Kamis, 06 September 2018

Sidang Ke-10 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, Hakim: Ini Pemerasan Birokrasi...!

Baca Juga

Terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus dalam Sidang Ke-10 ketika menyebut istilah "Tiga Persen" sembari jari tangan kirinya (tak terasa) seraya mengodekan besaran 'tiga' dalam menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman terkait dugaan 'pemerasaan birokrasi' yang diduga berujung menjeratnya kedalam pusaran perkara dugaan tindak pidana korupsi suap, Kamis (06/09/2018).

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-10 (sepuluh) terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017 yang di gelar hari ini, Kamis 07 September 2018, di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda Sidoarjo - Jawa Timur, di pimpin oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Dede Suryaman.

Sidang yang beragendakan 'Pemeriksaan Terdakwa' ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Iskandar Marwanto, Budi Nugraha, Muhammad Riduwan, Tito Jaelani, Tri Anggoro Mukti dan Arin Karniasari menghadirkan terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus dengan didampingi Tim Penasehat Hukum dari Kantor Advokat "MAHFUD & REKAN" jalan Babatan Pilang XI/I (Blok E1/1) Surabaya - 60227 yang beranggotan Mahfud, SH., Iko Kurniawan, SH., MHum. dan Mazza Muhandi, SH., MH.

Menariknya, dalam persidangan yang dimulai sejak sekitar pukul 09.30 WIB itu, di tengah berlangsungnya sidang, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman sempat melontarkan penegasan, bahwa kasus korupsi di Kota Mojokerto merupakan 'Pemerasan Birokrasi'. Bahkan, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman pun hingga sempat meminta Tim JPU KPK untuk menindak-lanjuti kererangan Terdakwa tersebut.

Penegasan tersebut dilontarkan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, setelah mendengar pengakuan Terdakwa terkait tekanan permintaan 'Uang Komitmen' atau permintaan uang tambahan penghasilan tidak resmi untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto yang diistilahkan dengan 'Uang 7 (tujuh) Sumur' (7 kali rapat pembahasan) sebesar Rp. 390 juta hingga Rp.395 juta per-triwulan (setiap 3 bulan) atau yang juga diistilahkan dengan sebutan 'Uang Triwulan'.


JPU KPK Tito Jaelani ketika melontarkan pertanyaan kepada Terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus dalam Sidang Ke-10, Kamis (06/09/2018).

Terdakwa mengaku, karena tak tahan dengan tekanan Dewan dan khawatir program-program pro-rakyat yang diusung semenjak dalam masa kampanyenya terganjal, dengan terpaksa, terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus memenuhi permintaan setoran 'Uang Komitmen' tersebut dengan uang pribadinya yang disetorkan terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto melalui (tersangka/terpidana) Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto pada bulan Maret, bulan Juli, bulan Nopember dan bulan Desember 2016 yang jumlah totalnya mencapai Rp. 1,4 miliar.

Pengakuan terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus itulah yang membuat Majelis Hakim memberikan penegasan dan menjadi atensi Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, sehingga membuat Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman meminta Tim JPU KPK agar menindak-lanjuti keterangan Terdakwa.

"Ini namanya pemerasan birokrasi...! Kenapa saudara tidak melaporkan hal ini...!? Seharusnya saudara melaporkan pemerasan ini...! Untuk Penuntut Umum, tolong keterangan Terdakwa ini di tindak-lanjuti...!", tegas Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman dengan nada geram sembari menggeleng-gelengkan kepala seolah menyatakan keheranannya, Kamis (06/09/2018).

Catatan media ini, dalam perkara ini, mulai sidang perdana yang di gelar pada 02 Agustus 2018 hingga sidang ke-10 ini, sudah 4 (empat) kali Ketua Majelis Hakim Dede Suryamam meminta Tim JPU KPK untuk menindak-lanjuti poin-poin penting yang muncul selama 10 kali persidangan atas perkara tersebut.

Sementara itu, dari sederet cecaran pertanyaan Tim JPU KPK yang hadir dalam persidangan kali ini, yakni Budi Rahardjo, Mochamad Ridwan dan Tito Jaelani maupun berondongan pertanyaan dari Majelis Hakim terhadap terdakwa Wali Kota non-aktif Mas'ud Yunus, meluncur beberapa baris keterangan maupun pengakuan dari Terdakwa yang bisa jadi akan memunculkan 'persoalan hukum baru' sebagai suatu rentetan kejadian perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

Seperti ketika Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman melempar sejumlah pertanyaan kepada terdakwa Wali Kota non-aktif Mas'ud Yunus terkait keberadaan Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno ditengah berlangsungya rapat pembahasan Rancangan - Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Kota Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2016 di hotel Royal di kawasan Trawas Kabupaten Mojokerto pada sekitar bulan Nopember 2015 itu.

"Saudara Terdakwa, saya ingin menanyakan terkait saat rapat pembahasan anggaran (Red: APBD TA 2016) di hotel Royal Trawas pada sekitar Nopember 2015. Saudara, kemarin sudah kita tanyakan pada waktu saudara Wiwiet (Red: tersangka/terpidana Wiwiet Febranto, mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto) kita periksa. Kan, kan ada telepon di antara saudara dengan Wiwiet saat pertemuan di rumah dinas. Saya ingin tahu, bagaimana kok bisa Wawali datang ke rapat (Red: Rapat Pembahasan APBD 2016 di hotel Royal Trawas pada Nopember 2015) tersebut?", tanya Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman kepada terdakwa Mas'ud Yunus.

Atas pertanyaan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman tersebut, terdakwa Mas'ud Yunus menyatakan bahwa dirinya sama-sekali tidak mengetahui jika Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno saat itu hadir di area hotel tempat para Anggota DPRD Kota Mojokerto itu ketika tengah menggelar rapat pembahasan R-APBD Kota Mojokerto TA 2016. Terdakwa pun menyatakan, jika dirinya tidak pernah menerima telepon pemberitahuan tentang 'permintaan uang dok Anggota Dewan' dari Wawali Kota Mojokerto Suyitno sebagaimana kesaksian Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno dalam BAP maupun dalam persidangan sebelumnya.

"Jadi, saya tidak mengetahui secara pasti, kehadiran Wawali (Red: Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno) dalam rapat anggaran tersebut. Dan, jika Wawali (Red: Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno) mengatakan kalau (Red: saat itu) beliau menelpon saya, saya merasa saat itu sama-sekali tidak-menerima telepon dari beliau", kata Terdakwa, menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman.

Terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus menegaskan, bahwa dirinya mendapat kabar tentang keberadaan Wawali Kota Mojokerto Suyitno di hotel tempat berlangsungnya rapat pembahasan Rancangan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Kota Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2016 pada sekitar bulan Nopember 2015 itu dari Sekretaris Daerah Kota (Sekdakot) Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono setelah selesainya kegiatan tersebut.

"Saya itu, yang saya ingat betul adalah mendapat laporan secara lisan dari pak Sekda (Red: Sekdakot Mojokerto Agoes Nierbito Moenasi Wasono), bahwa saat rapat pembahasan di Trawas pak Wawali datang, dan pak Wawali bertemu dengan Pimpinan Dewan", tegas terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus.

Tak percaya begitu saja, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman kembali melontarkan pertanyaan susulan terkait laporan yang disampaikan oleh Sekdakot Mojokerto yang saat itu di jabat oleh Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono kepada terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto.

"Itu, penyampain laporan secara lisan oleh pak Sekda (Red: Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono) itu, dilakukan setelah kegiatan rapat anggaran tersebut atau melalui telepon pada saat ada pak Wawali (Red: Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno) dalam rapat pembahasan anggaran tersebut?", tambah Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman.

Atas pertanyaan susulan Majelis Hakim tersebut, terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus menjelaskan, bahwa laporan secara lisan dari Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito itu terkait keberadaan Wawali Kota Mojokerto Suyitno di hotel tempat berlangsungnya rapat pembahasan R-APBD Kota Mojokerto TA 2016 itu, dan tentang  Wawali Kota Mojokerto Suyitno menemui Pimpinan DPRD Kota Mojokerto yang dalam hal ini Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo dan Wakil Ketua DPRD Kota Umar Faruq, hingga munculnya 'komitmen' pemberian uang tambahan penghasilan tidak resmi untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto sebesar Rp. 390 juta hingga Rp. 395 juta per-triwulan selama tahun berjalannya APBD Kota Mojokerto TA 2016.

"Itu laporan secara lisan pak Agoes (Red: Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono) pada saya, setelah kegiatan di Trawas itu. Pak Sekda menyampaikan, bahwa pak Wawali (Red: Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno) datang dalam rapat pembahasan tersebut menemui Pimpinan Dewan, lalu ada komitmen itu. Waktu itu pak Agoes (Red: Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Moenasi Wasono) mengatakan, bahwa pak Agoes tidak ikut bertanggung-jawab dengan adanya komitmen yang dibuat pak Wawali dengan Pimpinan Dewan", jelas Terdakwa.

Diduga kurang jelas, atau bisa jadi memang sengaja menguji daya ingat ataupun kejujuran Terdakwa, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman memerintah terdakwa Wali Kota non-aktif Mas'ud Yunus untuk mengulang keterangnnya. "Ulangi", perintah Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman.

Tak menunggu perintah untuk kedua kalinya, Terdakwa pun langsung mengulang keterangannya dengan nada serupa namun dengan volume suara yang agak lebih diperkeras. Bahkan, dalam kesempatan ini, terdakwa Wali Kota non-aktif Mas'ud menambahkan, bahwa saat memberikan laporan kepadanya, Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono menyatakan jika dirinya tidak mau ikut bertanggung-jawab atas komitmen yang dibuat Wawali Kota Mojokerto Suyitno dengan Dewan di hotel tempat kegiatan pembahasan anggaran tersebut.

"Pak Agoes mengatakan, bahwa saya tidak bertanggung-jawab dengan komitmen yang ada di Trawas itu, karena yang membuatnya pak Wawali dengan Dewan", tambah terdakwa Mas'ud Yunus

Atas keterangan Terdakwa tersebut, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman kembali menyorongkan pertanyaan kepada terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus yang seolah-olah merupakan pertayaan pancingan untuk memastikan kebenaran jawaban yang disampikan oleh Terdakwa tersebut.

"Oo... pak Agoes berkata, bahwa BAPAK tidak bertanggung-jawab pada komitmen yang BAPAK buat?", pancing Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman.

Atas pertanyaan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman tersebut, terdakwa Wali Kota Mojokerto buru-buru menegaskan, bahwa yang membuat 'komitmen' tentang pemberian uang tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto di luar gaji resmi para Wakil Rakyat Kota Mojokerto itu bukanlah diri Terdakwa maupun Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono. Melainkan, di buat oleh Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno bersama Pimpinan DPRD Kota Mojokerto.

"Ndak, pak Agoes-nya itu, pak Agoes-nya itu mengatakan, yang berkomitmen di Trawas itu bukan pak Sekda. Jadi yang berkomitmen di Trawas itu bukan saya (pak Agoes), maksudnya bukan pak Sekda Agoes Nierbito gitu lho, tapi yang membuat komitmen di Trawas itu adalah pak Wawali. Itu laporan yang disampaikan pak Agoes pada saya", tegas Terdakwa.

Seolah kembali ingin memastikan jika Terdakwa benat-benar tidak berada di hotel tempat dilakukannya rapat pembahasan R-APBD 2016 pada bulan Nopember 2015 itu dan tidak terlibat dalam 'komitmen' pemberian tambahan penghasilan tidak resmi bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, untuk yang kesekian kalinya Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman melempar pertanyaan pancingan pada Terdakwa.

"Bukankah, pembahasan anggaran itu, pembahasan dimana pak Wawali dengan Pimpinan Dewan pertemuan. Terdakwa di hotel Mercure pertemuan dengan Pimpinan, Terdakwa selaku Wali Kota Mojokerto pertemuan dengan Pimpinan Dewan?", lempar Ketua Majelis Hakim pada terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus.

Lemparan pertanyaan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman tersebut ditangkap terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus dengan polos dan sedemikian lugasnya. Yang mana, Terdakwa tetap bersikukuh pada keterangannya semula. Yakni, saat itu Terdakwa tidak-berada di tempat rapat pembahasan anggqran tersebut dan tidak tahu-menahu soal dibuatnya komitmen di tempat tersebut serta tidak merasa menerima telepon dari Wawali Kota Mojokerto Suyitno.

"Begini yang mulia, saya tidak berada di tempat rapat pembahasan anggaran tersebut, dan saya tidak-tahu saat dibuat komitmen itu. Setelah kegiatan pembahasan anggaran, saya mendapat laporan secara lisan dari pak Sekda tentang keberadaan pak Wawali di tempat rapat pembahasan anggaran itu dan menemui Pimpinan Dewan. Waktu itu, pak Sekda mengatakan, dia (Red: Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono) mengatakan, bahwa pak Agoes tidak ikut bertanggung-jawab dengan komitmen yang di buat oleh pak Wawali dengan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto. Jadi, yang membuat komitmen dengan Pimpinan Dewan itu bukan saya atau pak Agoes Nierbito, tapi pak Wawali", kata terdakwa Wakil Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus.

Tak berhenti di situ, dengan berbagai jurus dan dari beberapa celah, Majelis Hakim maupun Tim JPU KPK  berupaya mendapat keterangan dari terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus terkait seputar rapat pembahasan R-APBD Kota Mojokerto TA 2016 di hotel Royal Trawas Kabupaten Mojokerto pada sekitar Nopember 2015 yang melahirkan 'komitmen' pemberian uang tambahan penghasilan tidak resmi bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto dengan nilai Rp. 390 juta hingga Rp. 395 juta yang disetorkan setiap 3 (tiga) bulan sekali, yang disebut dengan istilah Uang 7 (tujuh) Sumur (uang 7 kali rapat pembahasan anggaran) atau Uang Triwulan.

Setoran uang triwulan tersebut, diberikan oleh terdakwa Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus kepada tersangka/terpidana Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto (saat itu) pada bulan Maret, Juli, Nopember dan Desember tahun 2016, yang selanjutnya dibagikan kepada seluruh Anggota DPRD Kota Mojokerto. Dari total setoran uang triwulan selama kurun tahun 2016 itu, masing-masing Anggota DPRD Kota Mojokerto mendapat bagian antara Rp. 60 juta hingga Rp. 65 juta sebagai bagiannya sebagaimana yang disepakati sebelumnya.

"Setiap memberikan, jumlahnya ya sebesar itu, Rp. 390 juta hingga Rp. 395 juta. Kalau tidak salah, saya berikan pada bulan Maret, bulan Juli, Nepember dan bulan Desember 2016. Jadi, kalau pas uang sebesar itu sudah lengkap, saya hubungi Ketua DPRD saudara Purnomo untuk mengambilnya. Yang 3 (kali) di rumah dinas, sekali di kantor (Red: kantor Pemkot Mojokerto), saya titipkan pak Sekda untuk diberikan Ketua DPRD saudara Purnomo", beber Terdakwa.

Didesak Ketua Majelis Majelis Hakim Dede Suryaman terkait perolehan uang yang Terdakwa setorkan untuk memenuhi keinginan dan tekanan para Anggota Dewan itu, terdakwa Wali Kota non-aktif Mas'ud Yunus menerangkan, bahwa uang yang dia setor untuk memenuhi keinginan dan tekanan Dewan itu merupakan uang pribadinya yang ia kumpulkan dari 'pendapatan resmi' bagi hasil 'jasa jumput' pendapatan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dari BPPKAD Kota Mojokerto dan di tambah honor-honor panitia kegiatan dari dinas lainnya.

