Rabu, 20 April 2016

Kunker Ke Jerman, Persiden RI Joko Widodo Juga Bersilaturahim Dengan WNI

Baca Juga


Presiden RI Joko Widodo saat menyalami dan berbincang dengan hadirin ketika memasuki ruang pertemuan

Kota Mojokerto — Jerman - (harianbuana.com).   
   Memenuhi undangan beberapa Kepala Negara dan Pemerintahan saat bertemu dalam pertemuan G-20 yang lalu, dalam kunjungan kerjanya kekawasan Eropa kali ini, diantara 4 Negara yang menjadi tujuan lawatannya, yakni Jerman (2 hari), Inggris (2 hari), Begia (1 hari) dan Belanda (1 hari), Jerman menjadi Negara pertama yang dituju oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo.
   Presiden tiba di Berlin pada hari Minggu-malam (17/04/2016) waktu Berlin. Baru pada keesokan harinya, Senin (18/042016) Presiden melaksanakan beberapa agenda kegiatan. Diantaranya mengadakan pertemuan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel di istana Bellvue, Forum Bisnis di Hotel Adlon, kunjungan ke Siemensstadt dan yang terakhir pertemuan silaturahim dengan WNI yang ada di Jerman bertempat di Aula KBRI Berlin.
   Secara kebetulan, kontributor juga merupakan pengurus PPI Leipzig yang mendapat undangan untuk menghadiri pertemuan ini, meskipun cukup rumit jalan yang dilalui untuk mendapatkan undangan ini. Entah mengapa, KBRI Berlin tidak menyiarkan secara terbuka agenda ini, sehingga banyak masyarakat Indinesia di Jerman yang ingin hadir hanya bisa melihat dari kejauhan karena tak kebagian undangan.
   Presiden Jokowi sendiri tiba di KBRI Berlin sekira pukul 16:10 waktu setempat. Begitu tiba diruangan, Presiden langsung menyapa dan menyalami para hadirin dijajaran depan dan di pinggir jalan sambil berbincang dengan beberapa orang. Ini merupakan pemandangan yang luar biasa, pun banyak hadirin terharu bahkan dan tak kuasa menahan air mata dapat bertemu dengan Presiden RI ke-7 ini.
   Setelahnya, Presiden langsung mengambil tempat duduk didepan ditemani jajarannya. Tampak duduk bersebelahan dengan Presiden, diantaranya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Ekonomi Darmin Nasution juga Menteri Perdagangan Thomas Lembong. Hanya saja, yang bertindak sebagai moderator adalah Duta Besar Berkuasa Penuh Republik Indonesia (DBBP-RI) untuk Jerman Fauzi Bowo.

Presiden RI Joko Widodo saat menyampaikan pidato sambutannya.

   Mengawali sambutan, Presiden Jokowi bercerita, bahwa saat dalam perjalanan di mobil, DBBP-RI mengingatkan pada dirinya agar tidak membayangkan keadaan gedung KBRI besar dan serba mewah. "Pak Presiden, jangan dibayangkan KBRI kita ini besar dan mewah Pak. Bentuknya seperti ruko Pak", tutur Presiden Jokowi pada hadirin, seraya menirukan peringatan DBBP-RI Fauzi Bowo saat dalam perjalanan dimobil. Sontak, gelak-tawa pun membahana diruang pertemuan.
   Sejatinya, KBRI sudah mempunyai lahan seluas 3000 m2. Hanya saja, lahan ini tak kunjung dibangun juga. Presiden berjanji akan menyiapkan dana setibanya di tanah air nanti, yang kira-kira nilainya sebesar Rp.400 milyar.
   Menurut Presiden, uang sejumlah itu tidaklah banyak, ini karena menyangkut harga diri bangsa Indonesia. Apalagi, untuk penempatan KBRI di negara sebesar Jerman. "400 milyar rupiah bukanlah jumlah yang banyak, karena menyangkut harga-diri bangsa Indonesia. Apalagi untuk penempatan KBRI di Negara sebesar Jerman", ungkap Presiden.
   Presiden Jokowi menambahkan, dengan jumlah penduduk sekitar 252 juta jiwa yang mendiami 17 ribu pulau, Indonesia adalah Negara yang besar. Maka, jika selama ini kita selalu merasa rendah diri dan berkecil-hati saat berhadapan dengan bangsa lain, hal ini membuat Presiden merasa sedih. "Jika selama ini kita selalu merasa rendah-diri dan berkecil-hati saat berhadapan dengan dengan bangsa, maka hal inilah yang membuat saya merasa sedih", tambahnya.
   Ditandaskannya, bahwa Indonesia adalah Negara besar, maka tidak kita boleh merasa rendah-diri dan berkecil-hati saat berhadapan dengan bangsa lain. "Kita ini adalah Negara besar...! Kita harus merasa bangga atas hal itu...! Kitapun tidak boleh merasa rendah diri dan tidak boleh merasa berkecil hati dihadapan bangsa lain", tandas Presiden RI Joko Widodo.
   Lebih jauh, Presiden Jokowi memaparkan tentang pengalamannya tatkala dirinya dahulu masih penjadi pengusaha meubel.. Yang mana, ketika mengikuti pameran di Köln dan Frankfurt, stand Indonesia selalu teeletak dibelakang, di pojokan, bahkan tak jarang pula menempati posisi didekat toilet. Kondisi yang sedemikian Ini, tidak dikehendaki lagi oleh beliau semenjak menjadi Presiden.
   "Dengan tegas saya katakan, tidak usah keluar jika tidak dalam posisi yang didepan dan besar...! Karena ini menyangkut national branding, persepsi dan image kita", tegas Presiden RI Joko Widodo, yang disambut tepuk tangan riuh dan gemuruhnya semangat seisi ruangan.
   Saat itu, Presiden tidak banyak bercerita terkait hasil pertemuan pada pagi hari dengan Kanselir dan para pelaku usaha. Namun, Presiden sempat sedikit menyinggung tentang beliau telah mengundang Jerman untuk berinvestasi di Indonesia, karena sekarang kondisi perekonomian Indonesia sangat baik dan stabil.
   Diungkapkannya pula, bahwa jika selama ini dalam pengurusan izin di Indonesia yang terlalu banyak proses dan memakan waktu lama sekali, bahkan bisa bertahun-tahun, sekarang ini telah dilakukan penyederhanaan proses dan waktunya pun relatif singkat. Menurut Presiden, telah banyak sekali dilakukan langkah-langkah penekanan dalam memperbaiki birokrasi dan pelayanan di Indonesia.
   "Contohnya saja, masalah dwelling time. Tidak mungkin Indonesia bisa bersaing dengan Singapura dan Malaysia jika dwelling time kita lama. Namun, syukurnya waktu dwelling time kita saat ini sudah turun jauh dari awalnya 7 hari menjadi 3.5 hari. Target kita, 2 hari selesai. Proyek sarana dan prasarana juga menjadi prioritas Pemerintah, dengan sistem pembangunan dari pinggir. Contohnya seperti pelabuhan di Daerah-daerah, jalan Tol, pembangkir listrik, dll...", ungkap Presiden.
   Presiden pun menekankan, bahwa peningkatan SDM Indonesia sangatlah penting. Terlebih, menghadapi era persaingan bebas sekarang ini. Oleh karenanya, RI dan Jerman bersepakat bekerjasama dalam rangka Peningkatan Pendidikan Vokasi di Indonesia (SMA+, D1-D3). Yang mana, pihak Jerman sebagai mentornya.
   Lebih jauh lagi, Presiden menyatakan, bahwa beliau sangat terkesan dengan pelatihan yang diberikan di Siemens selama kunjungannya ke Siemensstadt. Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi MEA, Free Trade EU yang ditargetkan 2 tahun lagi serta TPP Amerika setelahnya.
   Menurut Presiden Jokowi, era tersebut tidak dapat dihindari lagi dan kitapun tidak dapat lagi mengatakan tidak bersedia ikut. Karena, justru hal ini akan merugikan diri sendiri. Dicontohkannya, jika kita menjual barang ke Negara lain, kita akan dikenakan pajak yang sangat besar jika tidak ikut kerjasama tersebut. "Contohnya, jika kita menjual barang ke Negara lain, kita akan dikenakan pajak yang sangat besar jika tidak ikut kerjasama tersebut", jelas Presiden Jokowi.
