Jumat, 23 Februari 2024

Marak Isu Kekerasan Antar Pelajar Di Sekolah, Pemkot Mojokerto Perkuat Peran TPPK

Baca Juga


Pj. Wali Kota Mojokerto Moh. Ali Kuncoro saat berakrab-ria dan melempar beberapa quiz di tengah siswa SD TNH Kota Mojokerto.


Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto terus berupaya mencegah terjadinya kasus kekerasan di dunia Pendidikan. Terlebih, belakangan ini marak terjadi kekerasan yang terjadi di  peserta didik, baik antar peseta didik atau pada diri sendiri (self-harm).

"Di Sosmed (Red: sosial media) dan media mainstream, sedang viral kejadian perundungan disertai kekerasan yang terjadi di Jakarta dan beberapa kota lain", ujar Penjabat (Pj.) Wali Kota Mojokerto Moh Ali Kuncoro, Jum'at (23/02/2024).

"Hal ini harus menjadi kewaspadaan bagi kita untuk meningkatkan program-program pencegahan dan penanganan di satuan pendidikan khususnya, supaya kejadian yang sama tidak terjadi di Kota Mojokerto", tandasnya.

Untuk itu, Pemkot Mojokerto melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) setempat melaksanakan ketentuan sebagaimana Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023.

Pelaksanaan peraturan tersebut dilaksanakan dengan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan yang terdiri dari unsur Guru, Tenaga Kependidikan, Komite Sekolah dan unsur lain dalam wadah Satuan Pendidikan.

Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ruby Hartoyo menjelaskan, TPPK memiliki fungsi di antaranya menyampaikan usulan program pencegahan Kekerasan kepada kepala satuan pendidikan.

Kemudian, memberikan masukan mengenai fasilitas yang aman dan nyaman, melaksanakan sosialisasi kebijakan dan program terkait pencegahan dan penanganan kekerasan bersama dengan satuan pendidikan.

“Termasuk menerima dan menindak-lanjuti laporan dugaan kekerasan, menyampaikan pemberitahuan kepada orang tua/ wali dari peserta didik yang terlibat, memberikan rekomendasi sanksi", jelas Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ruby Hartoyo.

"Memfasilitasi pendampingan oleh ahli yang dibutuhkan korban, pelapor, dan saksi, serta melaporkan pelaksanaan tugas ke Kepala Dinas Pendidikan melalui kepala satuan pendidikan", lanjutnya.

Ruby menegaskan, bahwa TPPK dibentuk untuk memastikan adanya respon cepat penanganan jika terjadi kekerasan di Satuan Pendidikan. Dalam pembentukannya, Disdikbud memiliki wewenang melakukan intervensi terhadap penunjukan Anggota TPPK.

Ditegaskan Rubi pula, bahwa harus dipastikan Calon Anggota Tim tidak pernah terbukti melakukan kekerasan, tidak pernah terbukti dijatuhi hukuman pidana dan tidak pernah atau tidak sedang menjalani hukuman disiplin pegawai tingkat sedang atau berat. 

“Kami (-Disdikbud) juga mengarahkan agar pihak yang masuk dalam tim adalah sosok yang memiliki kapasitas yang sesuai, berempati tinggi, berkarakter positif, persuasive, ramah dan memiliki komitmen kuat dalam pendidikan karakter peserta didik", tegasnya.

Sosok yang juga menjabat sebagai Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdakot Mojokerto ini menandaskan, bahwa dalam upaya meningkatkan kapasitas TPPK, Disdikbud Pemkot Mojokerto telah memberikan pembekalan pada akhir tahun 2023.

Sementara pembekalan selanjutnya akan dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2024 dengan mengundang narasumber psikolog serta akan dirumuskan  SOP pencegahan dan penanganan kekerasan satuan pendidikan dan  Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

Adapun Untuk menunjang tugas TPPK dan melaksanakan pengawasan terhadap kinerja, Disdikbud juga menyiapkan aplikasi AISITERU. Melalui aplikasi ini, dinas dapat memantau sejauh mana mengoptimalkan sumber daya dalam program ini dan memastikan penanganan kasus dapat berjalan secara cepat dan berkualitas.

“Selain penguatan peran TPPK, kami juga mendampingi Guru Bimbingan Konseling dalam menyusun program layanan tahun 2024, dengan harapan program dan layanan Guru Bimbingan Konseling (BK) dapat bersinergi secara efektif dengan peran TPPK di satuan Pendidikan", tandas Ruby Hartoyo.

Disdikbud juga mengintervensi satuan pendidikan, khususnya jenjang SMP untuk mengalokasikan anggaran untuk program kegiatan TPPK dan program Guru BK yang melibatkan wali murid dan narasumber ahli, termasuk mengarahkan sekolah menganggarkan sesi konseling psikolog.

“untuk kasus yang membutuhkan penanganan lebih lanjut, sebelumnya masih kurang optimal, karena harus menunggu bantuan tenaga dari Puskesmas atau biaya mandiri dari wali murid. Ini juga kadang terkendala antarian. Dengan adanya penganggaran ini, diharapkan bisa ditangani lebih cepat dan tepat", jelas Rubi.

Melalui optimalisasi peran Guru BK dan dukungan anggaran satuan pendidikan terhadap program kegiatan BK dan TPPK, satuan pendidikan diharapkan dapat secara efektif mencegah dan menangani terjadinya kasus kekerasan. Dengan harapan,, dapat  terwujud lingkungan satuan pendidikan yang nyaman dan mendukung proses belajar siswa. *(SRT/HB)*