Senin, 15 Oktober 2018

Sidang Ke-6 Terdakwa Bupati Non Aktif Mojokerto, Saksi Mantan Anak Buah MKP Mengaku Rutin Setor Tiap Minggu

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang ke-6 terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto MKP, saat 6 (enam) orang mantan anak buah MKP di dengar keterangannya sebagai Saksi untuk terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto, Senin (15/10/2018)

Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Sidang lanjutan atau ke-6 (enam) perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 dengan dengan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP), kembali di gelar hari ini, Senin 15 Oktober 2018, di Pengadilan Tipikor (tindak pidana korupsi) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur.

Dalam sidang yang beragendakan Mendengarkan Keterangan (Para) Saksi kali ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Djoko Hermawan, Eva Yustisiana, Ni Nengah Gina Saraswati, Mufti Nur Irawan dan Nur Haris Arhadi, menghadirkan Terdakwa dengan didampingi Tim Penasehat Hukum Terdakwa dari kantor hukum 'MAIYAM FATIMAH & PARTNER' yang beranggotakan Mariyam Fatimah, SH., MH.; Huhajir, SH., MH.; Akhmad Leksono, SH.; Husen Pelu, SH. dan Ramdansyah, SH.

Selain menghadirkan Terdakwa yang didampingi Tim  Penasehat Hukumnya, dihadapan Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan ini, Tim JPU KPK juga menghadirkan 6 (enam) orang Saksi dari unsur pejabat dan PNS Pemkab Mojokerto untuk diminta kesaksiannya terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi tahun 2015 senilai Rp. 4,4 milyar yang menjerat MKP selaku Bupati Mojokerto.


Bupati non-aktif Mojokerto MKP masih sempat menebar senyum khasnya usai persidangan.

Keenamnya, yakni Kepala Satpol PP Pemkab Mojokerto Suharsono, mantan Kepala Dinas (Kadis) Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Pemkab Mojokerto Nurhono, mantan Kasatpol PP Pemkab Mojokerto Didik Safiqo Hanim, Kasubag Umum pada Dinas Perizinan Pemkab Mojokerto Joko Supangkat, Kabid Penertiban pada Satpol PP Pemkab Mojokerto Ahmad Samsul Bahri dan seorang staf pada Satpol PP Pemkab Mojokerto Zaqi.

Mengejutkannya, kesaksian keenam orang Saksi dalam persidangan yang notabene dulunya adalah sebagai anak buah MKP selaku Bupati Mojokerto, seolah kompak memberikan keterangan yang menyudutkan atasannya. Bahkan, bisa di bilang malah menguatkan Dakwaan JPU KPK terhadap Tersangka.

Diantaranya, kesaksian mantan Kadis PMPTSP Pemkab Mojokerto Noerhono atas Dakwaan Tim JPU KPK terkait dugaan suap pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi yang sebelumnya belum dimiliki oleh kedua perusahaan itu sebagai dalih MKP selaku Bupati Mojokerto untuk meminta fee sebesar Rp. 200 juta per tower.

Atas Dakwaan JPU KPK tersebut, saksi Noerhono membeberkan, bahwa sempat terjadi tawar-menawar fee hingga pada  realisasinya kedua perusahaan itu sanggup membayar Rp. 170 juta per-tower, Yang baru kemudian, disetujui oleh MKP. “Awalnya (MKP) malah minta Rp. 300 juta per-tower. Tapi, setelah negosiasi ketemu nilai itu (Rp. 170 juta), uang (fee) tersebut langsung diberikan kepada anak buah MKP", beber Kadis PMPTSP Pemkab Mojokerto Noerhono, menjawab salah-satu pertanyaan JPU KPK Djoko Hermawan dalam persidangan, Senin (15/10/2018).

Pejabat Pemkab Mojokerto yang sempat dinon-jobkan oleh MKP selaku Bupati Mojokerto yang terakhir kalinya sampai pindah (di pindah) / mutasi (di mutasi) ke Pemkot Mojokerto ini bahkan mengungkap fakta lain tentang beberapa jenis 'upeti' lain yang rutin dia setorkan ke MKP selaku Bupati Mojokerto. ”Ada penerimaan setiap pengurusan izin dan itu sudah tradisi. Itu bukan uang resmi. Itu (setoran-setoran lain di luar perizinan) disetorkan rutin mingguan. Besarnya Rp. 20 juta (per setoran)", ungkap Noerhono.

Tak hanya itu, seolah kesal dengan perilaku MKP selaku Bupati Mojokerto di masa lalu. Di hadapan Majelis Hakim, mantan Kadis PMPTSP Pemkab Mojokerto ini bahkan menyebutkan kebiasaan MKP menerima setoran upeti jual beli jabatan.

Tanpa tedeng aling-aling, saksi Noerhono mengaku pernah menyerahkan upeti Rp. 850 juta kepada Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan Dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Mojokerto Susantoso untuk diberikan kepada MKP. Saksi Noerhono pun mengaku jika dirinya juga pernah menyetor upeti sebesar Rp. 500 juta yang dititipkan melalui ajudan pribadi MKP, Lutfi Arif Muttaqin.

