 2017–2022, memiliki kewenangan di antaranya terkait pemberian persetujuan ijin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

KPK menduga, dalam proses pengurusan ijin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon, Amri diduga aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar perijinan yang diajukan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Menindak-lanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kepala Dinas (Kadis) PUPR Pemkot Ambon supaya segera memroses dan menerbitkan berbagai permohonan ijin yang diajukan Amri. Di antaranya, Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Yang mana, untuk setiap dokumen perijinan yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard Louhenapessy selaku Wali Kota Ambon meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp. 25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew orang kepercayaan Richard.

"Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan Ijin Prinsip Pembangunan untuk 20 (dua puluh) gerai usaha retail, AR (Amri) diduga kembali memberikan uang kepada RL (Richard Louhenapessy) sekitar sejumlah Rp. 500.000.000,– (lima ratus juta rupiah) yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH (Andrew Erin Hehanussa)", beber Firli Bahuri.

"RL diduga pula juga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik", tandasnya.

Dalam perkara dugaan TPK suap dan penerimaan gratifikasi terkait persetujuan ijin prinsip pembangunan cabang retail minimarket Alfamidi di Kota Ambon tahun 2020, KPK menetapkan Amri sebagai Tersangka pemberi. Terhadap Amri, disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan terhadap Richard Louhenapessy selaku Wali Kota Ambon dan Andrew Erin Hehanussa ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima. Keduanya disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT: