Selasa, 18 September 2018

Sidang Ke-11 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, Dituntut Pidana 4 Tahun Penjara PH Menilai JPU KPK Tidak Adil

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang ke-11 atas perkara dugaan Tipikor suap pembahasan APBD Kota Mojokerto, saat JPU KPK Iskandar Marwanto membacakan Surat Tuntutan terhadap terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus, Selasa 18 September 2018.

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-11 (sepuluh) terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017 yang di gelar hari ini, Selasa 18 September 2018, di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur, di pimpin oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Dede Suryaman.

Sidang yang beragendakan 'Pembacaan Tuntutan' ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Iskandar Marwanto, Budi Nugraha, Muhammad Riduwan, Tito Jaelani, Tri Anggoro Mukti dan Arin Karniasari menghadirkan terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus dengan didampingi Tim Penasehat Hukum dari Kantor Advokat "MAHFUD & REKAN" jalan Babatan Pilang XI/I (Blok E1/1) Surabaya - 60227 yang beranggotan Mahfud, SH., Iko Kurniawan, SH., MHum. dan Mazza Muhandi, SH., MH.

Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman, Tim JPU KPK yang hadir dalam sidang kali ini yakni Iskandar Marwanto, Arin Karniasari dan Tri Anggoro Mukti mengawali masuk ke materi tuntutannya dengan menyebutkan tugas dari Penuntut Umum sebagaimana di atur dalam Pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP.

"Sesuai dengan ketentuan Pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP yang berbunyi, 'setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana'. Namun, sebelum pada tuntutan pidana, dalam kesempatan ini perlu kami sampaikan, bahwa selaku Penuntut Umum, kami menyadari saat ini pemerintah dan masyarakat serta dunia internasioal menaruh perhatian yang besar dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, karena secara langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yang pada saat yang sama merugikan hak-hak ekonomi dan sosial rakyat. Intensitas korupsi juga dinilai mengancam nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan berkelanjutan dan penegakan hukum", sebut JPU KPK Iskandar Marwanto, Selasa (18/09/2018).


Salah-satu suasana sidang ke-11 atas perkara dugaan Tipikor suap pembahasan APBD Kota Mojokerto, saat JPU KPK Tri Anggoro Mukti membacakan Surat Tuntutan terhadap terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus, Selasa 18 September 2018.

Bahwa, lanjut JPU KPK Iskandar Marwanto, penanganan tindak pidana korupsi selama ini lebih marak dan lebih dipahami pada tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU RI Nomor 20 Tahun 2001, namun seiring dengan berjalannya era reformasi khususnya reformasi di bidang hukum dimana masyarakat telah ikut terlibat aktif dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, maka pemberantasan tindak pidana korupsi telah memasuki dinamika baru yaitu menindak perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dalam bentuk lain yakni suap menyuap.

"Suap menyuap merupakan cikal bakal korupsi, baik dalam arti tindak pidana memperkaya/menguntungkan diri sendiri maupun orang lain atau suatu korporasi ataupun dalam arti lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai strata dan level sosial, birokrasi maupun kelembagaan negara dan swasta, korupsi dan suap seolah menjadi sesuatu yang wajar sebagai justifikasi atas perbuatan yang ilegal. Delik suap dikenal baik suap aktif (actieve omkooping) maupun suap pasif (pasive omkooping), yabg sejak sejarah pemberantasan korupsi telah merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana, yang mana akhir-akhir ini semakin gencar dilakukan penindakan oleh KPK dan Aparat Penegak Hukum lainnya dengan istilah Tim Saber Pungli, namun nampaknya perbuatan suap menyuap baik di pihak Eksekutif, Legislatif, Penegak Hukum maupun pihak swasta masih belum tereliminasi dengan maksimal", lanjutnya.

Bahwa, tambah JPU KPK Iskandar Marwanto, posisi Wakil Rakyat selaku Legislatif adalah sangat sentral dan berperan baik sebagai 'mitra' maupun sebagai pengontrol atau pengawas jalannya pembangunan yang dilakukan Pemerintah, namun kadang-kala ada oknum-oknum Wakil Rakyat yang memanfaatkan kekuasaannya tersebut untuk kepentingan pribadinya semata dengan cara menonjolkan kewenangannya dalam dalam melaksankan fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan terhadap kinerja Eksekutif, yang dilakukan dengan cara meminta uang kepada Eksekutif yang apabila belum dipenuhi maka pembahasan anggaran maupun pembahasan lainnya terkait kinerja Eksektif menjadi alot, tidak obyeltif dan terkesan mengada-ada.

"Seperti halnya saat ini kita diperlihatkan Kota Mojokerto yang tenang damai ternyata telah dinodai oleh perbuatan oknum-oknum Eksekutif yang berkolaborasi dan bersepakat memenuhi permintaan oknum-oknum Wakil Rakyat di Legislatif dengan cara menyuap hanya untuk kepentingan pribadi yang 'dibungkus' kepentingan memperjuangkan program yang pro rakyat", tambahnya.

Lebih lanjut, mengawali pembacaan Surat Tuntutan terhadap terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus, Tim JPU KPK menerangkan, bahwa pebuatan Terdakwa bersama-sama dengan Wiwiet Febryanto yang telah menyuap oknum anggota DPRD Kota Mojokerto telah memcederai hati masyarakat Kota Mojokerto (khususnya) yang mengharapkan pembangunan tanpa korupsi.

"Perbuatan Terdakwa bersama-sama degan Wiwiet Febryanto telah dibutakan oleh ketakutan akan dipersulit dalam pembahasan kinerja oleh pihak oknum anggota DPRD Kota Mojokerto, sehingga memberikan uang suap kepada oknum anggota DPRD Kota Mojokerto agar fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Kota Mojokerto tidak dikaksanakan dengan sungguh-sungguh, padahal Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, telah memberikan jalan keluar bagi Eksekutif untuk tetap dapat melaksanakan pembangunan manakala terjadi kendala dalam pembahasan APBD", terang JPU KPK Iskandar Marwanto.

Tim JPU KPK menegaskan, bahwa pihaknya sangat menyayangkan terjadinya tindak pidana korupsi yang terjadi di Kota Mojokerto yang justru menjerat Petinggi Pemkot dan oknum anggota DPRD setempat. Pasalnya, jauh sebelum terjadinya Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada pertengahan Juni 2017 silam, KPK telah membekali pihak Pemerintah Kota Mojokerto dan pihak DPRD Kota Mojokerto terkait apa itu yang dikategorikan perbuatan suap maupun gratifikasi. Pihaknya pun berharap, penegakan hukum yang dilakukan KPK, kedepannya dapat menjadikan Kota Mojokerto lebih baik lagi.

"Selain itu, yang sangat disayangkan adalah jauh sebelum adanya Operasi Tangkap Tangan, KPK sudah memberikan pencerahan kepada pihak Pemerintah Kota Mojokerto dan DPRD Kota Mojokerto tentang apa itu suap dan gratifikasi, namun entah mengapa Terdakwa bersama-sama Wiwiet Febryanto tetap melakukan perbuatan suap tersebut. Dengan demikian, tidak ada alasan perbuatan Terdakwa bersama-sama Wiwiet Febryanto yang menyuap oknum Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut dapat dibenarkan. Semoga saja dengan penindakan hukum yang kami lakukan terhadap perkara ini menjadikan Kota Mojokerto lebih baik", tegas JPU KPK Iskandar Marwanto.

Lebih jauh, dalam pembacaan Surat Tuntutan Nomor: 82/TUT.01.06/24/09/2018, Tim JPU KPK memaparkan, bahwa berdasarkan Surat penetapan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupasi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Surabaya, Nomor: 113/Pid.Sus-TPK/2018/PN.SBY Tanggal 19 Juli 2018, Terdakwa dihadapkan ke persidangan ini dengan bentuk Dakwaan Alternatif sebagai berikut:
Pertama :
Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
Atau
Kedua :
Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Dalam pembacakan Surat Tuntutan yang diajukan kapada Majelis Hakim, Tim JPU KPK pun mengungkap sejumlah fakta yang terungkap pada pemeriksaan di persidangan yang disebutkannya secara berturut-turut berupa Surat, Petunjuk, Keterangan Terdakwa, Barang Bukti serta Keterangan Saksi yang dihadirkan di persidangan yang seluruhnya berjumlah 46 (empat puluh enam) orang saksi a charge yang terdiri dari 22 (dua puluh dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto, 3 (tiga) Terpidana mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, Tersangka/Terpidana mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto, 5 (lima) orang saksi dari pihak swasta dan 15 (lima belas) orang saksi dari kalangan Eksekutif (PNS).


Salah-satu suasana sidang ke-11 atas perkara dugaan Tipikor suap pembahasan APBD Kota Mojokerto, saat Tim JPU KPK membacakan Surat Tuntutan setebal 595 halaman terhadap terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus, Selasa 18 September 2018.

Selanjutnya, Tim JPU KPK juga menyampaikan analisa yuridis dengan menilai fakta perbuatan/kejadian yang diuraikan dalam fakta hukum dan menerapkannya dalam unsur-unsur pasal dari tindak pidana yang didakwakannya. Yaitu, tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa disusun dalam bentuk Dakwaan Alternatif, yaitu:
Pertama :
Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
Atau
Kedua :
Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

"Bahwa, dengan berpedoman pada Surat Dakwaan yang disusun secara alternatif tersebut dan sesuai dengan tertib hukum acara pidana (process order), maka dalam membuktikan perbuatan Terdakwa sebagaimana  Surat Dakwaan yang diajukan ke persidangan ini, Penuntut Umum memiliki kewenangan untuk memilih satu diantara kedua Dakwaan Alternatif tersebut untuk dibuktikan", lanjut JPU KPK Iskandar Marwanto.

Ditegaskannya, sesuai dengan fakta perbuatan Terdakwa yang terungkap dari alat bukti yang telah diajukan di persidangan, maka pihaknya berkeyakinan bahwa Dakwaan yang paling tepat untuk dibuktikan adalah Dakwaan Pertama, yaitu melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

"Rumusan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selengkapnya berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya", tegas JPU KPK Iskandar Marwanto.

Lebih jauh lagi, Tim JPU KPK menguraikan panjang lebar tentang landasan hukum terkait rumusan bunyi pasal dan unsur-unsurnya yang dikenakan terhadap Terdakwa. Diantaranya unsur setiap orang, unsur yang memberi atau menjanjikan, unsur kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, hingga unsur dengan maksud supaya Pegawai Negeri atau Peneyelenggara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Dalam Surat Tuntutannya yang dibacakan secara bergantian, Tim JPU KPK menilai, bahwa berdasarkan uraian doktrin dan yurisprudensi tentang pengertian "memberi atau menjanjikan sesuatu" yang telah diuraikannya, dihubungkan dengan fakta yang terungkap dipersidangan, terungkap fakta-fakta perbuatan Terdakwa dalam "memberi atau menjanjikan sesuatu" berdasarkan keterangan saksi-saksi, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa serta barang bukti, sebagai berikut:

Bahwa Terdakwa pada tanggal 25 Nepember 2015 dihubungi oleh Suyitno selaku Wakil Wali Kota Mojokerto yang datang di hotel Royal Trawas Mojokerto, yang menyampaikan keinginan Anggota DPRD Kota Mojokerto meminta tambahan pengamhasilan dari "Tujuh Sumur" dijadikan satu menjadi Rp. 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) per-tahun kepada Terdakwa. Yang pada saat itu disampaikan oleh Suyitno disetujui oleh Terdakwa. Kesepakatan ini kemudian dilaporkan kembali oleh Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono selaku Sekretaris Daerah (Sekda) kepada Terdakwa yang kemudian mengatakan "Ya sudah pak Sekda nanti dicarikan dana-dana taktis".

Bahwa Terdakwa kemudian secara bertahap pada bulan Maret, Juli, Nopember 2016 bertempat di rumah dinas Walikota Mojokerto di jalan Hayam Wuruk Nomor 51 Mojokerto memberikan uang seluruhnya sejumlah Rp. 1.185.000.000,00 (satu milyar seratus delapan puluh lima juta rupiah) kepada Purnomo yang kemudian dibagikan:
a. Pimpinan DPRD Kota Mojokerto yaitu Purmono menerima Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah), Umar Faruq menerima Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), Abdullah Fanani menerima Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
b. Ketua Fraksi dan Anggota Fraksi yaitu Dwi Edwin Endra Praja (Ketua Fraksi Gerindra) dan Anggota sebanya 3 (tiga) orang masing-masing menerima Rp. 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah); Febriana Meldyawati (Ketua Fraksi PDIP) Anggota sebanyak 5 (lima) orang masing-masing menerima Rp. 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah); Yuli Feronica Maskur (Ketua Fraksi PAN) dan Anggota sebanya 3 (tiga) orang masing-masing menerima Rp. 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah); Hardyah Santi (Ketua Fraksi Golkar) dan Anggotanya sebanyak 3 (tiga) orang masing-masing menerima Rp. 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah); Riha Mustofa dan Udji Pramono (Fraksi PDK) dan Anggotanya sebanyak 6 orang masing-masing menerima Rp. 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah); Junaedi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Anggotanya sebanyak 2 (dua) orang masing-masing menerima Rp. 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah)

Bahwa Terdakwa pada Desember 2016 pasa saat acara di gedung Seni Mojopahit Kota Mojokerto mengatakan kepada Purnomo "nanti jatah untuk DPRD saya melalui pak Sekda". Selanjutnya pada malam harinya Purnomo menerima bungkusan berisi uang sejumlah Rp. 270.000.000,00 (dua ratus tujuh puluh juta rupiah) dari Haris Wahyudi sambil mengatakan "Pak ini sudah ada uang dari pak Sekda". Setelah menerima uang tersebut, Purnomo mengambil Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) untuk dirinya sendiri, dan memberikan kepada Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) dan membagikan kepada Anggota Fraksi masing-masing Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) yang diserahkan melalui Ketua Fraksinya yakni Dwi Edwin Endra Praja (Fraksi Gerindra) menerima Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) untuk anggota fraksi sebanyak 3 (tiga) orang, Febriana Meldyawati (Fraksi PDIP) menerima Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) untuk anggota fraksi sebanyak 5 (lima) orang, Yuli Veronica Maschur (Fraksi PAN) menerima Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) untuk anggota fraksi sebanyak 3 (tiga) orang, Hadyah Santi (Fraksi Golkar) menerima Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) untuk anggota fraksi sebanyak 3 (tiga) orang, Riha Mustofa dan Udji Pramono (Fraksi PDK) menerima Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk anggota fraksi sebanyak 6 (enam) orang, Junaedi Malik (Fraksi PKB) menerima Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) untuk anggota fraksi sebanyak 2 (dua) orang.

• Terdakwa selain mengetahui adanya permintaan tambahan penghasilan dari Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya permintaan dari Anggota DPRD Kota Mojokerto terkait fee dari kegiatan Jasman (Jaring Aspirasi Masyarakat) dari Anggara di Dinas Pekejaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) pada program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dengan nama kegiatan Penataan Lingkungan Pemukiman Penduduk Pedesaan (Penling) Tahun 2016 senilai Rp. 21.950.000.000,00 (dua puluh satu milyar sembilan ratus lima puluh juta rupiah).

• Terdakwa mengetahui dan menyetujui Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang telah benerapa kali memberikan komitmen fee dari kegiatan Jasmas tersebut kepada Anggota DPRD Kota Mojokerto melalui Purnomo sejak bulan April  2016 sampai dengan September 2016 dengan rincian sebagai berikut:
a. Uang sejumlah Rp. 135.000.000,00 (seratus tiga puluh lima juta rupiah) yang diberikan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto pada bulan April 2016 di kantor PUPR Kota Mojokerto melalui Haris Wahyudi selaku Ajudan Purnomo yang kemudian diserahkan kepada Purnomo untuk dibagikan kepada Pimpinan dan masing-masing Anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
b. Uang sejumlah Rp. 155.000.000,00 (seratus lima puluh lima juta rupiah) yang diberikan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD pada bulan Agustus 2016 di kantor DPRD Kota Mojokerto melalui Haris Wahyudi yang kemudian diserahkan kepada Purnomo untuk dibagikan kepada Pimpinan dan masing-masing Anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
c. Uang sejumah Rp. 123.000.000,00 (seratus dua puluh tiga juta rupiah) yang diberikan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto pada bulan September 2016 di depan ruangan kerja Kepala Dinas PUPR Kota Mojokerto melalui Haris Wahyudi, yang kemudian diserahkan kepada Purnomo untuk dibagikan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
d. Uang sejumlah Rp. 160.000.000,00 (seratus enam puluh juta rupiah) yang diberikan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto pada bulan Desember 2016 di ruang kerja Purnomo, yang kemudian oleh Purnomo dibagikan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).


Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus saat menjabat tangan JPU KPK Iskandar Marwanto, Selasa 18 September 2018, usai persidangan.

Lebih dalam, Tim JPU KPK membeberkan kronologi pertemuan terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto bersama Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas PUPR Pemkot Mojokerto dengan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto yang dalam hal ini Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq terkait pemberian uang dan atau janji-janji berkaitan dalam jabatannya, yakni:

• Terdakwa dan Wiwiet Febryanto pada hari Selasa tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota Mojokerto bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq yang bermaksud menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sejumlah Rp. 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) per-tahun maupun komitmen fee dari kegiatan Jasmas Tahun 2017. Setelah pertemuan tersebut, Terdakwa memanggil Wiwiet Febryanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas dan Triwulan serta meminta Wiwiet Febryanto untuk membicarakan hal tersebut dengan Pimpinan DPRD.