Selain itu, Noerhono juga mengaku, bahwa hal itu terpaksa ia lakukan, lantaran Saksi takut dinon-jobkan oleh MKP. "Yang terkumpul dari perizinan perizinan sebesar Rp. 850 juta, saya serahkan ke pak Suharsono, katanya sudah diserahkan ke Bupati. Uang-uang itu dari tabungan pribadi. Saya terpaksa (menyetor upeti), karena takut dinon-jobkan", aku Noehono dalam persidangan.

Noerhono selaku Kadis PMPTSP Pemkab Mojokerto sendiri dihadirkan Tim JPU KPK sebagai saksi untuk yang pertama-kalinya dalam persidangan untuk terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto MKP setelah Majelis Hakim menolak Eksepsi atau Nota Keberatan Terdakwa atas Surat Dakwaan JPU KPK melalui Penasehat Hukumnya Mariam Fatiamah, dalam sidang pada pekan sebelumnya.

Dari pengakuan Noerhono selaku Kadis PMPTSP Pemkab Mojokerto terkait tabiat korup atasannya terhadap dirinya tersebut, bisa jadi pejabat-pejabat lain juga diperlakukan seperti itu.

Hanya saja, dalam sidang sebelumnya yang beragendakan Pembacaan Eksepsi Terdakwa, terdakwa MKP melalui Tim Penasehat Hukumnya menyangkal tuduhan menjadikan Nurhono sebagai ‘sapi perah’. Terdakwa MKP melalui Tim Penasehat Hukumnya menyebutkan, bahwa saksi Noerhono hanya 4 (empat) kali memberikan uang selama menjabat Kadis PMPTSP Pemkab Mojokerto.

Itupun diakui MKP melalui Tim Penasehat Hukumnya hanya bersifat insidentil, bukan setoran rutin dan bukan untuk kepentingan pribadinya serta bukan hanya untuk Noerhono saja, melainkan juga pejabat lainnya. “Terdakwa (MKP) meminta sumbangsih dari dinas-dinas untuk kegiatan yang sifatnya insidentil seperti saat hari jadi Pemkab Mojokerto", ujar Tim Penasehat Hukum MKP dalam membacakan salah-satu poin Eksepsi Terdakwa pada sidang sebelumnya.

Sementara Saksi lainnya, Kepala Satpol PP Pemkab Mojokerto Suharsono membenarkan jika penyegelan Tower BTS milik PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dan PT. Tower Bersama Infrastructure (TBI) atas instruksi MKP selaku Bupati Mojokerto saat itu. Penyegelan dilakukan dengan dalih belum mengantongi perizinan.

Dalam kesaksiannya, Suharsono menjelaskan, ada 19 (sembilan belas) unit Tower BTS dari total 22 Tower BTS milik dua perusahaan telekomunikasi tersebut di Kabupaten Mojokerto yang di segel Pemkab Mojokerto. "Dari jumlah (22 unit) itu, 15 unit sudah berdiri. Yang 4 sedang dibangun", jelasnya.

Kesaksian Kepala Satpol PP Pemkab Mojokerto Suharsono tersebut, senada dengan Dakwaan Tim JPU KPK, bahwa penyegalan dengan dalih Menara Tekomunikasi belum mengantongi perijinan merupakan cara Terdakwa untuk mengundang kedatatangan suap dari PT. Protelindo dan PT. TBI

Adapun anak buah MKP yang dipercaya menerima fee secara total adalah Nano Santoso Hudiarto alias Nono. Dari total fee yang dijanjikan sebesar Rp. 4,4 miliar, MKP baru menerima Rp. 2,74 miliar dari kedua perusahaan itu. Dimana, melalui perantara Ahmad Suhawi dan Subhan (Wakil Bupati Malang periode 2010-2015), MKP menerima suap dari PT. Protelindo. Sedangkan dari PT. TBI melalui Nabiel Titawano, Agus Suharyanto dan Moh. Ali Kuncoro.

Seperti diketahui, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan IPPR dan IMB Tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, sebelumnya, KPK telah menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto bersama 2 (dua) orang lainnya sebagai tersangka.

MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Ockyanto (OKY) selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (Tower Bersama Group) dan Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap.

KPK menduga, MKP selaku Bupati Mojokerto merima 'suap' bernilai sekitar Rp. 2,7 miliar dari OKY selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure (Tower Bersama Group) dan OW selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB atas pembangunan 22 tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' yang diduga kuat diperbuat MKP selaku Bupati Mojokerto, KPK menyangka, MKP selaku Bupati Mojokerto melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sedangkan terhadahap OKY dan OW, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sementara itu, MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka atas 2 (dua) perkara dugaan tindak pidana korupsi. Dalam perkara pertama, MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) puluhan tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Sedangkan dalam perkara kedua, MKP selaku Bupati Mojokerto dan Zainal Abidin (ZAB) selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Mojokerto, ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'gratifikasi' berupa penerimaan fee proyek-proyek infrastruktur Pemkab Mojokerto. Yang dalam hal ini, keduanya diduga menerima fee proyek infrastruktur jalan Pemkab Mojokerto tahun 2015 sebesar Rp. 3,7 miliar. *(DI/Red)*


BERITA TERKAIT :
> Sidang Ke-3 Terdakwa Bupati Non-aktif Mojokerto, JPU KPK Tolak Eksepsi PH