Baca Juga
Anggota Komisi VI DPR-RI Bowo Sidik Pangarso, setelah menjalani pemeriksaan dan Ditetapkan KPK sebagai Tersangka, begitu keluar dari gedung KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, sudah mengenakan rompi khas Tahanan KPK warna oranye, Kamis (28/03/2019).
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menerangkan, uang dalam kardus berjumlah Rp. 8 miliar yang ditemukan KPK di PT. Inersia dikawasan jalan Salihara, Pasar Minggu – Jakarta Selatan, diduga sudah dikumpulkan Bowo Sidik Pangarso sejak Agustus 2018. Dimana, berdasarkan pengakuan dari Bowo Sidik Pangarso ke penyidik, 84 kardus berisi uang berjumlah Rp. 8 miliar tersebut akan digunakan Tersangka untuk kepentingan pribadi maju sebagai Caleg anggota DPR-RI Dapil Jawa Tengah II.
"Ada uang sekitar Rp 8 miliar yang sudah berada dalam kardus tersebut. Itu sebagian sekitar satu setengah diantaranya diduga merupakan berasal dari penerimaan pertama sampai penerimaan ke enam", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di kantor, Jumat (29/03/2019) malam.
Lebih lanjut, Febri Diansyah menjelaskan, bahwa dari Rp. 8 miliar yang ditemukan, Rp 1,5 miliar diduga dari PT. Humpus Transportasi Kimia (HTK). Sedangkan yang Rp. 6,5 miliar, KPK menduga penerimaan dari pihak-pihak lain yang ada kaitannya denagan jabatan Bowo Sidik.
"Ada selisihnya Rp 6,5 miliar yang lain yang juga sudah kami identifikasi sumbernya. Saat ini yang bisa kami sampaikan, uang senilai Rp. 6,5 miliar itu diduga dari pihak-pihak yang ada keterkaitan jabatan dengan Tersangka yang merupakan anggota DPR-RI. Karena itulah KPK menggunakan pasal 12 B atau gratifikasi yang tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari kerja", jelasnya.
Febri Diansyah menegaskan, KPK juga akan mendalami perubahan yang mungkin terjadi dalam penerimaan uang-uang tersebut yang akan digunakan Bowo Sidik sebagai 'Serangan Fajar' terkait kepentingannya dalam Pemilu Legislatif di Dapil Jawa Tengah II.
"Tentu juga akan kami dalami bagaimana perubahannya, misalnya, dari dugaan penerimaan berupa ratusan juta rupiah dan dolar AS. Kemudian, diubah menjadi Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu, yang kami duga itu akan digunakan sebagai 'serangan fajar' untuk kepentingan pemilu legislatif. Karena BSP ini menjadi calon anggota legislatif di Jawa Tengah II", tegasnya.
Ditegaskannya pula, KPK menduga, suap itu diberikan kepada tersangka Bowo Sidik Pangarso terkait pengangkutan pupuk PT. Pupuk Indonesia (Pilog) dengan menggunakan kapal milik PT. HTK. KPK pun menduga, Bowo Sidik Pangarso meminta fee kepada PT. HTK sebesar USD 2 per metrik ton.
"Jadi yang diamankan oleh tim itu Rp. 89,4 juta yang di dalam tas dan amplop cokelat sekitar Rp 8 miliar yang sudah dimasukkan dalam amplop-amplop, dalam kardus-kardus. Jadi, total yang sudah diamankan Rp. 8 miliar dan Rp. 89,4 juta", tegasnya pula.
Febri menandaskan, bahwa uang yang diterima Bowo Sidik dari PT. HTK sebesar Rp. 1,5 miliar ditambah Rp. 89,4 juta yang di sita dari tersangka Indung saat OTT, sehingga berjumlah kurang-lebih Rp. 1.589.400.000,- (satu miliar lima ratus delapan puluh sembilan juta empat ratus ribu rupiah). Sedangkan Rp. 6,5 miliar sisanya, di duga berasal dari penerimaan-penerimaan Bowo Sidik dari pihak lain.
"Rp 6,5 miliar, diduga dari pemberi-pemberi lain yang terkait dengan jabatan BSP (Bowo Sidik Pangarso). Makanya, digunakan Pasal 12B", tandas Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan anggota DPR-RI Bowo Sidik Pangarso bersama Indung selaku pihak swasta sebagai Tersangka penerima suap dari PT. HTK. Sedangkan Asty Winasti selaku Marketing Manager PT. HTK, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.
Terhadap tersangka Bowo Sidik Pangarso dan tersangka Indung, KPK menduga, kedua Tersangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan terhadap tersangka Asty, KPK menduga, tersangka Asty telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. *(Ys/HB)*