"Begini yang mulia, uang yang saya berikan itu, pakai uang saya sendiri atau uang pribadi. Kalau tidak salah, saya berikan di bulan Maret, Juni, Nopember dan bulan Desember. Setiap pemberian nilainya yaitu, antara Rp. 390 sampai Rp. 395 juta, totalnya Rp. 1,4 miliar. Uang tersebut, saya dapat dari pembagian bagi hasil jasa pungut pendapatan PBB yang merupakan hak saya selaku Kepala Daerah. Kan dari pembayaran pajak itu ada bagi hasil jasa pungut pajak sebesar 5 persen, dari 5 persen itu, 50 persennya adalah merupakan hak saya, yang diberikan oleh DPPKA (Red: BPPKAD Kota Mojokerto) setiap tiga bulan sekali, kebetulan pas dengan waktunya memberi permintaan Dewan terkait uang triwulan. Dari pendapatan resmi persentase jasa pungut itu, kekurangannya saya tambah dengan uang  honor-honor kegiatan yang saya kumpulkan dari dinas-dinas lainnya. Kalau nilainya sudah pas dengan permintaan Dewan itu, saya hubungi saudara Purnomo (Red: tersangka/terpidana mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo) untuk mengambilnya", ungkap terdakwa Mas'ud Yunus.

Atas ungkapan Terdakwa tersebut, Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman kembali mengejar Terdakwa dengan pertanyaan terkait lahirnya 'komitmen' di hotel Royal yang diduga dibuat oleh Wawali Kota Mojokerto Suyitno bersama Pimpinan Dewan pada sekitar Nopember 2015 di tengah pembahasan R-APBD Kota Mojokerto TA 2016, dan terkait dugaan adanya komitmen tahun 2016 untuk APBD Kota Mojokerto TA 2017.

"Itu kan kerkait komitmen tahun 2015 untuk APBD tahun 2016. Pertanyaan saya, Terdakwa kan menyatakan tidak ikut membuat komitmen itu, lantas, kenapa Terdakwa memenuhi kesepakatan yang dibuat pak Wawali dan Pimpinan Dewan? Yang kedua, bagaimana dengan APBD tahun 2017, apakah juga ada komitmen yang serupa dengan komitmen tahun 2015 untuk APBD tahun 2016?", kejar Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman.

Atas dua pertanyaan Ketua Majelis Hakim tersebut, terdakwa Wali Kota non-aktif Mas'ud Yunus menjelaskan, bahwa komitmen yang dibuat Wawali Kota Mojokerto Suyitno dengan Pimpinan Dewan itu terpaksa dipenuhi, lantaran Terdakwa tidak ingin program-programnya yang pro-rakyat itu terhambat atau gagal sehingga tidak bisa dinikmati masyarakat khususnya warga Kota Mojokerto. Sedangkan terkait komitmen untuk APBD 2017,Terdakwa mengaku tidak mampu lagi memenuhi keinginan dan tekanan Dewan, sehingga ketika 3 (tiga) Pimpinan itu yakni Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq mendatangi Terdakwa di rumah dinas Wali Kota Mojokerto untuk menagih komitmen seperti yang sudah-sudah, Terdakwa memanggil tersangka/terpidana Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto untuk menemui Pimpinan Dewan tersebut.

"Terpaksa saya penuhi permintaan Dewan itu, karena saya khawatir program-program pro-rakyat tidak bisa dinikmati masyarakat. Seperti program Sekolah Gratis 12 Tahun, program Angkutan Sekolah Gratis, program Seragam Sekolah Gratis, program Sepatu Sekolah Gratis, program Kuliah Gratis untuk warga miskin yang berprestasi, program Kesehatan atau Berobat Gratis, program Raskin Gratis atau Beras Gratis untuk warga miskin, program Gratis Pasang Saluran Air Bersih dari PDAM dan beberapa program gratis lain untuk warga miskin. Sedangkan untuk yang tahun 2017, saya sudah tidak mampu memenuhi permintaan Anggota Dewan lagi, makanya mulai Januari hingga akhir Mei 2017 tidak ada pemberian uang itu. Sehingga di awal bulan Juni tahun 2017, kalau tidak salah tanggal 5 Juni 2017, tiga Pimpinan Dewan yaitu pak Purnomo, pak Fanani (Red: Abdullah Fanani) dan pak Umar Faruq mendatangi saya, seingat saya di rumah dinas, untuk minta uang komitmen seperti di tahun 2016. Karena memang sudah tidak mampu lagi, ya saya katakan tidak ada. Lalu saya panggil saudara Wiwiet Febryanto, saya minta menemui Pimpinan Dewan", jelas Terdakwa.

