Sabtu, 14 Mei 2022

KPK Panggil 8 Saksi Terkait Perkara Wali Kota Ambon

Baca Juga

Wali Kota Ambon Bupati Richard Louhenapessy dan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa mengenakan rompi khas Tahanan KPK warna oranye tengah menuruni tangga dari lantai 2, saat diarahkan petugas keluar dari gedung Merah Putih KPK untuk menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta dan Rutan KPK pada Kaveling C1, Jum'at (13/05/2022) malam, usai konferensi pers.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jum'at (13/05/2022) malam secara resmi telah mengumumkan penetapan 3 (tiga) Tersangka dan langsung melakukan upaya paksa penahanan terhadap 2 (dua) Tersangka  perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan penerimaan gratifikasi terkait persetujuan ijin prinsip pembangunan cabang retail minimarket Alfamidi di Kota Ambon tahun 2020.

Adapun 2 (dua) Tersangka yang langsung ditahan, yakni Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) dan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan Amri (AR). Sementara 1 (satu) Tersangka lainnya, yakni Amri (AR), seorang karyawan minimarket Alfamidi di Kota Ambon, belum ditahan, karena tidak menghadiri panggilan pemeriksaan atau mangkir dan belum diketahui keberadaannya.

Tancap gas, KPK hari ini, Sabtu
14 Mei 2022, mengerahkan Tim Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 8 (delapan) Saksi perkara tersebut untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Richard Louhenapessy (RL) selaku Wali Kota Ambon.

"Hari ini (Sabtu 14 Mei 2022), bertempat di Kantor Mako Brimob Polda Maluku, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan Saksi-saksi untuk tersangka RL (Richard Louhenapessy selaku Wali Kota Ambon) dan kawan-kawan", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/05/2022).

Adapun 8 (delapan) Saksi dalam penyidikan perkara tersebut yang dipanggil Tim Penyidik KPK, ada 8 (delapan) Saksi. Di antaranya, Nandang Wibowo selaku License Manager PT. Midi Utama Indonesia Cabang Ambon, Fahmi Sallatalohy selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon serta mantan Kepala Dinas PUPR Pemkot Ambon Enrico Rudolf Matitaputty.

Berikutnya, Julian Kurniawan selaku Direktur PT. Kristal Kurnia Jaya, Firza Attamimi selaku Kepala Seksie (Kasie) Usaha Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkot Ambon serta 3 (tiga) anggota Pokja UKBJ, masing-maaing yakni Hendra Victor Pesiwarissa, Ivonny Alexandra W. Latuputty dan Johanis Bernhard Pattiradjawane.

"Pemeriksaan bertempat di Mako Brimob Polda Maluku", terang Ali Fikri.

Sementara itu, KPK kembali menghimbau Kepala Perwakilan Regional Alfamidi Kota Ambon Amri supaya kooperatif terhadap proses hukum. KPK pun meminta, supaya Amri segera memenuhi panggilan saat menerima surat panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK.

"Berdasarkan dan sesuai ketentuan dan peraturan perundangan, KPK memerintahkan kepada saudara AR (Amri) untuk segera memenuhi kewajiban untuk hadir di dalam panggilan KPK", ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Sabtu (14/05/2022).

Firli mengingatkan kepada semua pihak agar tidak mencoba menyembunyikan keberadaan Amri. Firli  pun mengingatkan ancaman pidana dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

"Dan tentu juga kami himbau jangan pernah ada pihak yang menyembunyikan keberadaan AR, karena sesungguhnya menghambat, menghalangi proses penyidikan juga termasuk tindak pindana korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi", tandas Firli Bahuri.

Adapun Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi menyebukan, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap Tersangka dan Terdakwa ataupun para Saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,– (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,– (enam ratus juta rupiah)".

Sementara itu pula, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan yang digelar pada Jum'at (13/05/2022) malam, Ketua KPK Firli Bahuri menyebut, bahwa khusus untuk penerbitan persetujuan Ijin Prinsip Pembangunan untuk 20 (dua puluh) gerai usaha retail, AR (Amri) diduga kembali memberikan uang kepada RL (Richard Louhenapessy) selaku Wali Kota ambon sekitar sejumlah Rp. 500.000.000,– (lima ratus juta rupiah).

Konstruksi perkara yang disampaikan KPK dalam konferensi pers tersebut menyebutkan, bahwa dalam kurun tahun 2020, Richard Louhenapessy yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2011–2016 dan periode 2017–2022, memiliki kewenangan di antaranya terkait pemberian persetujuan ijin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

KPK menduga, dalam proses pengurusan ijin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon, Amri diduga aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar perijinan yang diajukan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Menindak-lanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kepala Dinas (Kadis) PUPR Pemkot Ambon supaya segera memroses dan menerbitkan berbagai permohonan ijin yang diajukan Amri. Di antaranya, Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Yang mana, untuk setiap dokumen perijinan yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard Louhenapessy selaku Wali Kota Ambon meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp. 25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew orang kepercayaan Richard.

"Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan Ijin Prinsip Pembangunan untuk 20 (dua puluh) gerai usaha retail, AR (Amri) diduga kembali memberikan uang kepada RL (Richard Louhenapessy) sekitar sejumlah Rp. 500.000.000,– (lima ratus juta rupiah) yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH (Andrew Erin Hehanussa)", beber Firli Bahuri.

"RL diduga pula juga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik", tandasnya.

Atas perbuatannya, Amri ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun Richard Louhenapessy dan Andrew Erin Hehanussa ditetapkan sebagai Tersangka penerima, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT: