Minggu, 28 Februari 2016

Padepokan Among Budoyo "Bodong", Dinsos Kab. Mojokerto Disemprit Mensos RI

Baca Juga


Menteri Sosial Republik Indonesia, Khofifah Indar Parawansa.


Kab. MOJOKERTO - (harianbuana.com).
   Tidak terdaftarnya Padepokan Among Budoyo, yang tak lain adalah sebuah tempat rehabilitasi gangguan jiwa dan korban narkotika yang berada di Desa Sentonorejo Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, sangat disesalkan oleh Menteri Sosial RI, Khofifah Indar Parawansa. Dalam kunjungannya kepadepokan milik Sri Wulung Jeliteng, Minggu (28/02/2016), Mensos menegur Hariyono, Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kab. Mojokerto.
   “Padepokan ini belum masuk IPWL (red. Institusi Penerima Wajib Lapor). Saya tekankan kepada Dinsos Kabupaten Mojokerto supaya didaftarkan sebagai LKS (red. Lembaga Kesejahteraan Sosial), sebab ini menjadi hak dasar setiap warga Negara untuk memperoleh fasilitas pengobatan yang ada dalam Kartu Indonesia Sehat (KIS). Bagaimana mereka bisa memperoleh pengobatan jika tidak mempunyai persyaratan seperti NIK (red. Nomer Induk Kependudukan) dan KTP (red. Kartu Tanda Penduduk)...!?", tegur Mensos, seraya penuh heran.
   Meski dalam lontaran tegurnya serasa ada rasa kekesalan, namun dalam menyampaikan solusi, Mensos Khofifah mengungkapkannya dengan nada permintaan yang serasa menyejukkan. Mensos meminta, agar Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil pro aktif. “Dispenduk harus pro aktif mendata mereka. Untuk itu, kita sudah berkoordinasi dengan Kemendagri", ungkapnya.
   Mensos meminta, agar Dispendukcapil mendatangi mereka yang tidak punya NIK dan Dispendukcapil pun diminta harus mendatangi setiap LKS. “Kalau ada gangguan gelandangan, pengemis atau gangguan psikotik seperti disini maka Dukcapil saya harus pro-aktif meminta finger printnya. Kalau sudah ada finger print, maka mereka sudah boleh punya NIK. Dengan demikian, program perlindungan sosial bisa di-akses. Seperti Akte Kelahiran, sekarang tanpa melalui pengadilan, cukup pimpinan LKS. Supaya hak dasar anak di miliki", pinta Mensos Khofifah Indar Parawansa.
   Menurut Mensos, di Indonesia, masyarakat ber-akte hanya ada dikisaran 63% saja. Sedangkan yang menjadi target Pemerintah fokus pada pencegahan, penindakan dan pemberantasan. "Di Indonesia yang punya akte hanya 63 % saja. Tugas kita adalah fokus pada rehabilitasi. Untuk itu, kita mengajak peran serta masyarakat", tambahnya.
   Mensos pun membeberkan, bahwa pada saat ini ada 57 ribu warga Bangsa ini yang mengalami ganguan psikotik dan dipasung. Kiat Pemerintah Pusat, Provinsi, Pemkab maupun Pemkot sudah mengagendakan Indonesia Bebas Pasung 2017. "Artinya, kita punya kesempatan untuk menjalankan program ini. Bagaimana kita bisa bebas pasung", beber Khofifah Indar Parawansa, Mensos RI.
   Ditegaskannya, bahwa format rehab yang harus dilakukan adalah  Paket Tanpa Rantai. "Artinya, format ini kita tularkan sehingga yang lainnya mendapatkan harkat dan martabat kemanusiaan. Saat ini, dengan adanya Kartu Indonesia Sehat (KIS) harusnya sudah tidak ada alasan untuk pemasungan. Bagi mereka yang mengalami gangguan psikotik, obat-obatnya sudah disiapkan oleh kader-kader Posyandu melalui KIS. Keluarganya hanya tinggal memberikan obatnya saja", tegas Mesos RI.
   Terkait budaya pasung yang masih sering dilakukan oleh sebagian masyarakat, Mensos RI menandaskan, dengan alasan apapun, agar masyarakat  menghentikan budaya pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa. "Saya mendorong, agar masyarakat menghindari pasung. Masyarakat yang mengalami gangguan psikotik silahkan menghubungi Kepala Desa, supaya segera didaftarkan untuk mendapat KIS. Saya akan turun sendiri untuk kroscek, supaya terinformasikan kepada masyarakat", tandas Mensos RI, Khofifah Indar Parawansa.
   Ditemui usai kunjungan Mensos tersebut, Kadinsos Kabupaten Mojokerto, Hariyono mengatakan, bahwa pihaknya segera akan mengurus administrasi LKS padepokan ini. “Akan segera kami urus untuk kelengkapannya", katanya singkat.
   Sementara itu ketua Padepokan Among Budoyo, Sri Wulung Jeliteng mengungkapkan, bahwa pihaknya kerapkali was-was terhadap resiko kematian pasiennya. Sebab, ia bisa diperkarakan melalui jalur hukum soal ini. “Kami meminta adanya jaminan hukum dari Ibu Mensos terhadap resiko kematian pasien", pintanya.
   Padahal, kata Sri Wulung Jaliteng, selama ini pihaknya hanya berusaha menampung pasien dan berusaha menyembuhkannya. Namun demikian, resiko itu tetap ada sementara dirinya tidak pernah meminta imbalan apapun dari pihak luar untuk kebutuhan sehari-hari. “Bahkan kami tidak pernah meminta bantuan apapun, termasuk ke Pemerintah melalui proposal. Sedangkan disisi lain, kami juga harus berkekurangan untuk mencukupi kebutuhan harian", pungkasnya.  *(DI/Redaksi)*