• Menindak-lanjuti arahan Terdakwa tersebut, keesokan harinya Wiwiet Febryanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per-triwulan serta uang komitmen fee kegiatan Jasmas. Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febryanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk 2 (dua) triwulan pertama yakni Rp. 790.000.000,00 (tujuh ratus sembilan puluh juta rupiah) dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmem fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Wiwiet Febryanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV Bintang Persada dan Dody Setiyawan selaku Direktur Operasional PT Akrindo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan Dinas  PUPR yang akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan TA 2017. Wiwiet Febryanto kemudian pada dini hari tanggal 10 Juni 2017 bertempat di parkiran KFC jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dody Setiyawan sejumlah Rp. 380.000.000,00 (tiga ratus delapan puluh juta rupiah). Wiwiet Febryanto kemudian sekitar pukul 10.00 WIB bertempat di parkiran restoran Mc. Donald jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo menyerahkan uang sejumlah Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee dan mengatakan bahwa sisanya Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) akan diberikan oleh Wiwet Febryanto pada pertengahan bulan Juni 2017.

Setelah menerima uang sejumlah Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dari Wiwiet Febryanto, kemudian Purnomo membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 (dua puluh dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD sejumlah Rp. 12.500.000,00 (dua belas juta lima ratus ribu rupiah) serta Purnomo selaku Ketua DPRD sejumlah Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), yang dilakukan dengan cara yaitu:
a. Pada tanggal 10 Juni 2017 sekitar pukul 12.00 WIB di Alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang sejumlah Rp. 57.000.000,00 (lima puluh tujuh juta rupiah) kepada Umar Faruq. Selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada  Gunawan sejumlah Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) untuk dibagikan kepada 6 (enam) orang Anggota Fraksi Gabungan masing-masing sejumlah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) yakni Deny Novianto (Partai Demokrat), Udji Pramono (Partai Demokrat), M. Cholid Virdaus Wajdi (Partai Keadilan Sejahtera (PKS)), Odiek Prayitno (Partai Keadilan Sejahtera (PKS)), Riha Mustafa (Partai Persatuan Pembangunan (PPP)) dan M. Gunawan (Partai Persatuan Pembangunan (PPP)). Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yakni Yuli Veronica Maschur, Suyono, Aris Satriyo Budi bahwa masing-masing mendapat bagian uang sejumlah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah), yang disepakati untuk membeli Parcel.
b. Purnomo sekitar pukul 17.30 WIB bertempat di rumah Abdullah Fanani di jalan Surodinawan Kota Mojokerto, memberikan uang sejumlah Rp. 37.500.000,00 (tiga puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) kepada Abdullah Fanani. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang tersebut kepada Junaedi Malik (Ketua Fraksi Partai Kebagkitan Bangsa (PKB)) sejumlah Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sebagai uang milik Junaedi Malik dan Choiroiyaroh. Selain itu, Abdullah Fanani juga menyerahkan sejumlah Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) kepada Sonny Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golongan Karya (Golkar)) sebagai uang bagian milik Sonny Basuki Rahardjo, Hardyah Santi dan Anang Wahyudi.
c. Sedangkan sisanya oleh Purnomo dibagikan kepada 5 (lima) orang Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) masing-masing sejumlah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) yakni V. Darwanto, Yunus Suprayitno, Febriana Meldyawati, Suliyat dan Gusti Patmawati. Selain itu, Purnomo juga mnyerahkan uang sejumlah Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) kepada Dwi Edwin Endra Praja (Ketua Fraksi Gerindra) sebagai uang bagian milik Dwi Edwin Endra Praja, Mochamad Harun dan Ita Primaria Lestari.

• Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, pada tanggal 16 Juni 2017 sekira pukul 21.00 WIB bertempat di depan gang Suratan I jalan Mojopahit Kota Mojokerto menerima penyerahan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dari Agung Harianto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyono alias Ipang dan Dody Setiyawan. Selanjutnya Wiwiet Febranto meminta Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan uang sejumlah Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) kepada Umar Faruq melalui Hanif Mashudi. Kemudian Taufik Fajar alis Kaji bertempat di depan gang Suratan I jalan Mojopahit Kota Mojokerto menyerahkan bungkusan plastik berisi uang sejumlah Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) kepada Hanif Mashudi.

Wiwiet Febryanto dan Umar Faruq malam hari sekira pukul 21.00 WIB menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran PENS yang sekaligus tindak-lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi bahwa telah menerima uang sejumlah Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.

• Umar Faruq kemudian mendatangi kantor Hanif Mashudi di jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya. Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlahb uang yang dibawa Hanif Mashudi yaitu sejumlah Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Setelah itu, Umar Faruq pergi menuju Rumah PAN di jalan Kyai Haji Mas Mansyur nomor 13 Kota Mojokerto.

Wiwiet Febryanto sekira pukul 23.00 WIB setelah selesai RDP menemui Purnomo di ruang kerjanya menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan telah diserahkan melalui Umar Faruq, sedangkan sisanya akan direalisasikan dikemudian hari.

Purnomo pada dini-hari setelah pelaksanaan RDP menemui Umar Faruq di Rumah PAN. Tidak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif Mashudi supaya datang ke Rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febryanto sejumlah Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) yang disimpan dalam dalam tas ransel warna hitam merk ECCE yang selanjutnya Hanif Mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo dan Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut.

"Fakta-fakta yang terungkap dipersidangan tersebut didukung oleh alat bukti berupa keterangan saksi Purnomo, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Haris Wahyudi, Suliyat, Dody Setiyawan, Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang, Taufiq Fajar alian Kaji dan keterangan Terdakwa serta barang bukti berupa 1 (satu) flasdisk dengan merk SanDisk, tipe dual USB drive 3.0, kapasitas 32 GB bertuliskan  'CCTV Mc. Donald Geluran Sidoarjo yang didadalmnya tersimpan file-file CCTV (BB No. 52)", tandas JPU KPK Tri Anggoro Mukti dalam persidangan.

Selain bukti-bukti tersebut, Tim JPU KPK juga menyebutkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan tersebut didukung oleh alat bukti berupa:
- 1 (satu) buah flashdisk warna merah hitam merk Sandisk Cruser Blade ukuran 8 GB (BB No.53);
- 1 (satu) Digital Video Recorder merk DVS, model: DS-9816HDT-I, SN: 628612474 yang didalamnya terdapat hard disk dengan merk: Seagate, model: ST2000VX008, SN: Z520Q8FY, kapasitas 2 TB beserta kabel adaptor (BB No. 54);
- 1 (satu) buah hand-phone merk Nokia warna hitam dengan sim-card dengan nomor Ponsel 08113400300 dengan kode 059X4Q3 IMEI-1: 3551140717799563, IMEI-2: 355114071799571 (BB No. 55);
- 1 (satu) buah hand-phone merk Infinix warna gold dengan hard-cofer warna merah beserta sim-card dengan nomor Ponsel 081332246772 (IMEI: 354656070095584) (BB No. 56);
- 1 (satu) buah hand-phone merk Iphone 6 dengan warna body bagian belakang silver dengan IMEI: 35 836106221887 4 dan ICCID: 8962100490320300663 (BB No. 65);
- 1 (satu) buah hand-phone Nokia tipe RH-19, model: 3100, dengan IMEI: 358648/01/535771/2 beserta sim-card Telkomsel dengan kode: 0525000001470215 warna putih biru (BB No. 58);
- 1 (satu) buah hand-phone Alcatel _ 7049D, dengan nomor IMEI-1: 358092061491473, IMEI-2: 358092061491481 S/N ZE168BFBGA315911 beserta sim-card 1 Kode: 62014000516821798-U provider Indosat Oredo, sim-card 2 kartu IM3, Micro SD merk Toshiba 8 GB dengan softcase berwarna hitam (BB No. 59);
- 1 (satu) buah hand-phone Sony Z3 berwarna coklat, nomor model: 06653, IMEI: 355098069916430, S/N: CB5A26WZR3 beserta micro SD Sandisk Ultra 8 GB, sim-card Telkomsel nomor HP 081338000054 beserta hard case warna transparan (BB No. 60);
- 1 (satu) buah hand-phone Xiao Mi Redmi warna hitam dengan nomor S/N pada sistem F328CED9 dan nomor S/N pada body hand-phonne 1097/400/47195 (BB No. 61);
- 1 (satu) buah Ponsel merk Xioa Mi Redmi Note 4 berwarna putih dengan nomor IMEI-1: 863263032355125 dan IMEI-2: 863263032355133, S/N: 8H8H4TKNHMQGHQVK (BB No. 62);
- 1 (satu) buah Ponsel merk Samsung Galaxi Grand 2 berwarna hitam SM - G710 dengan nomor IMEI: 352415063731602, S/N: RF1F7IEIEYR berisi SIM Card Telkomsel bernomor telepon 081252763020 (BB No.63);
- 1 (satu) buah hand-phone Nokia model RM-1172, kode: 059X4Q3, IMEI-1: 355114070461942, IMEI-2: 355114070461959 beserta Sim Card Mentari, kode: 89620130000024937692(530) warna abu-abu hitam, nomor HP: 085853042828 (BB No. 64);
- 1 (satu) buah hand-phone Samsung Galaxy J5 (2016), nomor model: SM-J510FN, S/N: RR8J10MSL6Z (BB No. 65);
- 1 (satu) buah hand-phone Samsung model: GT - E1272, S/N: RR1J2003BUH, IMEI-1: 356381/08/07329310, IMEI-2: 356382/08/073293/8 beserta simcard provider Telkomsel berwarna putih (BB No. 66);
- 1 (satu) unit hand-phone Samsung Galaxy S7 Edge, nomor model: SM-G935FD (BB No. 67);
- 1 (satu) hand-phone Nokia (Microsoft Mobil) model: RM-1136, kode: 059X5MO (BB No. 68);
- 1 (satu) buah kardus bertuliskan SIDU yang berisikan (BB No. 69);
- 1 (satu) buah kantong plastik yang berisi uang pecahan Rp. 50.000,00-an sebanyak 6 (enam) bundel yang masing-bundel berisi 100 (seratus) lembar dengan total keseluruhan sejumlah Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) (BB No. 69.1);
- 1 (satu) buah tas ransel berwarna hitam yang bertuliskan "ECCE 27" dengan dua buah garis berwarna merah yang berisikan (BB No. 70);
- 1 (satu) buah tas kresek berwarna putih yang masing-masingnya berisi amplop kertas berwarna coklat bertuliskan bank BCA diikat dengan karet yang berisi 15 (lima belas) bundel uang pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)-an dengan nilai Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), atau total Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) (BB No. 70.1);
- Tas ransel berwarna abu-abu dengan corak batik putih dan merah dengan resleting yang bertuliskan SPORT dan berisikan sebuah kantung kresek putih bertuliskan INDOMART berikut isinya (BB No. 71).

Tak hanya itu, dalam Surat Tuntutan yang dibaca secara bergantian itu, Tim JPU KPK pun menyebutkan barang bukti pengembalian uang dari Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto, yang terdiri atas 74 (tujuh puluh empat) barang bukti pengembalian uang, yakni BB No. 123 hingga BB No. 195.

Terkait itu, Tim JPU KPK kembali menegaskan, bahwa dari rangkaian fakta-fakta yang terungkap di persidangan tersebut dihubungkan dengan beberapa sumber hukum, baik berupa pendapat ahli  (doktrin) dan yurisprudensi tentang pengertian "memberi atau menjanjikan sesuatu" sebagaimana tersebut diatas, maka diperoleh fakta hukum (yuridis) yang membuktikan adanya perbuatan Terdakwa "memberi atau menjanjikan sesuatu", yaitu:
1. Bahwa benar Terdakwa pada pertengahan Nopember 2015 telah mengetahui adanya permintaan dari Pimpinan dan Anggota DPRD terkait pembahasan dan pengesahan APBD 2016.
2. Terdakwa mendapat penegasan adanya permintaan uang dari Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto terkait pengesahan APBD Kota Mojokerto TA 2016, setelah pada tanggal 25 Nopember 2015 dihubungi oleh Suyitno selaku Wakil Wali Kota Mojokerto yang datang di hotel Royal Trawas Mojokerto tempat pembahasan APBD 2016 menyampaikan keinginan Anggota DPRD Kota Mojokerto meminta tambahan penghasilan dari "Tujuh Sumur" dijadikan satu menjadi Rp. 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) per-tahun kepada Terdakwa. Yang pada saat itu disampaikan oleh Suyitno dan disetujui oleh Terdakwa.
3. Terdakwa kemudian mengatakan kepada Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono selaku Sekretaris Daerah, "Ya sudah pak Sekda nanti dicarikan dana-dana taktis".