   Kisaran 30 menit, Presiden menyampaikan pidato sambutannya yang berakhir hingga pukul 16:40 waktu setempat. Selanjut, diberikan waktu untuk melakukan audience dengan Presiden. Namun, karena waktu yang diberikan sangat terbatas, yang mana Presiden harus segera ke Bandara, maka hanya 2 pertanyaan yang dapat diberikan.
   Pertanyaan pertama menyangkut pengembangan potensi Danau Toba dan moratorium kelapa sawit. Untuk pertanyaan ini, sudah jelas bahwa Danau Toba adalah masuk dalam program prioritas pengembangan pariwisata RI dan moratorium tentang sawit harus dilakukan, karena saat ini kita sudah punya 11 ribu hektar lahan sawit. Yang mana, Pemerintah tidak ingin mengeluarkan izin konsesi lagi. Selain kerena masalah lingkungan, juga karena Indonesia tidak boleh bertumpu hanya pada satu komoditas. Karena jika demikian, jikalau terjadi resesi, harga sawit misalnya, maka akan membawa dampak ke perekonomian nasional.
   Pertanyaan kedua, tentang Politeknik Marine yang membutuhkan kucuran bantuan dari Pemerintah berupa sarana dan prasarana. Presiden Jokowi pun menanggapinya dengan mengatakan bahwa akan langsung memprosesnya setiba di Jakarta. "Tentang ini, kita akan langsung memprosesnya setiba di Jakarta. Karena, ini menyangkut concern penyiapan SDM dan sesuai dengan visi-misi Pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia", jawab Presiden", jawab Presiden.
   Sayangnya, sesi tanya-jawab secara langsung dengan Presiden RI Joko Widodo di KBRI Berlin terkesan telah dipersiapkan siapa-siapa yang akan ditampilkan untuk bertanya. Moderator terkesan pilih-pilih hanya sekedar untuk mengamankan pertanyaan saja.
   Saat sounding, jurnalis yang juga perwakilan PPI mengetahui, bahwa banyak pertanyaan bersifat membangun Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta akan disampaikan oleh peserta, terutama dari perwakilan PPI. Sayangnya, meski berusaha keras, PPI tidak bisa mendapatkan kesempatan itu. "Kita berikan kesempatan pada yang tua saja, silahkan Pak A yang pertama, silahkan Ibu B yang di depan saja biar gampang", kata moderator serasa mengamankan pertanyaan.
   Mengapa bisa demikian....??? Seolah Pak Dubes sudah mengenal siapa yang akan bertanya. Hal ini tampak bertambah buruknya, ketika sambutan beliau menyebutkan beberapa orang yang dianggap berprestasi oleh beliau. Padahal, banyak peneliti dan WNI di Jerman yang jauh lebih berprestasi dari nama-nama yang disebutkannya.
   Berdasarkan rapat terbatas, sebagaimana fungsi utama dari PPI itu sendiri, pada akhirnya PPI Leipzig menyampaikan rekomendasi dan saran berkaitan dengan masalah pendidikan. Yang mana, meski dengan bersusah-payah untuk melobi, pada akhirnya proposal rekomendasi dan saran mengenai pendidikan dimaksud telah dapat berhasil diberikan secara langsung kepada Menteri Perdagangan Thomas Lembong.
   Hal ini dikarenakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang tidak termasuk dalam line up kunjungan kerja Presiden kali ini. Sementara Mendikbud sendiri berada di Jerman sekitar semingguan yang lalu dan telah meninggalkan Jerman tepat sebelum kunjungan Presiden kali ini. Namun demikian, jurnalis yang juga perwakilan PPI Leipzig tetap optimis, bahwa menyangkut urgensi rekomendasi dan saran mengenai pendidikan yang disampaikan melaui Menteri Perdagangan Thomas Lembong, akan ditindak-lanjuti dan diteruskan kepada Mendikbud.
   Catatan jurnalis yang juga perwakilan PPI Leipzig, sistem undangan di KBRI Jerman tidak seperti pada lazimnya dan informasinya tidak terbuka. Sementara issue yang dihembuskan, bahwa undangan kali ini diseleksi demi pengamanan jalannya acara. Sejujurnya, banyak sekali animo WNI yang tersebar diseluruh Jerman ingin hadir untuk menyampaikan salam hormat dan sekedar bersalaman dengan Presiden RI Joko Widodo. Namun, karena tertutupnya akses informasi di KBRI, merekapun tidak bisa mendapatkan undangan.
   Kondisi yang sedemikian ini, jauh berbeda dengan di KBRI Inggris yang justru melakukan open invitation hingga 400 orang peserta. Di KBRI Inggris, siapa saja bagi 400 pendaftar pertama berhak untuk mengikuti pertemuan silaturahim dengan Presiden RI Joko Widodo beserta jajarannya tanpa memandang latar belakang dan golongan. Sehingga, ini menjadi catatan khusus bagi PPI Leipzig di Jerman.

Suasana foto bersama Presiden RI Joko Widodo dengan WNI di Jerman

   Catatan lain jurnalis Harian Buana yang sekaligus perwakilan PPI Leipzig Jerman, bahwa pertemuan silaturahim Presiden RI Joko Widodo dengan WNI di Jerman diakhiri dengan sesi foto bersama Presiden RI Joko Widodo dan jajarannya. Animo WNI yang hadir pun cukup tak-terkendali sekedar berebut selfie dengan Presiden dan jajarannya yang menjadi salah satu ikon kebanggaannya.
Salam NKRI*(TCKris/DI/Red)*