Penjelasan dari Terdakwa itulah yang tampaknya membuat Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman melontarkan penegasan, bahwa kasus korupsi di Kota Mojokerto merupakan Pemerasan Birokrasi, dan meminta JPU KPK  untuk menindak-lanjuti kererangan Terdakwa tersebut.

Penegasan tersebut dilontarkan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, setelah mendengar pengakuan Terdakwa terkait tekanan permintaan 'Uang Komitmen' atau permintaan uang tambahan penghasilan tidak resmi untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto yang diistilahkan dengan 'Uang 7 (tujuh) Sumur' (7 kali rapat pembahasan) sebesar Rp. 390 juta hingga Rp.395 juta per-triwulan (setiap 3 bulan) atau yang juga diistilahkan dengan sebutan 'Uang Triwulan'.

Terdakwa mengaku, karena tak tahan dengan tekanan Dewan dan khawatir program-program pro-rakyat yang diusung semenjak dalam masa kampanyenya terganjal, dengan terpaksa, terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus memenuhi permintaan setoran 'Uang Komitmen' tersebut dengan uang pribadinya yang disetorkan terdakwa Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto melalui (tersangka/terpidana) Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto pada bulan Maret, bulan Juli, bulan Nopember dan bulan Desember 2016 yang jumlah totalnya mencapai Rp. 1,4 miliar

Pengakuan terdakwa Wali Kota non-aktif Mojokerto Mas'ud Yunus itulah yang tampaknya menyedot perhatian Majelis Hakim dan menjadi atensi Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman, dan membuat Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman meminta Tim JPU KPK agar menindak-lanjuti keterangan Terdakwa.

"Ini namanya pemerasan birokrasi...! Kenapa saudara tidak melaporkan hal ini...!? Seharusnya saudara melaporkan pemerasan ini...! Untuk Penuntut Umum, tolong keterangan Terdakwa ini di tindak-lanjuti...!", tegas Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman dengan nada geram sembari menggeleng-gelengkan kepala seolah menyatakan keheranannya.

Sementara itu, saat di Konfimasi sejumlah wartawan, JPU KPK Budi Rahardjo menyatakan, bahwa pihaknya telah menemukan sejumlah bukti selama persidangan. Yang mana, semua yang terpapar dalam persidangan akan dilaporkannya ke Pusat.

"Pokoknya, semua yang terpapar selama persidangan akan kita laporkan ke Pusat. Tentang tindak-lanjutnya seperti apa, nantilah...! Mari, terus kawal persidangan ini", kata JPU KPK Budi Rahardjo saat dikonfirmasi usai sidang.

Sayangnya, ketika di sentuh lebih dalam terkait adanya fakta baru selama persidangan yang dimungkinkan bakal menyeret tersangka lainnya, JPU KPK Budi Rahardjo enggan menjelaskannya. "Kita tidak mau berandai-andai ya...! Sudah ada keterkaitan itu. Pasti akan kami lampirkan kedalam tuntutan nanti", pungkasnya. *(DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
> Sidang Ke-9 Terdakwa Wali Kota Non Aktif Mojokerto, PH Terdakwa Tak Ajukan Saksi Meringankan
> KPK Kembali Periksa Wali Kota Mojokerto Non-aktif
Empat Terpidana Kasus OTT Suap Proyek PENS Jadi Warga Binaan Lapas Kelas I Surabaya Di Porong Sidoarjo
> Sidang Ke-23 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Divonis 4 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 200 Juta