"Fakta demikian menunjukkan adanya Willen en Wetten, yakni pengetahuan dan kehendak pada diri Terdakwa untuk memberikan uang yang diminta oleh Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto, yang didahului oleh janji Terdakwa berupa kesediaan untuk memberikan tambahan penghasilan Rp. 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) per-tahun pada saat disampaikan oleh Suyitno selaku Wakil Wali Kota Mojokerto", tegas JPU KPK Tri Anggoro Mukti.

Tim JPU KPK mengungkapkan, kesediaan Terdakwa memberikan uang tambahan penghasilan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut kemudian direalisasikan secara bertahap pada bulan Maret, Juli, Nopember dan Desember 2016 bertempat di rumah dinas Wali Kota Mojokerto jalan Hayam Wuruk nomer 51 Kota Mojokerto. Terdakwa memberikan uang tersebut kepada Pimpinan maupun Anggota DPRD Kota Mojokerto melalui Purnomo hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp. 1.455.000.000,00 (satu milyar empat ratus lima puluh lima juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut:
a. Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yakni:
    - Purnomo menerima uang sejumlah Rp. 95.000.000,00 (sembilan lima juta rupiah).
    - Umar Faruq menerima uang sejumlah Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
    - Abdullah Fanani menerima uang sejumlah Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
b. Ketua Fraksi dan Anggota Fraksi, yaitu:
    - Fraksi Gerindra, yakni Dwi Edwin Endra Praja, Mochamad Harun dan Ita Primaria Lestari masing-masing menerima uang sejumlah Rp. 55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah);
    - Fraksi PDI-P yakni Febriana Meldyawati, Suliyat, V. Darwanto, Yunus Suprayitno, Gusti Patmawati masing-masing menerima uang sejumah Rp. 55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah);
    - Fraksi PAN yakni Yuli Veronica Maschur, Suyono dan Aris Satriyo Budi masing-masing menerima uang sejumlah Rp. 55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah).
    - Fraksi Golkar yakni Hadyah Santi, Sonny Basuki Rahardjo, Anang Wahyudi masing-masing menerima uang sejumlah Rp. 55.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
    - Fraksi Gabungan (PPP, PKS, Demokrat) yakni Riha Mustofa, M. Gunawan, M. Cholid Virdaus Wajdi, Odiek Prayitno, Udji Pramono dan Deny Novianto masing-masing menerima uang sejumlah Rp. 55.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
    - Fraksi PKB yakni Junaedi Malik, Choiroiyaroh masing-masing menerima uang sejumlah Rp. 55.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

"Terdakwa selain memberikan uang tambahan penghasilan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto untuk tahun 2016 juga megetahui adanya pemberian uang fee dari kegiatan Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat) dari Anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Dinas PUPR) pada program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dengan nama kegiatan Penataan Lingkungan (Penlling) tahun 2016 yang diberikan oleh Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR)", ungkap JPU KPK Tri Anggoro Mukti.

Diungkapkannya juga, terdakwa mengetahui bahwa Wiwiet Febryanto merealisasikan pemberian fee Jasmas sejak bulan April 2016 sampai dengan Desember 2016 dengan rincian sebagai berikut:
a. Pimpinan dan Anggota DPRD pada bulan April 2016 melalui Purnomo masing-masing Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
b. Pimpinan dan Anggota DPRD pada bulan Agustus 2016 melalui Purnomo masing-masing Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
c. Pimpinan dan Anggota DPRD pada bulan September 2016 melalui Purnomo masing-masing Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
d. Pimpinan dan Anggota DPRD pada bulan Desember 2016 melalui Purnomo masing-masing Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).

"Bahwa Terdakwa di persidangan menyangkal mengetahui Wiwiet Febryanto memberikan uang fee Jasmas tahun 2016 dengan alasan bahwa terkait pemberian uang yang berasal dari Dinas merupakan tanggung-jawab masing-masing Kepala Dinas. Penyangkalan Terdakwa tersebut patut diabaikan karena bertentangan dengan keterngan saksi Wiwiet Febryanto dan saksi Purnomo yang diberikan dibawah sumpah, yang menerangkan bahwa pemberian fee Jasmas khususnya telah diberikan setiap tahun sejakbTerdakwa menjabat sebagai Wali Kota Mojokerto", ungkap JPU KPK Tri Anggoro Mukti pula, dalam persidangan.

Terkait pembahasan R-APBD TA 2017, lanjut Tim JPU KPK, pada bulan Desember 2016 ada kesepakatan antara terdakwa  Mas'ud Yunus  selaku Wali Kota Mojokerto beserta Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas PUPR Pememrintah Kota Mojokerto dengan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto yaitu Purnomo selaku Ketua, Abdullah Fanani dan Umar Faruq masing-masing sebagai Wakil Ketua terkait dengan:
1. Adanya uang sebagai tambahan penghasilan diluar penghasilan tetap kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto sejumlah Rp. 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) untuk masing-masing Anggota DPRD Kota Mojokerto pada tahun 2017.
2. Adanya kesepakatan komitmen fee 8% (delapan persen) dari program Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat) tahun 2017 sejumlah Rp. 26.000.000.000,00 (dua puluh enam milyar rupiah).

