Jumat, 30 November 2018

Menko Kemaritiman: Demi Ketahanan Dan Keamanan Energi, Indonesia Harus Kembangkan Sumber Energi Terbarukan

Baca Juga

Salah-satu suasanan saat Menko Kemaritiman RI Luhut Binsar Panjaitan memberi paparan dalam acara bertajuk Pertamina Energi Forum 2018 yang di gelar di Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Produksi minyak bumi, gas alam dan batubara nasional menurut data terkini cenderung mengalami penurunan. Di sisi lain, konsumsi masyarakat atas hasil pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) tersebut terus bertambah. Hal itu, dipaparkan Menko Kemaritiman Republik Indonesia (RI) Luhut Binsar Panjaitan dalam acara bertajuk Pertamina Energi Forum 2018 yang di gelar di Jakarta, Kamis (29/11/2018).

“Produksi minyak bumi menurun 0,21 persen per tahun, dan konsumsi tumbuh 2,1 persen per tahun. Begitu pula dengan gas alam dan batubara yang tren produksinya juga terus turun. Kondisi seperti ini kita harus berhati-hati dalam hal ketahanan dan keamanan energi kita", papar Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dalam acara bertajuk Pertamina Energi Forum 2018 yang di gelar di Jakarta, Kamis (29/11/2018) kemarin.

Dalam acara tersebut, Luhut pun memaparkan, selama 15 tahun lebih, khususnya untuk minyak bumi tidak ada eksplorasi baru. Hal itu dikhawatirkan dapat berpengaruh besar pada ketahanan energi bangsa.

"Oleh karenanya, Indonesia harus segera mendiversifikasikan sumber energinya, dan wajib mengembangkan berbagai sumber energi terbarukan (renewable energy) yang potensinya masih sangat besar untuk dikembangkan", paparnya pula.

Lebih lanjut, Luhur Binsar menerangkan, bahwa Indonesia memiliki potensi energi panas bumi sebesar 29,544 MW, biomass sebesar 32,654 MW, hydro sebesar 75,091 MW, mini dan micro hydro sebesar 19,385 MW, energi angin/bayu sebesar 60,647 MW, energi matahari sebesar 207,898 MW dan total sebesar 443,208 MW potensial energi dari sumber energi terbarukan.

“Potensi kita di renewable energi sangatlah besar, namun pemanfaatan atau utilisasi kita masih rendah. Pengembangan teknologi renewable energy ini akan semakin pesat seiring dengan semakin terjangkaunya teknologi baterai listrik atau lithium battery. Ini dapat mendorong pengembangan energi terbarukan", terang Luhut.

Ditambahkannya, bahwa pemerintah akan menyiapkan insentif dan tata aturan untuk mendukung perkembangan sektor ini serta penguasaan teknologi. Sementara terkait dengan lithium battery, menurut Menko Luhut, dalam waktu dekat ini pemerintah akan melaksanakan ground breaking pembangunan pabrik lithium battery yang akan menjadi produsen lithium battery terbesar di dunia.

“Segera kita akan ground breaking di Morowali, persipaannya kurang dari satu tahun. Dan itu adalah produsen lithium battery terbesar di dunia. Jadi kalau kita mau, yah kita bisa, kalau kepentingan nasional itu yang utama, segalanya pasti bisa. Indonesia harus jadi pemain utama lithium battery dan ini adalah fokus kita yang sangat penting. Kita yang nanti akan kontrol market dunia", tambahnya.

Menyinggung soal pengembangan mobil listrik, Menko Luhut menjelaskan, bahwa pengembangan baterai listrik menjadi faktor yang utama untuk keberhasilan mobil listrik.

“Jadi akan bermuara pada lithium battery, ini akan menjadi faktor kunci karena akan menekan harga mobil listrik, lithium battery mengarah kepada kandungan nikel yang semakin besar. Jangan lupa, kita pun penghasil nikel terbesar di dunia, dan harganya juga merangkak naik sekarang ini. Saat ini lithium battery juga bisa didaur ulang, apabila ini berjalan tentunya ini juga akan menekan emisi gas rumah kaca dari kendaraan berbahan bakar fosil", jelasnya.

*Kilang Naphta dan Kompleks Petrokimia PT Pertamina dan PT CPC Taiwan*

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan juga menyampaikan, bahwa pembangunan Kilang Naphta dan Kompleks Petrokimia PT Pertamina dan PT CPC Taiwan dipandang penting untuk segera direalisasikan.

“Presiden mengarahkan untuk percepat pembangunan kilang, karena manfaat pembangunan Kilang Naptha dan Kompleks Petrochemical di Indonesia akan banyak sekali", ujarnya.

Menuriut Luhut, nantinlnya Kilang Naphta akan dibangun dengan kapasitas produksi mencapai 1 juta ton ethylene per tahun dengan nilai investasi pengembangan proyek kompleks petrokimia senilai US$ 6,49 miliar. Dan juga akan dibangun unit hilir yang akan menmproduksi produk turunan kilang lainnya untuk memenuhi kebutuhan industri nasional.

Menutup paparannya, Luhut menegaskan, bahwasanya Indonesia adalah negara besar dengan potensi yang juga besar, serta tidak bergantung apalagi didikte oleh negara lain.

“Saya ingin kita ini independen, karena negara ini terlalu besar untuk dikontrol oleh negara lain atau berpihak pada satu negara pun di dunia. Kita jangan pernah jadi antek oleh satu negara. Sekali lagi kita tegaskan, kita ini negara besar, kita harus bangga jadi Indonesia", pungkasnya. *(Biro Informasi dan Hukum Kemenko Bidang Kemaritiman/HB)*