Jumat, 01 Februari 2019

KPK Tetapkan Bupati Kotawaringin Timur Tersangka

Baca Juga

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Supian Hadi (SH) sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penerbitan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) 3 (tiga) perusahaan di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2010–2015.

KPK menyangka, Supian Hadi selaku Bupati Kotawaringin Timur di duga melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalah-gunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT. Fajar Mentaya Abadi (FMA), PT. Billy Indonesia (BI) dan PT. Aries Iron Mining (AIM) di Kabupaten Kotawaringin Timur periode 2010-2015.

"Setelah di lantik selaku Bupati Kotawaringin Timur periode 2010–2015, Supian mengangkat teman-teman dekatnya yang merupakan tim suksesnya selaku Direktur dan Dirut pada PT. FMA dan mendapat masing-masing jatah 5 persen saham PT. FMA", terang Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (01/02/2019).

Lebih lanjut, Wakil Ketua KPK Laode M.  Syarif memaparkan, dalam konstruksi perkara pada Maret 2011, Supian menerbitkan Surat Keputusan (SK) terkait Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 1.671 hektar kepada PT. FMA yang berada di kawasan hutan. Padahal Supian mengetahui, bahwa PT. FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, seperti Izin Lingkungan atau AMDAL dan persyaratan lainnya pun belum lengkap.

Selanjutnya, sejak November 2011, PT FMA telah melakukan kegiatan operasi produksi pertambangan bauksit dan melakukan eksport ke China. Pada akhir bulan November 2011, Gubernur Kalimantan Tengah mengirimkan surat pada Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi agar menghentikan seluruh kegiatan usaha penambangan yang dilakukan oleh PT FMA. Namun, PT. FMA tetap melakukan kegiatan penambangan hingga tahun 2014.

"Akibat perbuatan SH memberikan Ijin Usaha Penambangan (IUP) atas nama PT. FMA tidak sesuai dengan ketentuan, menurut ahli pertambangan di duga menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dihitung dari nilai hasil produksi yang diperoleh secara melawan hukum, kerusakan lingkungan hidup dan kerugian kehutanan", papar Laode M. Syarif.

Laode M. Syarif mengungkapkan, pada Desember 2010, untuk memenuhi permohonan PT. BI, maka Supian menerbitkan Surat Keputusan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi untuk PT. BI tanpa melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan sebelumnya PT. BI tidak memiliki Kuasa Pertambangan (KP).

Diungkapkannya pula, bahwa pada Februari 2013, Supian Hadi selaku Bupati Kotawaringin Timur menerbitkan SK IUP tentang Persetujuan Peningkatan Ijin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. BI, meskipun tanpa dilengkapi dokumen AMDAL.

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif pun mengungkapkan, bahwa pada April 2013, Supian Hadi selaku Bupati Kotawaringin Timur menerbitkan Keputusan tentang Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Pertambangan Bauksit oleh PT. BI dan Keputusan tentang Kelayakan Lingkungan Rencana Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit oleh PT. BI.

Dengan diterbitkannya perizinan tersebut oleh Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi, sejak Oktober 2013, PT. BI melakukan penambangan hingga ekspor bauksit.

"Akibat perbuatan SH tersebut, maka PT. BI telah melakukan kegiatan produksi yang menurut ahli pertambangan diduga menimbulkan kerugian yang dihitung dari hasil produksi senilai setelah dikurangi royalti yang telah dibayarkan dan kerugian lingkungan", ungkap Laode M. Syarif.

Laode M. Syarif menegaskan, untuk PT. AIM, Supian Hadi menerbitkan IUP Eksplorasi PT. AIM pada April 2011, tanpa melalui proses lelang Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP). Padahal PT. AIM sebelumnya tidak memiliki Kuasa Pertambangan (KP).

"Akibat perbuatan SH tersebut, PT AIM melakukan kegiatan eksplorasi yang merusak lingkungan dan akibatnya diduga menimbulkan kerugian lingkungan", tegas Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif.

KPK menduga, selain merugikan negara sekurang-kurangnya Rp. 5,8 triliun dan US$ 711 ribu yang dihitung dari hasil produksi pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT. FMA, PT. BI dan PT. AIM, Supian Hadi di duga juga telah menerima sejumlah pemberian dari penerbitan izin tersebut, yakni mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp. 710 juta, mobil Hummer H3 seharga Rp. 1,350 miliar dan uang sebesar Rp. 500 juta yang di duga di terima meIalui pihak lain.

Atas perbuatannya, KPK menyangka Supian Hadi melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*