Ditandaskannya pula, bahwa sebagai realisasi kesepakatan antara Tedakwa dan Wiwiet Febryanto dengan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto yaitu Purnomo selaku Ketua, Abdullah Fanani dan Umar Faruq masing-masing sebagai Wakil Ketua, direalisasikan oleh Wiwiet Febryanto dengan memberikan sesuatu berupa:
1. Uang sejumlah Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) yang diberikan oleh Wiwiet Febryanto kepada Purnomo pada tanggal 10 Juni 2017 sekitar pukul 10.00 WIB bertempat di parkiran restoran Mc. Donald jalan Sepanjang Gekuran Sidoarjo.
2. Uang sejumlah Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) yang diberikan oleh Wiwiet Febryanto kepada Umar Faruq melalui Hanif Mashudi pada tanggal 16 Juni 2017 sekitar pukul 23.00 WIB bertempat di Rumah PAN di jalan Kyai Haji Mas Mansyur nomor 13 Kota Mojokerto.

"Bahwa uang sejumlah Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) yang diberikan oleh Wiwiet Fwbryanto kepada Purnomo selanjutnya dibagi-bagikan masing-masing sejumlah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) kepada 22 (dua puluh dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto yakni Choiroiyaroh, Febriana Meldyawati, M. Cholid Virdaus Wajdi, Hardyah Santi, Mochamad Harun, Deny Novianto, Yuli Veronica Maschur, M. Gunawan, Odiek Prayitno, Suliyat, V. Darwanto, Sonny Basoeki Rahardjo, Udji Pramono, Junaedi Malik, Yunus Suprayitno, Gusti Patmawati, Anang Wahyudi, Dwi Edwin Endra Praja, Suyono, Riha Mustofa, Aris Satriyo Budi, Ita Primaria Lestari. Sedangkan sejumlah Rp. 12.500.000,00 (dua belas juta lima ratus ribu rupiah) masing-masing diberikan kepada Umar Faruq dan Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD. Sisanya sejumlah  Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) untuk Purnomo selaku Ketua DPRD", lanjut JPU KPK Iskandar Marwanto.

Ditambahkannya, bahwa uang sejumlah Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) yang diberikan kepada Umar Faruq melalui Hanif Mashudi namun belum sempat dibagikan adalah merupakan sisa dari jumlah uang yang disepakati akan diserahkan oleh Wiwiet Febryanto kepada Anggota DPRD melalui Pimpinan DPRD.

"Bahwa beberapa Anggota DPRD mengetahui adanya penyerahan komitmen fee tahap kedua sejumlah Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) tersebut karena sebelumnya Wiwiet Febryanto menginformasikan hal tersebut kepada Purnomo, Umar Faruq, Abdullah Fanani, M. Cholid Virdaus Wajdi dan Dwi Edwin Edwin Endra Praja", tambahnya.

JPU KPK Iskandar Marwanto membeberkan, bahwa Anggota DPRD menghendaki realisasi komitmen fee tersebut sebagai tambahan penghasilan. Hal ini didasarkan atas adanya praktek tahun-tahun sebelumnya serta hasil pertemuan sekitar bulan Desember 2016 di Santika Premier Jakarta yang diikuti oleh Pimpinan dan Ketua-ketua Fraksi, antara lain Purnomo, Abdullah Fanani, Umar Faruq, Yuli Veronica Maschur, Junaedi Malik, Dwi Edwin Endra Praja, Sonny Basoeki Rahardjo, Udji Pramono, Hardyah Santi, M. Cholid Virdaus Wajdi dan Riha Mustofa yang membahas realisasi APBD dan rencana untuk minta tambahan penghasilan kepada Walikota yang dikenal dengan istilah 'Tujuh Sumur' yakni terkait dengan jumlah pembahasan dalam persidangan DPRD dalam satu tahun, antara lain Pembahasan KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara) APBD, Pembahasan R-APBD menjadi APBD, Pembahasan KUA Perubahan APBD, Pembahasan PPA Perubahan  APBD, Pembahasan P-APBD (Perubahan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), Pembahasan Peraturan Daerah lainnya (Perda).

"Rencana tersebut ditindak-lanjuti dengan pertemuan di hotel Mercure Jakarta pada bulan Mei 2017 yang dihadiri oleh Pimpinan dan benerapa Anggota DPRD yaitu Purnomo, Abdullah Fanani, Yuli Veronica, Dwi Edwin Endra Praja, Anang Wahyudi, M. Cholid Virdaus, Suliyat dan V. Darwanto yang membahas rencana realisasi permintaan Anggota DPRD tersebut dan menyepakati Pimpinan yang akan menemui Terdakwa untuk menanyakan realisasi pemberian tersebut", beber JPU KPK Iskandar Marwanto.

Ditegaskannya, bahwa setelah Pimpinan DPRD menyampaikan permintaan tambahan penghasilan tersebut kepada Terdakwa, kemudian pada tanggal 5 Juni 2017, Wiwiet Febryanto dipanggil di ruang kerja Terdakwa dan diberikan arahan oleh Terdakwa agar segera menindak-lanjuti realisasi pemberian  kepada Anggota DPRD.

"Pembicaraan antara Terdakwa dengan Wiwiet Febryanto tersebut direkam oleh Wiwiet Febryanto dengan hand-phone miliknya (BB No. 67). Berdasarkan rekaman tersebut dapat dapat diketahui secara nyata bahwa Terdakwa mengetahui dan menghendaki direalisasikannya pemberian tambahan penghasilan berupa uang triwulan sebesar Rp. 390 — 395 juta per-triwulan dan komitmen fee program Jasmas kepada Anggota DPRD untuk tahun 2017. Selain itu, di dalam pembicaraan tersebut Terdakwa menyerahkan teknis pelaksanaan pemberian uang triwulan dan fee program Jasmas kepada Wiwiet Febryanto", tegas JPU KPK Iskandar Marwanto.

Demikian dan seterusnya..., Tim JPU KPK yang kali ini hadir yakni Iskandar Marwanto, Arin Karniasari dan Tri Anggoro Mukti secara bergantian membacakan Surat Tuntutan terhadap Terdakwa setebal 595 halaman itu dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman, hingga sampai pada pembacaan Surat Tuntutan pada poin KESIMPULAN yang ditegaskan oleh JPU KPK Iskandar Marwanto, bahwa terdakwa Mas'ud Yunus dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

"Berdasarkan uraian-uraian yang kami kemukakan dalam analisa yuridis di atas, maka kami selaku Penuntut Umum berkesimpulan: Terdakwa Mas'ud Yunus telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan 'Tindak Pidana Korupsi Secara Bersama-sama dan Berlanjut' sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemerantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jumcto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana sebagaimana Dakwaan PERTAMA", tegas JPU KPK Iskandar Marwanto.

