Rabu, 02 Maret 2016

Setelah Menetapkan Adanya Tersangka, Polres Mojokerto Keluarkan SP3 Kasus Dugaan Korupsi Proyek JUT Senilai Rp. 10 Miliar

Baca Juga

Kapolres Mojokerto AKBP Budhi Herdi Susianto.

Kab. MOJOKERTO - (harianbuana.com).

   Akhirnya, dengan mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas kasus dugaan adanya tindak pidana korupsi (Tipikor) pada pelaksanaan proyek pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) Kabupaten Mojokerto tahun 2011 senilai Rp 10 miliar, maka sejak dikeluarkannya surat itu pula Polres Mojokerto telah menghentikan penyidikan terhadap kasus tersebut.

   Konon, dasar dikeluarkannya SP3 pada penyidikan kasus tersebut, adalah dari hasil penyidikan dan keterangan saksi ahli serta hasil audit BPKP yang menyatakan tidak ditemukan adanya unsur kerugian Negara. "BPKP menyatakan tidak ada kerugian negara, maka kami mengeluarkan SP3 untuk kasus dugaan korupsi Jalan Usaha Tani tahun 2011", ungkap Kapolres Mojokerto, AKBP Budhi Herdi Susianto, Rabu (02/03/2016).

   Sebagaimana diketahui, bahwa proyek JUT tahun 2011 sumber dananya berasal dari APBD Provinsi Jawa Timur yang disalurkan melalui Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto. Yang mana, kala itu Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto menerima kucuran dana proyek pembangunan JUT sebesar Rp. 10 miliar. Dana tersebut dipecah dalam 100 paket proyek untuk 100 Desa, sehingga nilainya dibawah Rp100 juta setelah dikurangi pajak.

   Aturan saat itu, untuk proyek yang nilainya dibawah Rp100 juta bisa melalui mekanisme penunjukan langsung (PL) atau tanpa lelang. Hal ini, sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Al-hasil, dibagi-bagilah proyek teraebut sebagaimana dengan situasi dan kondisi yang ada dilapangan.

   Namun demikian, ditahun 2011-2012 yang lalu, bisa saja dianggap ada suatu delik permasalahan dan mungkin pula mengandung kasus, diselidikilah kandungan kasus dimaksud semasa Kapolres Mojokerto dijabat AKBP Eko Puji Nugroho. Dan, penyelidikannya pun berakhir dengan serba tidak-jelas arah maupun jluntrungnya. 

   Hingga tahun 2015 lalu, informasi dilapangan menyebutkan, bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirim surat ke Polres Mojokerto, yang intinya menanyakan perkembangan penyelidikan kasus tersebut. “Kasus ini pernah diselidiki tahun 2011-2012 dan Komisi Pemberantasan Korupsi menanyakan perkembangannya, sehingga kami jalan lagi untuk menguak ketidak-beresan program yang ada", ungkap Kapolres Mojokerto AKBP Budhi Herdi Susianto, Rabu (13/05/2015) silam.
   Mendapat surat itu, Polres Mojokerto pun mulai membuka lagi kasus tersebut dari penyelidikan sampai penyidikan. Bahkan, Polres Mojokerto pun sudah menetapkan adanya satu tersangka pejabat Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto. "Kami sudah memeriksa 24 saksi dan meminta keterangan tujuh ahli", katanya, saat itu.
   Ironisnya, setelah menetapkan adanya seorang tersangka dalam kasus ini, justru dihentikan melalui dikeluarnya SP3. Sementara dalam proses penyidikan, unit Pidana Korupsi (Pidkor) Sat Reskrim Polres Mojokerto telah memintai keterangan dari sejumlah saksi ahli.
   Tak tanggung-tanggung pula saksi-ahlinya, diantaranya saksi ahli pidana dari Universitas Brawijaya dan dari Universitas Airlangga, saksi ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), saksi ahli teknik dari ITS, dan saksi ahli dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
   "Namun ahli dari BPKP menyatakan, bahwa tidak ada kerugian negara. Bahkan dari ahli teknik ada yang mengatakan bahwa pelaksanaan pekerjaan (proyek) itu justru ada yang melebihi target atau RAB (Rencana Anggaran Biaya) yang sudah disusun", tandas mantan penyidik KPK ini.
   Menurut pihak Polres Mojokerto, bahwa pada awalnya penyidik Kepolisian menduga ada masalah dalam proyek tersebut. Hanya saja, konon katanya, setelah dilakukan pemeriksaan oleh ahlinya terhadap 100 proyek itu, tidak ditemukan kerugian Negara. "Namun setelah semua dari 100 kegiatan proyek diperiksa ahli ternyata tidak ditemukan kerugian negara," ujarnya.
   Meski demikian, pihak Polres Mojokerto menyatakan, bahwa pihaknya juga melaporkan terkait terbitya SP3 kasus tersebut  ke Kejaksaan Negeri Mojokerto dan KPK. Dan, dinyatakannya juga, bahwa akan membuka kembali kasus tersebut jika ditemukan adanya bukti baru yang dapat menguatkan dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam kasus ini. "Kalau ada novum baru, kami akan selidiki lagi", katanya.
   Ketika disinggung tentang adanya komitmen fee sebesar 17,5 persen yang diberikan oleh pelaksana proyek kepada oknum pejabat, hal itu dianggap sebagai pengurang laba dari kontraktor pelaksana saja. "Soal komitmen fee, menurut keterangan ahli itu jadi tanggung jawab kontraktor sendiri. Yang penting, pekerjaan itu sudah sesuai RAB dan komitmen fee itu dianggap sebagai pengurang dari laba atau keuntungan kontraktor itu sendiri", pungkas mantan Kapolres Kediri Kota ini.  *(DI/Red)*