Selanjutnya, lanjut JPU KPK Iskandar Marwanto, sampailah pihaknya pada poin penyampaian tuntutan pidana terhadap Terdakwa. Namun, sebelum dibacakannya tuntutan pidana, Tim JPU KPK  mengemukakan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa yang menjadi pertimbangan Tim JPU KPK dalam mengajukan tuntutan pidana terhadap Terdakwa ke hadapan Majelis Hakim.

"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan Terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat-giatnya meakukan upaya pemberantasan korupsi. Sedangkan hal-hal yang meringankan, Terdakwa menyesali perbuatannya, Terdakwa berterus-terang mengenai perbuatan yang dilakukannya, Terdakwa belum pernah dihukum dan Terdakwa berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan", lanjut JPU KPK Iskandar Marwanto.

Tim JPU KPK menandaskan, bahwa berdasarkan uraian pada Surat Tuntutan yang di ajukannya dan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan perkara ini, Tim JPU KPK meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan terdakwa Mas'ud Yunus terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi Secara Bersama-sama dan Berlanjut.

"Penuntut Umum dalam perkara ini menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Mas'ud Yunus terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan 'Tindak Pidana Korupsi Secara Bersama-sama dan Berlanjut' sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 (1) KUH Pidana", tegas JPU KPK Iskandar Marwanto dipenghujung pembacaan Surat Tuntutan terhadap terdakwa Mas'ud Yunus, dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman.

Atas dakwaan pelanggaran pasal yang didakwakan terhadap terdakwa Mas'ud Yunus, Tim JPU KPK menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mas'ud Yunus berupa Pidana Penjara selama 4 (empat) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya Terdakwa tetap ditahan dan Pidana Denda sebesar Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsider 3 (tiga) bulan kurungan.

Selain itu, Tim JPU KPK juga meminta Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman menjatuhkan Pidana Tambahan terhadap terdakwa Mas'ud Yunus berupa Pencabutan Hak Untuk Dipilih Dalam Jabatan Publik selama 4 (empat) tahun sejak Terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.


Mahfud, Penasehat Hukum Terdakwa saat memberi keterangan pers kepada sejumlah wartawan, Selasa 18 September 2018, usai persidangan.

Sementara itu, Mahfud, Penasihat Hukum Mas’ud Yunus menilai, bahwa tuntutan yang diajukan JPU KPK terhadap Terdakwa dirasa tidak adil. Ia pun menilai, Dakwaan dan isi Tuntutan JPU KPK terhadap kliennya tidak proporsional.

"JPU tidak adil dalam tuntutannya. Dakwaan dan isi tuntutannya tidak proporsional", cetus Mahfud, saat dikonfirmasi wartawan terkait tuntutan JPU KPK terhadap kliennya, usai persidangan.

Lebih lanjut, Mahfud menerangkan, bahwa pasal yang didakwakan oleh Tim JPU KPK kepada kliennya sama dengan yang didakwakan kepada mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febriyanto, yang dituntut pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

“Padahal kalau kita ikuti proses persidangan, secara kasat mata tampak peranan Wiwiet Febriyanto yang jauh lebih besar daripada Mas’ud Yunus”, terang Mahfud.

Dijelaskannya, bahwa dalam proses persidangan sebelumnya, mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febriyanto terbukti menikmati uang untuk kepentingan pribadi dan juga terbukti membagi-bagikan uang, sebagaimana keterangan saksi-saksi persidangan

"Dalam hal ini, Wali Kota Mas'ud Yunus yang jadi korban konspirasi dan pemerasan, malah dituntut pidana 4 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Dimanana adilnya?", jelas Mahfud.

Menurut Mahfud, banyak fakta-fakta yang tak diungkapkan dalam persidangan, tapi malah dimasukkan dalam Surat Tuntutan.

“Misalnya  tentang keterangan Wiwiet Febryanto mengenai nilai-nilai yang diberikan. Sesuai dengan KUHP, keterangan saksi dan terdakwa apa yang disampaikan dalam sidang, yang di sumpah terlebih dulu dan KUHP itu sebagai pedoman, itu harusnya di klarifikasi satu persatu", terangnya.

Demikian juga soal beberapa hal yang disampaikan JPU, lanjut Mahfud, ada beberapa hal yang tak sesuai dalam persidangan. Dicontohkannya soal inisiator munculnya uang komitmen fee yang hanya berani sedikit di sentuh, sementara Majelis Hakim telah beberapa kali memerintah JPU KPK untuk menindak-lanjutinya.

"Cuma ada yang kurang, inisiator adalah Wakil Wali Kota (Suyitno), hanya disentuh sedikit, padahal Majelis Hakim pada waktu sidang yang lalu itu juga memerintahkan JPU untuk memproses", lanjutnya.

Mahfud menandaskan, bahwa yang membuat kesepakatan dengan Pimpinan Dewan besaran tambahan penghasilan yang disebut uang triwulan itu adalah Wakil Walikota.
"Demi keadilan, perlu kembali kami ingatkan, bahwa inisiator uang komitmen fee itu Wakil Wali Kota dan yang membuat kesepakatan tekait uang tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan Anggota Dewan itu adalah Wakil Wali Kota dengan Pimpinan Dewan. Ini fakta persidangan...!", tandas Mahfud, Penasehat Hukum terdakwa Mas'ud Yunus. *(DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
> Sidang Ke-10 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, Hakim: Ini Pemerasan Birokrasi...!
> KPK Kembali Periksa Wali Kota Mojokerto Non-aktif
Empat Terpidana Kasus OTT Suap Proyek PENS Jadi Warga Binaan Lapas Kelas I Surabaya Di Porong Sidoarjo
> Sidang Ke-23 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Divonis 4 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 200 Juta